Berita Pangkalpinang

Ini Penyebab Awal Pejabat Hingga ASN Bisa Korupsi

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB) Ndaru Satrio menilai, irisan antara hukum pidana dengan hukum administrasi memang tipis.

Penulis: Cepi Marlianto | Editor: nurhayati
Bangkapos.com
Ilustrasi kasus suap atau korupsi 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB) Ndaru Satrio menilai, irisan antara hukum pidana dengan hukum administrasi memang tipis dalam tindak pidana korupsi.

Apalagi bagi aparatur sipil negara (ASN)

Menurutnya, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah maupun ASN tidak bisa diungkiri sering kali berawal dari adanya penyimpangan administratif.

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa hal yang mendasarinya, yang pertama adalah adanya korelasi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan administratif dengan kerugian negara yang menjadi akibat dari penyimpangan tersebut.

“Kedua mengenai pertanggungjawaban terhadap penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi. Ketiga terkait penentuan bahwa delik ini masuk ke dalam klasifikasi delik formil,” kata Ndaru kepada Bangkapos.com, Senin (22/5/2022).

Baca juga: Usai Viral Terima Gratifikasi dan Lapor KPK, Mantan Kadis PUPR Pangkalpinang Absen ke Kantor

Baca juga: Ditanya Soal Laporan Terkait Gratifikasi Rp50 Juta, Ini Jawaban Jubir KPK

Baca juga: Maulan Aklil Dituding Gratifikasi, Ketua Fraksi PDIP Ahmad Amir: Itu Tak Masuk Akal

Ndaru mengungkapkan, uji materiil terkait redaksi kata ‘dapat’ yang dikatakan oleh pemohon mencederai asas kepastian hukum karena unsur merugikan negara atau perekonomian tidak harus nyata terjadi.

Namun hakim tetap pada pendirian awal bahwa unsur kata dapat harus tetap ada.

Alasannya jelas agar unsur melawan hukum dan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tetap dapat menjadi dasar dari sebuah tindak pidana korupsi walaupun akibat dari perbuatan yang dilakukan tidak muncul sekalipun.

Delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal terebut menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

“Jadi ada beberapa unsur delik pasal di atas yaitu dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan serta yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” jelas Ndaru.

Lebih lanjut diungkapkannya, ada beberapa hal yang harus  dipahami oleh pejabat pemerintahan ataupun ASN agar terhindar dari bahaya korupsi.

Mulai dari memahami tugas dan kewenangannya masing-masing sebagai ASN yang menempati unit atau jabatan tertentu.

Ketika paham dengan tugas dan kewenangannya, maka ASN akan bekerja dengan mendasarkan pada tanggung jawabnya masing-masing.

Lalu, memahami prosedur atau mekanisme dari setiap pelaksanaan tugas yang diberikan kepada ASN, sehingga aktivitas yang dilakukan tetap dalam rambu-rambu mekanisme yang sudah menjadi ketentuan.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved