Tribunners
Mengoptimalkan Peran TPA/TPQ sebagai Benteng Dasar Akhlak Anak
Peran lembaga TPA/TPQ selama ini sudah terlihat dan sudah terbukti dalam memberikan pendidikan dasar akhlak.
Oleh: Syamsul Bahri - Kepala MTs Al-Hidayah Toboali , Guru TPA di Keposang Toboali
PENDIDIKAN adalah suatu proses yang selalu dilalui oleh setiap manusia, baik itu di lembaga formal maupun nonformal. Di dalam Islam, pendidikan itu diwajibkan bagi setiap orang, baik itu laki-laki maupun perempuan, bahkan karena begitu pentingnya pendidikan itu, Islam menganjurkan untuk belajar mulai dari ayunan sampai ke liang kubur. Salah satu lembaga pendidikan keagamaan dalam Islam yaitu taman pendidikan Al-Qur’an atau sering disebut TPA/TPQ.
Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia disebutkan bahwa TPA/TPQ merupakan lembaga atau kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan nonformal jenis keagamaan Islam yang bertujuan untuk memberikan pengajaran membaca Al-Qur'an sejak usia dini, serta memahami dasar-dasar dinul Islam pada anak usia taman kanak-kanak, sekolah dasar dan atau madrasah ibtidaiah (SD/MI) atau bahkan yang lebih tinggi. TPA/TPQ setara dengan raudatul atfal (RA) dan taman kanak-kanak (TK), di mana kurikulumnya ditekankan pada pemberian dasar-dasar membaca Al-Qur'an serta membantu pertumbuhan dan perkembangan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dari berbagai sumber diketahui bahwa TPQ muncul berawal dari gagasan Menteri Penerangan Harmoko pada tahun 1986 untuk menciptakan lembaga pendidikan diniah yang mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak tanpa memisahkan mereka dari keluarga, terinspirasi dari pesantren Al-Qur'an di Sedayu-Gresik. Gerakan ini kemudian diresmikan pada 16 Maret 1988 setelah munas di Surabaya, yang mendorong peserta untuk mendirikan TPQ di daerah masing-masing. Perkembangan TPQ makin pesat pada tahun 1990-an bersamaan dengan munculnya berbagai metode pembelajaran seperti metode iqra.
Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, taman pendidikan Al-Qur'an (TPA) diakui sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mendapat tugas mentransfer ilmu-ilmu keislaman kepada anak-anak usia emas (golden age). Kemudian regulasi pengakuan TPA/TPQ diturunkan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Pasal 24 Ayat 2 yang menjelaskan bahwa salah satu lembaga pendidikan keagamaan untuk anak-anak yaitu taman pendidikan Al-Qur'an (TPA/TPQ).
Lalu Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) juga mengeluarkan regulasi yang mengatur penyelenggaraan TPA/TPQ, termasuk pedoman pendirian, kurikulum, dan standar penilaian melalui Keputusan Dirjen Pendis Nomor 091 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an
Dalam beberapa regulasi di atas, ada yang bisa dicermati terkait tugas TPA/TPQ yaitu sebagai sarana mentransfer ilmu keislaman kepada anak-anak usia dini. Menurut penulis, hal inilah yang menjadi magnet bagi sebagian besar orang tua untuk memercayakan anak-anaknya dididik di lembaga TPA/TPQ. Pemberian tanggung jawab pendidikan keagamaan bagi anak-anak mereka itu menjadi bukti juga bahwa lembaga TPA/TPQ mempunyai public trust yang sangat kuat.
Dengan adanya kepercayaan orang tua tersebut, tentunya lembaga TPA/TPQ harus berusaha untuk memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal, karena tentunya orang tua mempunyai ekspektasi tersendiri ketika menitipkan anaknya ke lembaga TPA/TPQ. Harapan paling minimal orang tua adalah anak mereka mendapatkan pendidikan akhlak yang baik. Oleh karena itu, jika lembaga TPA/TPQ tidak mampu memberikan bukti kepada orang tua, dikhawatirkan eksistensi lembaga TPA/TPQ akan tergerus.
Dalam pelaksanaan proses pendidikan di TPA/TPQ sendiri ada beberapa permasalahan yang harus segera diperbaiki. Permasalahan itu, antara lain, keterbatasan sumber daya manusia (kurangnya pengajar berkualitas), kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, serta kendala dalam proses pembelajaran (seperti sulitnya mengelola banyak siswa, dan kurangnya motivasi siswa karena faktor eksternal).
Memang, selama ini lembaga TPA/TPQ masih tetap eksis dengan segala permasalahan yang disebutkan di atas, namun keeksisannya itu masih dalam standar yang di bawah. Tentunya tidak boleh juga dinafikan adanya beberapa lembaga TPA/TPQ yang memang sudah mampu mengatasi permasalahan di atas sehingga mampu menghasilkan anak-anak yang berakhlak mulia sekaligus berprestasi di kancah daerah sampai nasional.
Artinya peran lembaga TPA/TPQ selama ini sudah terlihat dan sudah terbukti dalam memberikan pendidikan dasar akhlak. Hanya saja masih perlu diadakan pembenahan pada bagian yang kurang. Penulis yakin lembaga TPA/TPQ pasti bisa melakukan transformasi ke arah yang lebih baik. (*)
| Penguatan Perlindungan untuk Guruku |
|
|---|
| Membangun Ekonomi Hijau yang Tangguh: Strategi ESG untuk Keberlanjutan di Bangka Belitung |
|
|---|
| Buku Catatan Kasus Siswa |
|
|---|
| Membangun Ekosistem Sekolah Inklusif yang Berkeadilan: Refleksi atas Praktik di SDN 4 Koba |
|
|---|
| Peran Strategis Humas dalam Mem-branding PTKIN di Era Digital |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20250313_Syamsul-Bahri.jpg)