Dana Mengendap di Bank

Beda dari Dedi Mulyadi dan Bobby, Gubernur Pramono Sebut Data Purbaya Betul 1.000 Persen

Pramono Anung membenarkan pernyataan Menkeu Purbaya soal dana milik Pemprov DKI Jakarta yang masih mengendap di bank sebesar Rp 14,6 triliun.

Editor: Fitriadi
KOMPAS.com/RAKHMAT NUR HAKIM
GUBERNUR DKI JAKARTA - Pramono Anung, saat ini menjabat Gubernur DKI Jakarta, saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2020). Pramono Anung dalam pernyataannya hari Rabu (22/10/2025) membenarkan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang masih mengendap di bank sebesar Rp 14,6 triliun. 

Bobby mengatakan sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam merealisasikan serapan anggaran APBD Pemprov Sumut.

“Yang pasti realisasi kita inginkan segera. Yang bisa dilaksanakan, yang bisa dikerjakan, kita kerjakan. Yang memang sudah selesai segera kita bayarkan,” ujarnya.

Ia menyebut salah satu penyebab serapan anggaran belum optimal adalah keterlambatan pelaksana proyek atau kontraktor dalam mengajukan pencairan dana.

“Jadi seperti yang disampaikan kemarin pada saat rapat zoom, Pak Mendagri menyampaikan kadang-kadang pelaksana ini sengaja menahan yang sudah selesai, nanti dicairkan akhir-akhir tahun," kata Bobby.

"Jadi kita minta kepada pelaksana yang sudah selesai, minta dicairkan lah, biar uangnya bisa keluar,” lanjut dia.

Ia optimistis realisasi anggaran Pemprov Sumut dapat berjalan maksimal tahun ini.

“Realisasi pasti ada target, ada P-APBD, ada perubahan angka-angka yang sudah disesuaikan. Mudahan di angka 90 persen realisasi anggaran,” ujarnya.

Daftar simpanan dana daerah di bank versi Menkeu

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.

Kementerian Keuangan merilis 15 daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank.

Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp 14,6 triliun.

Purbaya menegaskan lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.

“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).

Ia menambahkan, rendahnya serapan anggaran membuat simpanan uang daerah di bank terus menumpuk.

“Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata dia. 
Purbaya mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat belanja agar uang tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved