UMP 2026
Serikat Buruh Tolak UMP 2026 Naik 3,75 Persen, Apindo: Hati-hati
Kalangan serikat buruh terus mendesak pemerintah agar menaikkan upah minimum sebesar 10 persen hingga 20 persen dari UMP 2025.
Ringkasan Berita:
- Serikat buruh desak pemerintah naikkan upah minumum 6,5 - 10,5 persen.
- Apindo ingatkan pemerintah hati-hati tetapkan besaran UMP 2026.
- UMP 2026 diumumkan 21 November dan paling lambat 30 November 2025.
BANGKAPOS.COM - Pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 antara serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah masih alot.
Kalangan serikat buruh terus mendesak pemerintah agar menaikkan upah minimum sebesar 6,5 persen hingga 10,5 persen dari UMP 2025.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menjadwalkan UMP 2026 akan dimumkan pada 21 November 2025.
Upah minimum ditetapkan oleh pemerintah sebagai jaring pengaman agar pekerja menerima penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tidak terima usulan perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) versi pemerintah.
Baca juga: UMP Bangka Belitung 2026 Segera Diumumkan, Bandingkan dengan Jakarta dan Sumsel Selama 5 Tahun
KSPI menyebut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melakukan perhitungan untuk kenaikan UMP tahun depan sebesar 3,5-3,75 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, angka ini sangat rendah dan berdampak pada beberapa daerah yang masih memiliki UMP kecil.
“Rata-rata upah minimum adalah Rp3 juta atau bahkan kurang dari Rp3 juta per bulan. Besaran 3,75 persen dikalikan Rp3 juta kurang, kira-kira naiknya hanya Rp100 ribu,” ujar Said, Selasa (18/11/2025).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51 tahun 2023, UMP tahun berikutnya harus diumumkan paling lambat 21 November dan UMK paling lambat 30 November.
Jika tanggal tersebut jatuh pada hari libur atau hari Minggu, pengumuman wajib dilakukan satu hari sebelumnya.
KSPI Usulkan 3 Opsi
KSPI memberikan tiga opsi kenaikan UMP untuk tahun depan.
Pertama, buruh menyetujui jika kenaikan UMP 2026 sama dengan angka pada kenaikan 2025.
"Angka kompromi pertama adalah 6,5 persen. Ikuti keputusan Presiden Prabowo Subianto tahun lalu. Angka makro ekonominya, inflasi, dan pertumbuhan, kira-kira tidak terlalu jauh beda," kata Said.
Opsi kedua yaitu, kenaikan UMP 2026 sebesar 7,77 persen.
Kemudian opsi ketiga, paling tinggi 10,5 persen.
"Step ketiga, angka kompromi tertingginya 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen, karena indeks tertentunya kami menggunakan 1,0 sampai 1,5,” kata Said.
Buruh DKI Minta UMP Rp6 Juta
Sebelumnya, sebanyak 24 federasi serikat buruh se-Jakarta mendesak bertemu langsung dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk membahas UMP 2026.
Desakan itu disampaikan dalam aksi demonstrasi di depan Balai Kota Jakarta, Senin (17/11/2025).
"Tuntutan kami adalah kenaikan UMP 2026 sebesar 11 persen. Kemudian juga agar upah minimum sektoral provinsi (UMSP) sektor logistik dimasukkan dalam standar penghitungan upah," ujar bendahara FSB KIKES KSBSI, Taufik.
“Ya setidaknya naik UMP Jakarta dari Rp 5,4 juta menjadi Rp 6 juta,” lanjut dia.
Aksi ini disebut sebagai tahap awal sebelum penetapan UMP pada 21 November 2025.
Apindo Ingatkan Pemerintah Hati-hati Tetapkan UMP
Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah berhati-hati dalam merumuskan formula kenaikan upah agar tidak menimbulkan beban berat bagi pelaku usaha.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menyampaikan, kepastian dalam penghitungan upah merupakan bagian penting dari kepastian berusaha di Indonesia. Menurutnya, selama ini formula penghitungan UMP yang diatur melalui Undang-Undang Cipta Kerja telah memberikan arah dan kepastian bagi investor.
"Salah satu aspek kepastian berusaha itu juga ada kepastian dari segi upah. Kalau tidak ada kepastian dan setiap tahun asal saja keluar angka, itu tidak memungkinkan," tutur Shinta saat ditemui Wartawan di Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa formula UMP sejatinya telah disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Karena itu, UMP seharusnya tidak disamaratakan di seluruh wilayah.
"Kita mesti menyadari bahwa UMP itu sebenarnya adalah jaring pengaman sosial. Jadi (besaran upah ke buruh) benar-benar minimum wage. Kenyataannya di lapangan, yang dibayar sesuai UMP itu hanya pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun," ungkapnya.
Menurut Shinta, keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan penyesuaian formula penghitungan UMP membuat pemerintah harus kembali merumuskan ulang sistem yang sebelumnya telah berjalan.
"Sekarang dengan adanya putusan MK dengan 12 butir itu, kita harus mengulang kembali proses yang tadinya sudah diselesaikan dalam UU Cipta Kerja. Kita mulai lagi dengan undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Jadi memang banyak effort yang harus dilakukan," jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa kenaikan UMP yang tidak realistis dapat berdampak serius bagi sektor industri padat karya seperti tekstil dan garmen, yang saat ini sudah menghadapi tekanan biaya tinggi dan penutupan pabrik.
"Kalau UMP diberikan kenaikan yang sudah tidak mungkin diserap, perusahaan pasti terpaksa melakukan PHK. Ini yang harus sangat diperhatikan," ujar Shinta.
Selain UMP, Shinta juga menyoroti keberadaan upah sektoral yang menjadi tambahan di atas UMP. Menurutnya, kebijakan itu perlu dievaluasi karena semakin menambah beban biaya usaha.
Menurut Apindo, UMP adalah jaring pengaman sosial, jadi upah yang diberikan ke buruh benar-benar minimum.
Apindo berharap formula baru yang sedang disusun pemerintah dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan pekerja dan kemampuan dunia usaha.
"Kami harap semua sadar, ini bukan hanya soal menentukan berapa angkanya, tapi apakah kita bisa bertahan dengan angka tersebut. Kalau dipaksakan, dampaknya bisa luas terhadap lapangan pekerjaan," ucapnya.
Shinta juga menyinggung pentingnya mempertimbangkan daya saing internasional, terutama dengan negara seperti Vietnam yang memiliki jam kerja lebih panjang dan biaya produksi lebih rendah.
"Working hours kita saja 40 jam per minggu, sementara Vietnam 48 jam. Belum lagi cost-cost lain. Ini yang membuat kita kurang kompetitif," jelasnya.
Terkait formula penghitungan baru yang tengah digodok pemerintah sesuai putusan MK, Shinta menyatakan bahwa dunia usaha akan mengikuti ketentuan yang berlaku. Namun, ia berharap kebijakan tersebut tidak menimbulkan kejutan bagi industri.
"Kita menunggu finalisasinya, tapi pastinya akan ada tambahan komponen sesuai keputusan MK. Harapan kami, kali ini jangan sampai mengagetkan. Semoga bisa fair untuk semua pihak, baik pekerja maupun pemberi kerja," kata Shinta.
Jadwal Pengumuman UMP 2026
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menjadwalkan UMP 2026 akan dimumkan pada 21 November 2025.
Upah minimum ditetapkan oleh pemerintah sebagai jaring pengaman agar pekerja menerima penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar.
Sebelum pengumuman UMP, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) ditargetkan rampung.
"Permenaker sebelum 21 November lah kita targetkan. Kan 21 November itu pengumuman provinsinya," ujarnya.
Setelah UMP ditetapkan, tahap berikutnya pengumuman Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
UMK 2026 diumumkan setelah penetapan UMP, atau paling lambat 30 November 2025.
Tahapan ini membuat pemerintah daerah atau pemda menyesuaikan kebijakan upah dengan kondisi ekonomi daerah.
Kata Yassierli, pembahasan mengenai upah minimum masih terus dilakukan bersama buruh hingga dewan pengupahan. Belum ada keputusan final mengenai angka kenaikan hingga formulasinya.
"Kita terus melakukan dialog sosial, mendapatkan masukan dari teman-teman serikat pekerja, serikat buruh dan dari teman-teman pengusaha Apindo. Tunggu saja," ujar Yassierli.
Rumus Perhitungan
Selama ini, rumus perhitungan dasar UMP tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Di mana, beleid ini dipakai untuk merumuskan UMP 2024 dan 2025.
Namun pada tahun ini, penetapan UMP 2026 dipastikan akan memiliki landasan hukum yang berbeda.
Hal ini setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mencabut dan merevisi sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap tidak sejalan dengan UUD 1945, khususnya aturan tentang cara penghitungan upah minimum.
Atas dasar itu, akan ada formula baru untuk menetapkan UMP dan UMK.
Formula ini dirancang agar lebih transparan, realistis, serta berpihak pada perlindungan pekerja tanpa mengabaikan stabilitas dan kelangsungan dunia usaha.
Pemerintah harus memperhatikan biaya produksi dan menurunkan daya saing industri nasional.
Selain inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga menjadi dasar penting dalam perhitungan.
Untuk itu, Menaker membuka peluang untuk mengubah rumus perhitungan UMP 2026 sangat terbuka karena dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.
“Kami sedang menyiapkan regulasinya. Bisa jadi berubah (aturannya-red). Kita buka peluang (mengubah aturan,-red),” ujar Yassierli.
Jenis-Jenis Upah Minimum
- UMP (Upah Minimum Provinsi). UMP berlaku untuk seluruh wilayah provinsi.
- UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). UMK ditetapkan untuk kabupaten/kota tertentu, dan biasanya lebih tinggi dari UMP.
- UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota). UMSK berlaku untuk sektor industri tertentu di daerah tertentu (jika disepakati).
Berdasarkan Permenaker No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum dan peraturan terbaru, upah minimum terdiri dari:
- Upah pokok
- Tunjangan tetap (jika ada)
Daftar UMP 2025 di 38 Provinsi:
- Aceh: Rp3.685.615
- Sumatera Barat: Rp2.994.193
- Sumatera Selatan: Rp3.681.570
- Sumatera Utara: Rp2.992.559
- Bangka Belitung: Rp3.876.600
- Bengkulu: Rp2.670.039
- Jambi: Rp 3.234.533
- Riau: Rp 3.508.775
- Kepulauan Riau: Rp3.623,653
- Lampung: Rp 2.893.068
- Banten: Rp 2.905.119
- DKI Jakarta: Rp5.396.761
- DI Yogyakarta: Rp 2.264.080
- Jawa Barat: Rp 2.191.232
- Jawa Tengah: Rp 2.169.348
- Jawa Timur: Rp 2.305.984
- Bali: Rp 2.996.560
- Nusa Tenggara Barat: Rp 2.602.931
- Nusa Tenggara Timur: Rp2.328.969
- Kalimantan Barat: Rp 2.878.286
- Kalimantan Selatan: Rp 3.496.194
- Kalimantan Tengah: Rp 3.473.621
- Kalimantan Timur: Rp 3.579.313
- Kalimantan Utara: Rp 3.580.160
- Gorontalo: Rp3.221.731
- Sulawesi Barat: Rp3.104.430
- Sulawesi Selatan: Rp3.657.527
- Sulawesi Tengah: Rp 2.914.583
- Sulawesi Tenggara: Rp3.073.487
- Sulawesi Utara: Rp3.775.425
- Maluku Utara: Rp 3.408.000
- Maluku: Rp 3.141.699
- Papua Barat Daya: Rp4.285.847
- Papua Barat: Rp 3.615.000
- Papua Pegunungan: Rp4.024.270
- Papua Selatan: Rp4.024.270
- Papua Tengah: Rp4.285.848
- Papua: Rp4.285.850.
(Tribunnews.com/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz, Seno Tri Sulistiyono, Lita Febriani)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.