Korupsi Kuota Haji

Sinyal Kuat KPK Segera Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun, Yaqut Sudah Dicekal

Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Stafsus Ishfah Abidal Aziz, dan pimpinan Maktour, Fuad Hasan Masyhur sudah dicekal.

Editor: Fitriadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
DIPANGGIL KPK - Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi kuota haji yang merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun. KPK mengungkap ada aliran dana korupsi terkait jual beli kuota haji tambahan tahun 2024 yang mengalir hingga ke pucuk pimpinan di Kementerian Agama (Kemenag). 

Duduk perkara kasus

Kasus ini bermula dari pembagian 20.000 kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi yang dinilai menyalahi aturan.

Pihak Kemenag di bawah kepemimpinan Gus Yaqut saat itu menggunakan diskresi untuk membagi kuota tambahan menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus, dengan alasan menyesuaikan kondisi lapangan dan mencegah kepadatan berlebih di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019, seharusnya pembagian kuota tambahan itu menjadi 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus yang dikelola agen perjalanan.

Artinya, dari 20.000 kuota tambahan, hanya 1.600 seharusnya untuk haji khusus, bukan 10.000.

Namun, KPK menemukan adanya dugaan penyimpangan dimana kuota tambahan tersebut dibagi rata menjadi 50:50, atau masing-masing 10.000 jemaah untuk haji reguler dan khusus.

Kongkalikong perusahaan travel haji dan pejabat Kemenag ini berawal dari lobi-lobi.

Setelah disepakati, perusahaan travel haji menyetor uang pelicin atau "commitment fee" sebesar 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota jemaah haji khusus.

Jika dikonversi dengan kurs acuan Rp16.180,68 per dolar AS, nilai setoran ilegal tersebut setara dengan Rp42 juta hingga Rp113,2 juta untuk setiap satu kuota haji khusus yang dialokasikan.

Ada sejumlah perusahaan travel haji yang terlibat dalam jual beli kuota haji khusus.

Saat itu Indonesia mendapat tambahan kuota haji dari Arab Saudi sebanyak 20.000 jemaah dari kuota normal 221.000 jemaah.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa praktik ini berawal dari lobi yang dilakukan oleh asosiasi travel kepada oknum di Kemenag.

Tujuannya adalah untuk memperebutkan alokasi dari total 10.000 kuota haji khusus tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.

"Asosiasi inilah yang pertama-tama kemudian melakukan komunikasi dengan pihak kementerian," ujar Asep dalam keterangannya, Sabtu (16/8/2025).

Menurut Asep, uang setoran dari para agen travel dikumpulkan terlebih dahulu oleh asosiasi sebelum diserahkan kepada pejabat Kemenag.

"Sebagai commitment fee, sejumlah perusahaan travel menyetorkan uang kepada oknum pejabat Kemenag dalam kisaran 2.600–7.000 dolar AS per kuota," sebutnya.

Akibat praktik ini, KPK menaksir total nilai suap bisa mencapai triliunan rupiah dengan potensi kerugian negara diperkirakan sekitar Rp1 triliun.

Pangkal masalah ini adalah pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 dari Arab Saudi yang dibagi rata 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama RI tertanggal 15 Januari 2024 ini diduga kuat melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang mengamanatkan porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen dan haji reguler minimal 92 persen.

SK tersebut ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas yang kala itu menjabat Menteri Agama.

Menurut Asep, kebijakan janggal ini diawali oleh komunikasi rahasia antara asosiasi travel haji dengan oknum di Kementerian Agama (Kemenag).

Untuk menyamarkan aliran dana, oknum pejabat Kemenag tidak berhubungan langsung dengan biro perjalanan haji. 

Mereka menggunakan asosiasi sebagai perantara untuk mendistribusikan kuota haji khusus. 

Setiap biro travel yang mendapat jatah kuota kemudian diwajibkan membayar "biaya komitmen" yang dipatok antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per jemaah.

"Kami ketahui bahwa masing-masing tingkatan ini, masing-masing orang ini, ya kemudian mendapat bagiannya sendiri-sendiri," ungkap Asep, mengindikasikan aliran dana korupsi ini terdistribusi secara sistematis di lingkungan Kemenag.

(Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama) Kompas.com/Haryanti Puspa Sari, Danu Damarjati)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved