Polisi Aktif Tidak Boleh Lagi Duduki Jabatan Sipil, MK Kabulkan Uji UU Kepolisian
Polisi aktif kini sudah tidak bisa lagi menduduki jabatan sipil. Kapolri sudah tidak bisa lagi menunjuk anggotanya ...
Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM -- Polisi aktif kini sudah tidak bisa lagi menduduki jabatan sipil.
Kapolri sudah tidak bisa lagi menunjuk anggotanya untuk bertugas di luar institusi Polri.
Kebijakan ini berlaku sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite dalam sidang perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Sidang tersebut menguji Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian.
Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite menyoroti praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua KPK, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT, tanpa proses pengunduran diri atau pensiun.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Utama, MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” kata Ridwan.
Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian.
Sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Hal demikian menurut pemohon sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.
Serta merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan para pemohon dikabulkan seluruhnya.
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan pasal tersebut justru menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.
Saat ini, banyak anggota polisi aktif yang rangkap jabatan, menduduki posisi strategis tersebar di berbagai Lembaga atau institusi sipil.
Termasuk di antaranya di lembaha Komisi Perantasan Korupsi (KPK) yang sebelum sebelumnya tidak boleh sama sekali mendaftar komisioner sebelum dipastikan berstatus pensiunan.
MK Diminta Batasi Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil
Banyaknya anggota Kepolisian Negara RI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar institusi Polri dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi.
Peradilan konstitusi tersebut diminta untuk menutup celah regulasi, tepatnya di dalam Undang-Undang Kepolisian Negara RI, yang memberi peluang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil di kementerian dan lembaga.
Pada Senin (1/9/2025), Mahkamah Konstitusi (MK) memberi kesempatan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyampaikan keterangan ataupun sanggahan terhadap permohonan tersebut yang disampaikan melalui uji materi UU Kepolisian.
Namun, kedua institusi tersebut belum siap memberikan jawaban sehingga dilakukan penundaan sidang.
”DPR tadi sebenarnya sudah confirm bahwa akan memberikan keterangan. Tapi, menjelang persidangan, kemudian, memberi kabar kalau belum siap. Jadi, kami kira dari Majelis (Mahkamah) bisa memahami karena beberapa kendali dan situasi,"
"Kebetulan juga pemerintah atau Presiden belum siap juga, jadi nanti bisa digabung sekaligus untuk keterangan pemerintah dan DPR-nya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat memimpin persidangan, Senin.
Sebelumnya, pemerintah yang diwakili oleh Pelaksana Tugas Direktur Litigasi dan Nonlitigasi Kementerian Hukum Kanti Mulyani yang hadir secara daring dikonfirmasi oleh Suhartoyo.
”Untuk Pemerintah sudah ada surat untuk minta penundaan, apa betul seperti itu, Ibu?” tanya Suhartoyo.
”Sudah, Bapak… sudah, Yang Mulia. Izin, kami submit hari Kamis,” kata Kanti.
MK kemudian menjadwalkan ulang persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR pada 8 September 2025 mendatang.
Suhartoyo meminta agar pemerintah tidak meminta penundaan lagi. ”Dikoordinasikan yang baik dan lebih siap,” kata Suhartoyo.
Ketidaksiapan pemerintah dan DPR itu juga tak hanya untuk perkara pengujian UU Kepolisian (nomor 114/PUU-XXIII/2025).
Untuk pengujian UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Kehutanan yang teregister dengan nomor 123/PUU-XXIII/2025, kedua institusi itu belum juga siap memberikan keterangan. Pemerintah masih ingin menyusun keterangannya.
MK kemudian menjadwalkan ulang persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR pada 8 September 2025 mendatang.
Permohonan uji materi UU Kepolisian diajukan oleh Syamsul Jahidin, mahasiswa doktoral yang juga advokat, dan Christian Sihite yang merupakan lulusan Fakultas Hukum yang mengaku belum mendapat pekerjaan yang layak.
Keduanya mempersoalkan ketentuan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI beserta penjelasannya.
Pasal tersebut mengatur, ”Anggota Kepolisian Negara RI dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”
Pada bagian penjelasan disebutkan, ”Yang dimaksud dengan ’jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’.
Ketidakpastian Hukum
Dalam persidangan sebelumnya, Syamsul mengatakan, pasal tersebut dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum.
Pada dasarnya, pasal itu mengatur anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri ataupun pensiun dari dinas kepolisian.
Namun, pada praktiknya, pasal itu ditafsirkan sedemikian rupa sehingga anggota Polri aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil di luar struktur organisasi kepolisian.
Syamsu Jahidin, dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan 29 Juli 2025, menyebutkan sejumlah petinggi kepolisian yang masih aktif, tapi bertugas di luar institusi tersebut.
Misalnya, Komjen (Pol) Setyo Budiyanto sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen (Pol) Rudy Heriyanto selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komjen (Pol) Andes Panca Putra Simanjuntak di Lemhannas, Komjen (Pol) Nico Afinta selaku Sekjen Kementerian Hukum, Komjen (Pol) Marthinus Hukom selaku Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen (Pol) Albertus Rachmad Wibowo selaku Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan masih banyak lagi.
Ketentuan Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian mengandung ketidakjelasan mengingat tidak ada pembatasan yang pasti khususnya di bagian penjelasan norma.
Menurut dia, ketentuan Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian mengandung ketidakjelasan mengingat tidak ada pembatasan yang pasti khususnya di bagian penjelasan norma. Hal itu membuka peluang atau memberi celah bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya secara definitif. Sehingga, Pasal 28 Ayat (3) UU Polri dinilai pemohon telah menciptakan ketidaksetaraan di dalam hukum dan pemerintahan.
Oleh karena itu, menurut Syamsul, pasal tersebut bertentangan dengan pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 yang menjamin adanya kepastian hukum serta Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 terkait Jaminan kesempatan yang sama di dalam pemerintahan.
”Norma ini secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan birokrasi dan kehidupan sosial masyarakat. Hal tersebut juga menciptakan diskriminasi struktural terhadap warga sipil termasuk pemohon dan membuka ruang sempit dalam tata kelola sipil yang bertentangan dengan semangat demokratisasi dan supremasi sipil pascareformasi,” ujar Syamsul.
Oleh karena itu, ia meminta MK untuk menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ”anggota Kepolisian Negara RI hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian setelah mengundurkan diri secara permanen dan tidak lagi berstatus sebagai anggota Polri aktif.”
Permintaan serupa juga dilakukan untuk Penjelasan Pasal 28 Ayat (3), di mana pasal tersebut perlu dinyatakan bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ”bahwa anggota Kepolisian Negara RI yang belum mengundurkan diri atau pensiun tidak dapat secara sah menduduki jabatan sipil, termasuk jabatan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI”.
(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Kompas.id)
| Gara-Gara Ikuti Gaya K-Pop, Gadis 20 Tahun Asal Tiongkok Alami Gagal Ginjal Akibat Cat Rambut |
|
|---|
| Siapa Dumatno Budi Utomo? Diyakini Roy Suryo Pria di Foto Ijazah Jokowi: Bibirnya Bukan Bibir Jokowi |
|
|---|
| Sosok Aresty Gunar Tunarga, Istri Pegawai Pajak di Manokwari Dibunuh dan Dibuang ke Septic Tank |
|
|---|
| Sosok Dumatno Budi Utomo, Roy Suryo Sebut Fotonya Dipakai di Ijazah Jokowi |
|
|---|
| Kepala BGN Dadan Hindayana Disemprot DPR Usai Minta Uang ke Menkeu Purbaya: Ga Ngerti Mekanisme |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20251113-Polisi-Aktif-Tidak-Boleh-Lagi-Duduki-Jabatan-Sipil.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.