Berita Bangka Selatan

Dinkes Basel Imbau Orangtua Waspadai Demam pada Anak, Lima Hari Bisa Jadi Penentu Nyawa

waktu inkubasi DBD itu hanya lima hari. Kalau dalam lima hari tata laksananya salah atau terlambat, risikonya bisa terjadi shock dan ...

Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Kabupaten Bangka Selatan, Slamet Wahidin. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto) 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Perubahan cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan dan panas bergantian membuat masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai penyakit musiman. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), penyakit yang dapat berakibat fatal bila penanganannya terlambat, terutama pada anak-anak.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB), Kabupaten Bangka Selatan, Slamet Wahidin mengatakan kondisi cuaca yang tidak menentu, hujan dan panas silih berganti menjadi waktu yang rentan bagi munculnya berbagai penyakit musiman. Salah satunya DBD, penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti.

“Oleh karena itu, di tengah cuaca ekstrem seperti saat ini masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan akan bahaya penyakit. Terutama DBD,” kata Slamet kepada Bangkapos.com, Senin (27/10/2025).

Diakuinya masyarakat diwajibkan agar sesegera mungkin memeriksakan anak yang mengalami demam ke Puskesmas terdekat. Pasalnya, demam di tengah cuaca ekstrem menjadi penyakit yang kerap diderita masyarakat dan menjadi tanda awal DBD. Sebabnya, jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif DBD, pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan secara komprehensif.

Pasalnya, waktu inkubasi DBD itu hanya lima hari. Kalau dalam lima hari tata laksananya salah atau terlambat, risikonya bisa terjadi shock dan meningkatkan kemungkinan kematian. Menurutnya, kasus kematian akibat DBD sebagian besar dialami oleh anak-anak. Hal ini karena gejala DBD sering disalah artikan sebagai demam biasa oleh orang tua, sehingga penanganannya terlambat.

“DBD ini tidak ada obatnya. Tata laksana cepat mempengaruhi tingkat kematian terhadap kasus DBD. Karena kasus meninggal dunia karena DBD banyak dialami anak-anak,” tegas Slamet Wahidin.

Adapun sejak bulan Januari-September 2025 tercatat 153 kasus DBD dengan satu kematian terjadi di Kabupaten Bangka Selatan. Jumlah ini setara dengan 0,07 persen dari total penduduk sebanyak 216.079 jiwa. Pada bulan Januari tercatat 15 kasus DBD. Kemudian, Februari meningkat menjadi 18 kasus, atau naik tiga kasus dibanding bulan sebelumnya.

Memasuki Maret, jumlahnya turun enam kasus menjadi 12 kasus, diikuti penurunan ringan pada April menjadi 13 kasus. Naik satu kasus dari Maret. Pada Mei, kasus kembali stabil di angka 12 kasus atau turun satu kasus dari April. Namun mulai Juni, terjadi lonjakan signifikan dengan 23 kasus, meningkat 11 kasus dari bulan sebelumnya.

Puncak tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan 36 kasus, naik 13 kasus dari Juni dan menjadi tertinggi selama sembilan bulan terakhir. Bulan Agustus turun mencapai 21 kasus dan menjadi 15 kasus. Bulan September tercatat hanya sembilan kasus dan mengalami penurunan senam kasus. Secara keseluruhan, sepanjang sembilan bulan terakhir pihaknya mencatat terjadi rata-rata 17 kasus DBD per bulan.

“Rata-rata hampir seluruhnya kasus DBD yang tercatat ini diderita oleh anak-anak. Begitu pula dengan satu kasus kematian akibat DBD dialami oleh anak-anak,” paparnya.

Dengan banyaknya kasus DBD Slamet Wahidin meminta orangtua agar lebih peka terhadap perubahan kondisi anak saat demam. Edukasi tentang tanda bahaya DBD perlu terus digencarkan agar tidak ada lagi kasus anak meninggal akibat keterlambatan penanganan. Selain kewaspadaan dini, langkah pencegahan melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) tetap menjadi cara paling efektif untuk menekan penyebaran DBD

“Masyarakat diimbau rutin melakukan 3M plus dengan menguras, menutup dan memanfaatkan kembali barang bekas yang berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk,” ucap Slamet. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved