Tribunners
Menjaga Stabilitas Ekonomi Bangka Belitung di Penghujung 2025
Tahun 2026 nanti bisa menjadi titik balik penting jika kebijakan fiskal dan investasi daerah mampu mengalihkan surplus sumber daya ke sektor produktif
Oleh: Ridho Ilahi - Statistisi Madya BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
TAHUN 2025 menjadi cermin menarik bagi ekonomi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Di tengah inflasi yang relatif terkendali dan neraca perdagangan yang masih mencatat surplus besar, terdapat tanda-tanda perlambatan struktural pada sektor riil. Tekanan inflasi pangan, penurunan kesejahteraan petani hortikultura, berkurangnya produksi padi, dan lemahnya sektor transportasi menunjukkan bahwa stabilitas makro belum sepenuhnya berpihak pada fondasi mikroekonomi masyarakat.
Babel mencatat inflasi 0,49 persen (m-to-m) pada Oktober 2025, sedikit naik dari 0,46 persen pada September. Secara tahunan, inflasi mencapai 2,51 persen masih dalam koridor target Pemerintah 2,5±1. Pendorong utamanya kenaikan harga daging ayam ras (8,85 persen), emas perhiasan (12,06 persen), dan cumi-cumi (7,26 persen).
Jika dilihat historisnya, tekanan inflasi pangan di Babel selalu meningkat pada kuartal IV seiring dengan naiknya permintaan akhir tahun dan kendala pasokan dari luar pulau. Akibatnya, fluktuasi harga pangan sangat berkorelasi dengan volatilitas transportasi laut sehingga menandakan rantai logistik pangan daerah masih rapuh.
Di sisi lain, kenaikan harga emas perhiasan di Babel mencerminkan efek rambatan global akibat ketidakpastian geopolitik dan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS). Lonjakan permintaan emas sebagai aset lindung nilai berakibat menekan stabilitas harga domestik. Kondisi ini menandakan imported inflation tidak hanya datang dari pangan lintas pulau, tetapi juga dari komoditas logam mulia.
Ketergantungan Babel pada suplai luar memperburuk kerentanan inflasi daerah. Karena itu, pemerintah daerah dan Bank Indonesia harus memperkuat klaster produksi pangan lokal sebagai tameng stabilitas harga jangka panjang.
Tidak hanya itu, nilai tukar petani (NTP) Babel Oktober 2025 tercatat 154,73, turun 0,06 persen dari bulan sebelumnya. Angka ini memang tinggi secara regional dan menempati posisi keempat di Sumatra. Akan tetapi, terdapat ketimpangan antar subsektornya. Subsektor peternakan naik signifikan (4,83 persen), sedangkan hortikultura terus tertekan oleh tingginya biaya pupuk dan lemahnya jaringan distribusi.
Sejak 2024, NTP Babel konsisten di atas 150 yang menandakan daya tawar petani relatif kuat. Namun, tren menurun di subsektor hortikultura berpotensi mengikis kesejahteraan petani kecil. Tanpa dukungan insentif input dan perbaikan rantai nilai (value chain), petani akan kehilangan motivasi mempertahankan produksi sayuran lokal. Kebijakan subsidi pupuk, digitalisasi tata niaga, dan integrasi data spasial produksi menjadi prasyarat agar sektor pertanian Babel bisa tumbuh inklusif.
Surplus tanpa ketahanan
Secara struktural, perekonomian Babel masih bergantung pada timah sebagai sumber utama ekspor. Nilai ekspor September 2025 mencapai 173,95 juta dolar AS, dengan kontribusi timah mencapai 80,42 persen dari total ekspor. Meski tumbuh 27,11 persen secara kumulatif, ekspor lemak nabati turun tajam 43,6 persen, sementara ekspor kopi dan rempah terkontraksi 4,3 persen.
Dominasi timah berlangsung lebih dari satu dekade. Ketika harga timah global menguat, Babel menikmati surplus besar. Namun saat harga jatuh, dampaknya langsung terasa pada pendapatan daerah dan lapangan kerja.
Surplus perdagangan Babel sebesar 173,84 juta dolar AS tidak otomatis menandakan ketahanan ekonomi. Surplus ini lebih mencerminkan dominasi timah sebagai komoditas ekspor ketimbang kekuatan sektor riil. Nilai impor yang sangat kecil hanya mencapai 109,82 ribu dolar AS mengindikasikan lemahnya kapasitas industri pengolahan dan minimnya permintaan bahan baku lokal.
Struktur ekonomi seperti itu rentan terhadap fluktuasi harga global dan kebijakan ekspor mineral nasional. Babel harus segera keluar dari pola ekonomi ekstraktif menuju hilirisasi yang bernilai tambah tinggi. Investasi pada smelter modern, efisiensi logistik pelabuhan, dan diversifikasi produk turunan menjadi langkah strategis untuk memperkuat basis industri dan menciptakan ketahanan ekonomi berkelanjutan.
Sektor pariwisata Babel masih tumbuh terbatas dan belum mampu menjadi penggerak utama ekonomi daerah. Kunjungan wisatawan domestik naik 5,50 persen pada September 2025, tetapi tingkat hunian kamar justru turun menjadi 26,60 persen. Kondisi ini menandakan permintaan wisata belum pulih. Aktivitas wisata masih terkonsentrasi di Pangkalpinang, sementara destinasi lain seperti Belitung Timur dan Bangka Barat masih tertinggal dalam daya tarik dan infrastruktur.
Peningkatan mobilitas akibat event keagamaan dan olahraga masih bersifat musiman dan belum menciptakan efek ekonomi berkelanjutan. Dengan rata-rata lama tinggal wisatawan domestik hanya 1,55 malam, sektor pariwisata belum optimal menahan perputaran uang di daerah. Ini menunjukkan Babel masih menjadi wilayah persinggahan, bukan tujuan utama wisata.
Tanpa diversifikasi destinasi dan integrasi transportasi–event hospitality, potensi ekonomi pariwisata akan tetap terfragmentasi. Ke depan, pemerintah daerah harus menyinergikan event budaya, transportasi, dan sektor hospitality agar pariwisata menjadi sumber pertumbuhan riil. Branding berbasis geopark dan wisata bahari berkelanjutan perlu diposisikan sebagai daya tarik utama Babel.
Untuk memperkuat ekosistem pariwisata, pembangunan Information Tourism Centre (ITC) di titik-titik strategis seperti bandara, pelabuhan, kawasan wisata, dan hotel-hotel utama menjadi keharusan agar wisatawan mendapat akses informasi terpadu. Strategi ini diharapkan mampu memperpanjang lama tinggal wisatawan sekaligus memperkuat efek pengganda ekonomi daerah.
Aktivitas transportasi Babel juga menunjukkan tanda perlambatan yang perlu diwaspadai. Penumpang kapal laut turun 0,63 persen, sementara angkutan udara hanya naik tipis 0,69 persen secara bulanan tetapi masih terkontraksi 5,01 persen secara tahunan. Aktivitas bongkar barang di pelabuhan meningkat, tetapi volume muat menurun tajam sehingga menandakan ketidakseimbangan arus logistik.
Penurunan mobilitas laut memperlihatkan lemahnya konektivitas antarpulau dan tingginya biaya distribusi barang. Kondisi ini mengancam keberlangsungan ekonomi pulau kecil yang bergantung pada jalur maritim.
Di sisi lain, peningkatan kargo udara yang didominasi e-commerce mengindikasikan pergeseran pola distribusi menuju logistik cepat berbasis udara. Jika dimanfaatkan dengan strategi yang tepat, Babel berpotensi menjadi hub logistik digital. Untuk itu, diperlukan kebijakan transportasi terintegrasi melalui peningkatan armada kapal subsidi, optimalisasi pelabuhan perintis, dan pembangunan cold chain logistics di bandara sebagai infrastruktur kunci daya saing baru.
Kinerja pangan Babel menunjukkan sinyal waspada. Luas panen padi 2025 hanya 16.367 hektare, turun 10,09 persen dari tahun sebelumnya dengan produksi merosot 18,73 persen menjadi 62.978 ton. Produksi beras untuk konsumsi bahkan tinggal 37.329 ton sehingga mencerminkan penurunan tajam kapasitas pasokan domestik. Anomali iklim dan berkurangnya potensi panen di subround III (September–Desember) memperparah tekanan produksi. Babel kini hanya memiliki 22.561 hektare lahan baku sawah (data ATR 2024), menjadikannya salah satu provinsi dengan ketergantungan tinggi pada pasokan beras luar daerah.
Penurunan produksi ini dapat memperkuat tekanan inflasi pangan akhir tahun, terutama pada
beras lokal. Pemerintah daerah harus segera mempercepat revitalisasi lahan, modernisasi irigasi, dan penggunaan pertanian presisi berbasis data spasial. Dalam jangka panjang, diversifikasi pangan berbasis umbi dan tanaman lokal harus menjadi strategi utama untuk membangun ketahanan pangan yang adaptif dan berkelanjutan.
Perlu transformasi kebijakan
Kebijakan fiskal daerah selama ini cenderung berorientasi pada stabilisasi, bukan akselerasi. Padahal, Babel membutuhkan restructuring fiscal policy yang mendorong investasi produktif, bukan sekadar menjaga keseimbangan anggaran. Surplus fiskal dan sumber daya harus dialihkan ke sektor-sektor dengan potensi spillover tinggi seperti hilirisasi timah, agroindustri, dan logistik maritim. Ketika investasi publik diarahkan ke infrastruktur pelabuhan, cold chain, dan digitalisasi rantai pasok, maka kapasitas produktif daerah akan meningkat.
Dari sisi tenaga kerja, dominasi sektor informal menunjukkan bahwa inklusi ekonomi masih rendah. Sektor tambang dan perdagangan besar menyerap modal ketimbang tenaga kerja, sementara sektor pertanian dan pariwisata yang padat karya justru stagnan. Ini menciptakan dual economy di Babel. Di satu sisi modern dan kapital-intensif, sedangkan di sisi lain tradisional dan rentan. Kebijakan ketenagakerjaan dan UMKM perlu difokuskan untuk menjembatani kesenjangan produktivitas tersebut melalui pelatihan vokasi dan digitalisasi usaha kecil.
Ketahanan pangan juga menjadi isu strategis. Penurunan produksi padi dan tingginya ketergantungan terhadap pasokan luar daerah memperbesar risiko imported inflation. Jika tidak segera diintervensi, guncangan harga beras dan pangan pokok bisa menggerus daya beli dan mempersempit ruang fiskal daerah. Oleh karena itu, pertanian presisi berbasis data spasial dan diversifikasi pangan lokal harus ditempatkan sebagai agenda strategis jangka panjang.
Konektivitas antarwilayah menjadi syarat mutlak untuk memperkuat integrasi ekonomi kepulauan. Secara fundamental, arah kebijakan ekonomi Babel ke depan harus berpijak pada tiga poros utama. Pertama, transformasi struktural melalui hilirisasi timah, pengembangan smelter modern, dan integrasi dengan industri turunan berbasis teknologi. Kedua, ketahanan pangan dan energi berbasis produksi lokal, irigasi modern, serta basis data spasial untuk efisiensi lahan dan sumber daya. Ketiga, penguatan konektivitas antarwilayah agar arus barang, jasa, dan informasi dapat menopang pertumbuhan ekonomi kepulauan secara merata.
Babel bukan sekadar gudang timah atau destinasi wisata tropis. Tantangannya bagimana menjaga stabilitas sekaligus mengubah struktur ekonomi agar tangguh menghadapi ketidakpastian jangka panjang. Tahun 2026 nanti bisa menjadi titik balik penting jika kebijakan fiskal dan investasi daerah mampu mengalihkan surplus sumber daya ke sektor produktif. Babel akan bisa bertahan dalam stabilitas nominal dan tumbuh dengan fondasi ekonomi yang inklusif dan berorientasi nilai tambah. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.