Apa Itu Bencana Hidrometeorologi? Indonesia Siaga Banjir, Tanah Longsor Hingga Badai

Tito Karnavian meminta seluruh kepala daerah di Indonesia meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.

Editor: Fitriadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
BANJIR JAKARTA - Anak-anak bermain saat banjir melanda kawasan Tanjung Sanyang, Cawang, Jakarta, Senin (3/3/2025). Jelang akhir tahun 2025, bencara hidrometeorologi kembali menghantui masyarakat tidak hanya di ibu kota Jakarta, tapi seluruh wilayah Indonesia. 
Ringkasan Berita:
  • BMKG mengingatkan aktivitas gelombang atmosfer dan sirkulasi siklonik yang berpotensi memicu cuaca ekstrem.
  • Banjir, tanah longsor, angin kencang hingga puting beliung jadi ancaman serius.
  • Gubernur, Bupati dan Wali Kota diminta meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi

 

BANGKAPOS.COM - Kondisi cuaca di Indonesia akhir-akhir ini terbilang ekstrem.

Curah hujan yang tinggi serta angin kencang hingga puting beliung menyebabkan banjir, tanah longsor serta kerusakan bangunan.

Bencana tanah longsor belum lama ini terjadi di Cilacap dan Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah.

Baca juga: Warga Ketakutan Melihat Tanah di Bukit Bergerak Menerjang Hutan Lalu Menggulung Rumah

Begitu pun banjir terjadi di sejumlah daerah termasuk wilayah ibu kota Jakarta.

Sedangkan puting beliung tidak hanya menerjang daerah di Pulau Jawa tapi juga Sumatera, Sulawesi dan daerah lainnya.

Fenomena La Nina dan El Nino juga menyebabkan gelombang laut tinggi.

Mendagri Minta Seluruh Kepala Daerah Siaga

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian meminta seluruh gubernur, bupati, dan wali kota di Indonesia untuk segera meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.

Baca juga: Sosok Fitri Assiddikki, Terima Uang Haram Rp2 M dan Mobil Rp1 M Korupsi CSR BI OJK Heri Gunawan

Permintaan Mendagri ini menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia pada 17 November 2025 dan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) per 13 November 2025 mengenai adanya aktivitas gelombang atmosfer dan sirkulasi siklonik yang berpotensi memicu cuaca ekstrem.

Menyikapi kondisi tersebut, melalui Surat Edaran bernomor 300.2.8/9333/SJ, Mendagri meminta para kepala daerah mengambil langkah-langkah strategis.

Berikut permintaan Mendagri, dilansir Bangkapos.com dari Tribunnews:

1. Meminta kepala daerah segera memetakan daerah rawan bencana hidrometeorologi berdasarkan kajian risiko, rencana kontingensi, dan rekayasa cuaca.

2. Daerah juga diminta mengoptimalkan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) serta menyiagakan sumber daya perangkat daerah, masyarakat, dan dunia usaha untuk mengantisipasi terjadinya bencana di kawasan yang dinilai rawan.

3. Meminta kepala daerah melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi serta simulasi tanggap bencana untuk meningkatkan respons masyarakat dan menentukan langkah kesiapsiagaan. Hal ini penting untuk mengurangi risiko dan dampak bencana hidrometeorologi.

4. Kepala daerah perlu mengaktifkan posko bencana dan melaksanakan apel kesiapsiagaan dengan melibatkan TNI, Polri, Basarnas, instansi vertikal, relawan, dan unsur masyarakat lainnya. Kegiatan ini juga perlu dipublikasikan melalui media elektronik dan cetak.

5. Melakukan pengendalian operasi dan penyiapan logistik serta peralatan yang memadai untuk mendukung layanan penanggulangan bencana.

6. Kepala daerah juga harus melakukan pemantauan situasi terkini secara cermat dan berkelanjutan (real time) berdasarkan informasi dari BMKG.

7. Menyosialisasikan dan menyebarluaskan informasi berbasis data bencana yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah dengan menggunakan media elektronik dan cetak.

8. Kepala daerah segera melakukan pemantauan dan perbaikan infrastruktur, serta normalisasi sungai sebagai upaya pengendalian banjir, rob, dan tanah longsor.

9. Kepala daerah segera melakukan pertolongan cepat, pendataan jumlah korban dan kerugian, serta pemenuhan kebutuhan dasar korban terdampak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal,” jelas Mendagri.

10. Kepala daerah juga perlu mengoptimalkan peran camat dalam penanggulangan bencana melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana.

11. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan kepada bupati/wali kota di wilayahnya, serta melaporkan pelaksanaannya kepada Mendagri melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil).

12. Bupati/wali kota wajib melaporkan hasil pelaksanaan penanggulangan bencana di wilayah masing-masing kepada Mendagri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Apa Itu Bencara Hidrometeorologi?

Melansir laman bpbd.bogorkab.go.id, bencana hidrometeorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin dan kelembapan.

Bentuk bencana hidrometeorologi berupa kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, longsor, angin puyuh, gelombang dingin, hingga gelombang panas.

Penyebab bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem.

Indonesia sering mengalami erubahan cuaca dan iklim secara mendadak dan ekstrem yang berujung pada bencana hidrometeorologi, seperti dikutip dari situs Ilmu Geografi.

Cuaca ekstrem seperti kemarau panjang menyebabkan kekeringan, hingga hujan lebat dalam periode lama yang bisa menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor.

Melansir situs Konservasi DAS UGM, bencana hidrometeorologi di Indonesia juga dipengaruhi oleh fenomena La Nina dan El Nino.

El Nino berpengaruh terhadap kekeringan di Indonesia karena dengan adanya angin ini curah hujan di sekitar indonesia menjadi berkurang dan terkadang menyebabkan kekeringan panjang. 

Sebaliknya, La Nina yang berpengaruh terhadap curah hujan tinggi di Indonesia dan menyebabkan kota, daerah yang tidak memiliki resapan yang bagus akan terkena banjir.

BMKG mengingatkan La Nina bisa mengakibatkan cuaca ekstrem karena bersamaan dengan gelombang MJO (Madden Julian Oscillation).

BMKG mengatakan La Nina ini terjadi di periode awal musim hujan Indonesia. Alhasil, La Nina bisa meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah.

Apa Itu La Nina

La Nina dalam bahasa Spanyol berarti gadis kecil.

La Nina mewakili periode suhu permukaan laut di bawah rata-rata di Pasifik Khatulistiwa timur-tengah.

Melansir laman bpbd.jogjaprov.go.id, La Nina dinyatakan sebagai “Kejadian La Nina” atau “La Nina event” apabila kondisi penyimpanan (anomaly) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya, diikuti oleh perubahan sirkulasi atmosfer di atasnya berupa peningkatan angin pasat timuran lebih kuat dari kondisi normalnya, dan telah berlangsung beberapa bulan.

Kondisi La Nina dapat berlangsung dengan durasi selama beberapa tahun hingga dua tahun.

Perubahan di Samudera Pasifik berupa interaksi laut dan atmosfer (La Nina/El Nino) terjadi dalam siklus antar tahunan dikenal sebagai El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dengan perulangan kejadian 2-8 tahun.

La Nina berdampak pada peningkatan curah hujan di Pasifik barat (Indonesia, Sebagian Asia tenggara lainnya, dan bagian utara Australia), Brazil bagian utara, dan Sebagian pantai barat Amerika Serikat.

Sebaliknya, menyebabkan curah hujan yang lebih rendah di Sebagian pantai timur Asia, bagian tengah Afrika, dan Sebagian Amerika bagian Tengah, serta dapat menyebabkan juga iklim lebih dingin di Sebagian wilayah di barat dan timur Afrika, Jepang, Sebagian besar pantai barat Amerika Serikat, dan Brazil bagian selatan.

(Tribunnews.com/Bangkapos.com) 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved