Pilpres 2024
Jangan Sampai Wacana Bahlil Membuat Jokowi Bernasib Seperti Soeharto
Usulan Bahlil ini sontak menuai beragam komentar, salah satunya dari Partai Demokrat.
Herzaky pun mempertanyakan apakah hal serupa tengah terjadi di era saat ini.
"Atas alasan 'rakyat yang meminta', 'rakyat yang menghendaki', padahal kenyataannya bertolak belakang. Jangan membuat gaduh dengan memberikan statement-statement yang tidak perlu. Rakyat sedang susah, ayo kita fokus bantu rakyat," kata dia.
Baca juga: Pindah ke Kaltim, Ibu Kota Negara Indonesia Berganti Nama Menjadi Nusantara
Baca juga: Cek KTP Kamu, Uang Bantuan Rp 900 Ribu Sampai Rp 3 Juta Ditransfer Januari 2022
Baca juga: Tenaga Honorer Tidak Ada Lagi pada 2023, Nantinya Hanya Ada PNS dan PPPK, Ini Bedanya
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengkritik pernyataan Bahlil yang menimbulkan pergolakan kembali terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurutnya, penundaan Pilpres 2024 hanya bisa dilakukan dengan mengamandemen UUD 1945, padahal hingga saat ini tak ada pembicaraan terkait yang dimaksud.
"Pak Jokowi sudah jelas menolak. Pak Bahlil (seharusnya) konsultasi dulu dengan Presiden sebelum bicara politik. Tapi ingat wacana ini menabrak konstitusi UUD 1945, melawan semangat reformasi," kata Jazilul.
"Jika terus menguat maka ada celah melalui amandemen konstitusi yang menjadi kewenangan MPR.
Namun sejauh ini belum ada usulan amandemen UUD 1945, apalagi terkait tambahan periode masa jabatan presiden," jelasnya.
Partai Golkar juga tak sependapat dengan wacana penundaan Pilpres 2024 tersebut.
Baca juga: Video 13 Detik, Gisel Sambil Goyang Ngaku yang Ini Rasanya Paling Enak
Baca juga: Intip Pose Maria Vania Pakai Gaun Tidur Berenda di Taman, Sosok Ini Malah Ramai Dicari-cari Warganet
Baca juga: Artis Dianna Dee Bocorkan Tarif Open BO yang Ditawarkan Pria Hidung Belang via DM Instagram
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menuturkan wacana itu dapat menimbulkan komplikasi baru karena harus mengubah hal yang paling fundamental dalam konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 yang menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden itu 5 tahun.
"Dengan sendirinya, perpanjangan masa jabatan Presiden ini akan melahirkan pro kontra dalam masyarakat. Bisa jadi hal ini dapat menimbulkan kegaduhan baru. Alih-alih memberikan kepastian bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, yang terjadi malah ketidakpastian politik di Indonesia," kata Ace.
Menurutnya, hasil survei pun turut menunjukkan bahwa mayoritas responden justru tidak atau kurang setuju wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Oleh karenanya Ace menegaskan amendemen UUD 1945 ini bukanlah perkara yang mudah.
"Dalam pandangan saya, konstitusi kita yang sudah terkonsolidasi demokrasinya dengan baik, jangan sampai menimbulkan ketidakpastian politik sehingga membuat investasi bisa lari lagi. Lebih baik saat ini, kita fokus saja pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi," katanya.
Senada, Partai Gerindra enggan membahas wacana tersebut lebih lanjut.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan partainya akan tetap taat pada konstitusi di mana Pilpres dilakukan setiap lima tahun sekali dan tidak mengatur soal penundaan pilpres.
