Berita Pangkalpinang
Isu Kekerasan Jadi Perhatian Serius, Begini Langkah Pemerintah Kota Pangkalpinang
Kekerasan seksual masih menjadi salah satu persoalan di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Penulis: Cepi Marlianto | Editor: nurhayati
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kekerasan seksual masih menjadi salah satu persoalan di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Untuk itu, penting bagi semua pihak untuk memberikan perhatian khusus atas tindak kekerasan seksual.
Melihat persoalan tersebut Pemerintah Kota Pangkalpinang berkomitmen untuk memberi perhatian khusus atas kasus tindakan kekerasan seksual dengan memberikan pelatihan penerapan kode etik kekerasan, eksploitasi seksual serta manajemen trauma healing terhadap perempuan dan anak
Sekretaris Daerah Kota Pangkalpinang, Radmida Dawam mengatakan, isu kekerasan seksual yang terjadi masih menjadi permasalahan yang kompleks.
Baca juga: Pemprov Pastikan Persiapan G20 di Belitung Rampung Agustus Ini, Bappeda Surati 11 Kementerian
Baca juga: Deteksi Dini dan Menekan Penyebaran Covid-19, 851 Pelajar SMPN 2 Sungaliat Dites Rapid Antigen
Tentu isu ini membutuhkan keterlibatan dari semua kalangan untuk memperhatikan secara khusus atas kasus tersebut.
“Kegiatan ini untuk mencegah adanya indikasi kemungkinan terjadi di Kota Pangkalpinang kekerasan terhadap perempuan maupun anak,” kata Radmida kepada Bangkapos.com, usai membuka kegiatan di Fox Harris Hotel Pangkalpinang, Rabu (20/7/2022).
Radmida mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak telah memberikan dampak negatif dan luas, tidak hanya terhadap korban, tetapi juga berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak dalam kehidupan satu keluarga.
Hal ini mengingat kekerasan terhadap perempuan dan anak sering kali terjadi di lingkungan publik atau di suatu komunitas. Kekerasan yang dihadapi perempuan dan anak bukan hanya berupa kekerasan fisik, melainkan juga kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan pelantaran.
Apalagi hal ini terjadi bukan hanya dari orang luar ataupun orang yang tidak dikenal, namun juga berasal dari lingkungan terdekat.
“Pelaku kekerasan bisa datang dari mana saja, bukan hanya orang luar ataupun orang yang tidak dikenal, namun juga berasal dari lingkungan orang terdekat kita,” ungkap Radmida.
Di samping itu menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan perempuan dan anak mengalami permasalahan. Mulai dari faktor salah persepsi yang menganggap wajar, apabila kekerasan dilakukan terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu cara mendidik.
Kemudian faktor budaya, karena kemiskinan dan faktor lain yang tidak memberikan perlindungan dan perlakuan khusus terhadap perempuan dan anak sehingga menimbulkan kekerasan eksploitasi, diskriminasi dan perampasan hak-hak perempuan dan anak.
Baca juga: Satlantas Polres Bangka Selatan Tindak Tegas Kendaraan Menggunakan Knalpot Brong
Baca juga: Perkara yang Ditangani Kejari Pangkalpinang 43 Persen Didominasi Kasus Narkotika
Kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagaimana yang diketahui juga membawa berbagai persoalan medis, sosial, dan hukum bahkan berbagai pelanggaran atas hak asasi manusia.
“Untuk itu dalam upaya pemulihan korban kekerasan, terang Radmida, tentunya memerlukan layanan yang meliputi layanan baik medis, psikologis serta bantuan hukum,” ungkapnya.
Lebih jauh, tanggung jawab anak memang bukan hanya di lingkungan sekolah atau masyarakat namun dasarnya dari keluarga. Untuk itu, pentingnya menanamkan agama dalam keseharian anak.
