Tribunners

Refleksi Konseptual dan Sosial atas Kepahlawanan di Indonesia

Masyarakat tidak lagi cukup dengan menghafal nama-nama pahlawan, melainkan perlu meneladani nilai yang mereka perjuangkan.

Editor: Fitriadi
Dokumentasi pribadi Bambang Haryo Suseno
Bambang Haryo Suseno, Pemerhati budaya, tinggal di Mentok, Bangka Barat. 

Selama ini, narasi kepahlawanan nasional cenderung berpusat pada figur laki-laki, perjuangan militer atau politik, serta wilayah utama di Jawa dan Sumatera.

Banyak kisah perjuangan perempuan, komunitas adat, tokoh minoritas, dan pegiat kemanusiaan yang belum diangkat dalam arus utama.

Kondisi ini membuat masyarakat lokal sulit menemukan cermin diri dalam narasi nasional.

Kepahlawanan yang inklusif berarti mengakui keberagaman latar perjuangan — sosial,
lingkungan, budaya, pendidikan, dan kemanusiaan.

Perubahan ini menuntut pergeseran dari pahlawan tunggal menuju aksi kolektif lintas
komunitas serta memberi ruang bagi “pahlawan tanpa gelar” yang mencerminkan daya tahan
moral masyarakat akar rumput.

Nilai-nilai lama seperti keberanian dan pengorbanan perlu diterjemahkan ulang dalam
konteks zaman.

Keberanian kini berarti menolak korupsi dan manipulasi publik, pengorbanan
berarti mengutamakan kepentingan sosial dan lingkungan, sementara nasionalisme berarti
kepedulian aktif terhadap kemanusiaan universal.

Dengan demikian, kepahlawanan yang inklusif adalah kesediaan untuk berjuang tanpa
harus dikenal serta keberanian memperjuangkan nilai kemanusiaan lintas batas identitas. (*) 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved