Berita Viral
Sosok Pelapor Rasnal dan Abdul Muis, Guru di Luwu Utara Dituding Pungli Rp20 Ribu Kini Bernasib PTDH
Rasnal dan Abdul Muis, guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan terimbas PTDH gegara perkara pungutan Rp20 ribu untuk membantu guru honorer.
Ringkasan Berita:
- Sosok Rasnal dan Abdul Muis, guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan kini mendadak menyita perhatian publik
- Keduanya yang memiliki profesi mulia ini terimbas pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) gegara perkara pungutan Rp20 ribu untuk membantu guru honorer
- Kedua nama itu di-PTDH usai dilaporkan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menilai sumbangan orang tua itu sebagai pungutan liar (pungli)
BANGKAPOS.COM - Sosok Rasnal dan Abdul Muis, guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan kini mendadak menyita perhatian publik.
Keduanya yang memiliki profesi mulia ini terimbas pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) gegara perkara pungutan Rp20 ribu untuk membantu guru honorer.
Kala itu, Rasnal menjabat sebagai Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara.
Sedangkan Abdul Muis seorang guru di sekolah tersebut.
Baca juga: Profil Syahrial Abdi Sekda Riau Baru 2 Bulan Diperiksa KPK, Lulusan STPDN Lebih Kaya dari Gubernur
Kedua nama itu di-PTDH usai dilaporkan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menilai sumbangan orang tua itu sebagai pungutan liar (pungli).
LSM merupakan organisasi nonpemerintah yang didirikan oleh masyarakat secara mandiri, biasanya untuk memperjuangkan kepentingan sosial, kemanusiaan, lingkungan, atau hak asasi manusia.
Kronologi Pilu Guru Dipecat
Kasus dialami Rasnal bermula pada Januari 2018, tak lama setelah Rasnal dilantik menjadi Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara.
Sekitar sepuluh guru honorer datang mengadu karena honor mengajar selama sepuluh bulan pada 2017 belum dibayarkan.
Sebagai kepala sekolah baru, ia menanyakan ke bendahara dan staf Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Dalam Petunjuk Teknis (Juknis) dana BOSP, hanya guru yang memenuhi empat syarat—terdaftar di Dapodik, memiliki NUPTK, SK Gubernur, dan akta mengajar—yang berhak menerima honor.
Rasnal menggelar rapat dewan guru untuk mencari solusi, kemudian melibatkan komite sekolah dan orangtua siswa pada 19 Februari 2018.
Rapat itu melahirkan kesepakatan: sumbangan sukarela Rp 20 ribu per bulan per siswa, dikelola komite untuk membantu honor guru.
“Semua orang tua setuju. Tidak ada paksaan, tidak ada yang menolak. Komite sendiri yang mengetuk palu,” kata Rasnal dikutip dari Kompas.com.
Pada 2020, muncul laporan dari sebuah LSM yang menilai sumbangan orang tua itu sebagai pungutan liar (pungli).
Setelah itu, ia menjalani pemeriksaan hingga persidangan sampai akhirnya divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.
Rasnal menjalani hukuman satu tahun dua bulan, delapan bulan di penjara dan sisanya tahanan kota.
“Saya tidak punya uang 50 juta untuk membayar denda, jadi saya jalani semuanya,” katanya.
Setelah bebas pada 29 Agustus 2024, Rasnal kembali mengajar di SMA Negeri 3 Luwu Utara.
Namun, gajinya tidak lagi masuk ke rekening sejak Oktober 2024.
Hingga akhirnya keluar keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Pemerintah Provinsi Sulsel melalui Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD.
“Saya terdiam lama. Saya pikir, beginikah nasib seorang guru yang ingin menolong?” ujarnya pelan.
Sementara, Abdul Muis ditunjuk oleh rapat orang tua siswa dan pengurus komite untuk mengelola dana sumbangan sukarela.
“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orang tua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” kata Abdul Muis kepada Kompas.com saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025).
Delapan bulan menjelang masa pensiun, ia resmi diberhentikan dari status PNS berdasarkan putusan MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.
Wali Murid Sukarela Bayar Dana Rp20 Ribu
Sederet fakta kasus pemecatan dua figur penting di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Abdul Muis, S.Pd., seorang guru Sosiologi yang juga Bendahara Komite, serta mantan Kepala Sekolah (Kepsek), Rasnal diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) menyita perhatian publik.
Keduanya dipecat terkait pengumpulan dana komite sekolah sebesar Rp20.000 per siswa.
Kasus ini bermula dari laporan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menuding adanya pungutan liar (pungli) di sekolah.
Guru Abdul Muis berinisiatif mengusulkan ke wali murid untuk mengumpulkan sumbangan sukarela sebesar Rp20.000 per bulan.
Meskipun wali murid dilaporkan menyepakati dan sukarela membayar iuran tersebut demi membantu para guru honorer, inisiatif ini kemudian diusut oleh pihak berwenang.
Orang Tua Murid Bantu Cari Keadilan
Sejumlah orang tua siswa SMAN 1 Luwu Utara angkat bicara soal polemik dana komite sekolah yang menyeret mantan kepala sekolah dan bendahara komite hingga berujung hukuman penjara serta pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Para orang tua siswa membantah adanya unsur paksaan dalam pembayaran dana komite.
Baca juga: Sosok Indah Pertiwi, Crazy Rich Terseret Pelicin Jabatan Bupati Ponorogo Sugiri, Teman Dokter Yunus
Mereka menegaskan iuran tersebut dibayar secara sukarela dan merupakan hasil kesepakatan bersama orang tua siswa serta pihak komite sekolah.
“Pembayaran dana komite itu adalah kesepakatan orang tua. Kami tidak keberatan dengan iuran itu, karena anak kami yang dididik,” ujar Akramah, orang tua siswa SMAN 1 Luwu Utara yang turut membayar dana komite pada 2018, dilansir dari Tribuntimur.com.
Akramah mengatakan, pembayaran iuran dilakukan dengan niat membantu guru honorer yang berjasa dalam mendidik anak-anak mereka.
“Pembayaran iuran itu untuk kebaikan guru yang mengajar anak kami. Kami tidak keberatan, apalagi Rp20 ribu itu tidak sebanding dengan jasa mereka,” tambahnya.
Ia juga memastikan dalam rapat komite, seluruh orang tua siswa sepakat untuk membayar iuran tersebut.
“Saat rapat pun tidak ada orang tua yang menolak. Semua sepakat karena itu untuk membantu sekolah,” ujarnya.
Akramah menyayangkan pemecatan terhadap dua pendidik tersebut yang dinilainya hanya berniat membantu guru honorer dan meningkatkan mutu pendidikan.
“Kembalikan hak dua guru yang diberhentikan. Mereka punya keluarga, dan anak-anak kami bisa sukses karena mereka,” ucapnya sambil meneteskan air mata.
Orang tua siswa lainnya, Taslim, juga menegaskan iuran sebesar Rp20 ribu per bulan itu dibayar secara sukarela setelah melalui rapat dan kesepakatan bersama.
“Pembayaran iuran itu tidak serta merta ada. Semua melalui rapat komite dan orang tua siswa,” kata Taslim, Senin (10/11/2025).
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut bahkan memberikan keringanan bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak di sekolah.
“Kalau ada dua anak bersaudara di sekolah, hanya satu yang membayar. Jadi memang tidak memberatkan,” jelasnya.
Para orang tua berharap pemerintah dapat meninjau ulang keputusan pemecatan terhadap dua pendidik tersebut.
“Kami tidak melawan putusan pemerintah, tapi mungkin perlu ditinjau ulang karena ini bukan korupsi. Dana itu bukan uang negara, melainkan sumbangan sukarela dari orang tua siswa. Kami meminta Bapak Presiden memperhatikan masalah ini dan mengembalikan hak dua guru yang dipecat,” harapnya.
Guru Dituding Pungli
Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumah guru Abdul Muis menanyakan soal dana sumbangan.
“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.
Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian.
Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.
Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.
“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.
Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.
“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.
Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.
Baca juga: Profil dr Gia Pratama Putra, Viral Cerita Rahim Wanita Copot di Kresek, Anak Capt. Amir Hamzah
Rasnal dan Abdul Muis jadi Tersangka
Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan bendahara komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Masamba dan menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.
Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah.
Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.
“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ujar Abdul Muis dilansir dari Kompas.com.
“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.
Usai menjalani masa pidana, Muis kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.
Namun, beberapa waktu kemudian ia menerima SK pemberhentian tidak dengan hormat dari Gubernur Sulsel.
Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.
“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.
Aksi Solidaritas Guru
Keputusan PTDH ini sontak memicu gelombang keprihatinan dan solidaritas dari berbagai pihak.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara memimpin aksi damai, menuntut keadilan bagi rekan mereka yang dinilai menjadi korban kriminalisasi atas dasar kebijakan sekolah yang bertujuan mulia.
Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.
“Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.
Baca juga: Segini Tunjangan Didapat 10 Ahli Waris Pahlawan Nasional Baru Ditetapkan Prabowo, Ada Juga Fasilitas
PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.
Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:
- Drs. Rasnal, M.Pd, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD
- Drs. Abdul Muis, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD
Kini, Abdul Muis berharap keputusan PTDH dapat ditinjau ulang demi memulihkan martabatnya sebagai pendidik menjelang masa purnabakti.
“Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.
Ia tak menyangka pengabdiannya selama puluhan tahun di dunia pendidikan harus berakhir dengan keputusan pahit.
Abdul Muis sendiri telah menjadi guru sejak tahun 1998, dengan total pengabdian selama 27 tahun.
Baca juga: Profil Mayjen Febriel Buyung Sikumbang, Kasatgas PKH Halilintar Sergap Praktik Tambang Ilegal Babel
DPRD Turun Tangan
Simpati dan dukungan untuk dua guru di yang diberhentikan yakni terus mengalir dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, A. Syafiuddin Patahuddin.
Pihaknya akan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas persoalan ini secara terbuka.
“Saya mendukung segala upaya yang dilakukan Pak Muis dan Pak Rasnal, dua guru yang terzalimi tersebut. Kita semua tentu berharap keadilan berpihak kepada mereka,” kata Syafiuddin kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).
Menurut Syafiuddin, berbagai langkah sebenarnya telah ditempuh untuk mencegah pemberhentian keduanya.
Ia mengatakan, komunikasi sudah dilakukan dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya dengan bidang disiplin pegawai.
“Beberapa langkah sudah dilakukan untuk mencegah dan memediasi agar kedua guru tersebut tidak di-PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Komunikasi sudah dibangun dengan Kadis Pendidikan Provinsi Sulsel, terutama bagian disiplin,” ucapnya.
Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan pimpinan DPRD Sulsel, khususnya Komisi D yang membidangi urusan pendidikan.
Fraksi PKS, kata dia, siap memberikan dukungan politik dan memfasilitasi pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas persoalan ini secara terbuka.
“Saya sudah koordinasi dengan pimpinan DPRD Sulsel, khususnya ke Komisi D. Kami siap mendukung dan memfasilitasi RDP agar masalah ini bisa mendapat titik terang,” tuturnya.
Syafiuddin menegaskan bahwa penyelesaian kasus seperti ini harus mengedepankan rasa keadilan dan kemanusiaan, bukan sekadar penegakan sanksi administratif.
“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka telah mencurahkan hidupnya untuk mencerdaskan bangsa. Karena itu, dalam kasus seperti ini, pendekatan kemanusiaan dan proporsionalitas harus menjadi pertimbangan utama,” ujarnya.
Ia berharap RDP nanti dapat menghadirkan semua pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan, PGRI, dan perwakilan masyarakat pendidikan di Luwu Utara, agar solusi yang dihasilkan benar-benar berpihak pada kebenaran dan keadilan.
PGRI Ajukan Permohonan Grasi
Sebelumnya, para guru yang tergabung dalam PGRI Luwu Utara menggelar aksi solidaritas di halaman kantor DPRD Luwu Utara pada Selasa (4/11/2025) sebagai bentuk dukungan terhadap Rasnal dan Abdul Muis.
PGRI Kabupaten Luwu Utara resmi mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru yang diberhentikan tidak hormat setelah divonis bersalah dalam kasus pungutan dana komite sekolah.
Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, menyatakan pihaknya telah menyampaikan surat resmi kepada Presiden pada 4 November 2025.
Surat itu berisi permohonan agar kedua guru tersebut mendapat grasi dan kesempatan peninjauan kembali (PK) atas dasar kemanusiaan dan dedikasi panjang mereka di dunia pendidikan.
“Kami memohon kepada Bapak Presiden agar kiranya berkenan memberikan grasi kepada dua anggota kami yang telah mengabdi puluhan tahun sebagai pendidik. Kami menilai keduanya layak mendapat pertimbangan kemanusiaan dan keadilan,” kata Ismaruddin kepada Kompas.com, Jumat (7/11/2025).
Ismaruddin menegaskan, permohonan grasi dan PK tersebut bukan untuk menolak keputusan pengadilan, melainkan untuk mencari keadilan yang lebih berimbang dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan pengabdian.
“Kami tidak menutup mata terhadap hukum. Namun kami percaya, keadilan sejati bukan hanya soal hukuman, tapi juga tentang bagaimana negara memberi kesempatan kepada warganya untuk memperbaiki diri,” tuturnya.
(Tribun-timur.com/Tribunnews.com/TribunSumsel.com/Kompas.com)
| Bilqis Bukan Korban Pertama, Pelaku Ternyata Sudah Sering Jual Bayi dan Anak |
|
|---|
| Fakta Nadia Hutri Otak Penculikan Bilqis, Beli 3 Juta Dijual Lagi 15 Juta, Ini Rumah & Pekerjaannya |
|
|---|
| Cara Polisi Bujuk Bilqis yang Ketakutan saat Dijemput di Hutan Merangin, Akhirnya Mau Pulang |
|
|---|
| Sosok Rasnal, Eks Kepala SMAN 1 Luwu Utara di-PTDH Gegara Rp20 Ribu, Bantu Honorer Dianggap Pungli |
|
|---|
| Sosok Nadia Hutri Otak Pelaku Penculikan Bilqis di Makassar, Sudah Jual 9 Bayi & 1 Anak Lewat TikTok |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20251111-RASNAL2.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.