Horizzon

Lirih Terdengar Tangis Hafiza dari Kebun Sawit

Hafiza seolah-olah terus merintih dalam kesakitannya ketika tubuhnya disayat-sayat pelaku yang konon diduga menggunakan pisau cutter

|
Editor: suhendri
Bangka Pos
IBNU TAUFIK Jr / Pemred BANGKA POS GROUP 

ADA yang berbeda dalam orkestra malam di kawasan perkebunan sawit Desa Ibul, Simpang Teritip, Bangka Barat. Selain simfoni dari pelepah sawit yang saling bergesekan satu sama lain ketika mereka diterpa angin, sayup terdengar ada tangisan bocah perempuan dengan nada meratap.

Ratapan bocah perempuan bernama Hafiza yang meski jauh di tengah kebun sawit, namun getirnya nyaring terdengar hingga ke kampung-kampung. Ratapan bocah perempuan itu mulai terasa sejak ia dikabarkan hilang pada Minggu (5/3/2023) malam.

Bahkan, setelah Hafiza ditemukan menjadi mayat dengan puluhan luka sayat di sejumlah bagian tubuhnya dan organ dalam yang hilang pada Kamis (9/3/2023), rapatan getirnya masih menjadi bagian dari senandung malam dari perkebunan sawit di Desa Ibul.

Bocah berusia delapan tahun tanpa dosa yang menjadi korban pembunuhan biadab itu seolah- olah masih menghantui kita semua dan menuntut agar kasus kematiannya terungkap tuntas. Hafiza seolah-olah terus merintih dalam kesakitannya ketika tubuhnya disayat-sayat pelaku yang konon diduga menggunakan pisau cutter hingga sebuah fakta yang menyebut bahwa sejumlah organ dalam tubuhnya tak ditemukan bersama jenazahnya.

Banyak kejanggalan yang masih belum terungkap dalam kasus pembunuhan Hafiza ini. Dan kita semua tahu, pihak kepolisian tengah bekerja keras untuk mengungkap kasus Hafiza.

Keseriusan polisi ditunjukkan dengan sikap Kapolda Bangka Belitung Irjen Pol Yan Sultra yang datang langsung ke lokasi pertama Hafiza dinyatakan menghilang. Kedatangan Kapolda ini adalah standing positif polisi untuk berkomitmen mengusut kasus yang memunculkan banyak spekulasi yang hingga saat ini belum juga ditemukan jawabannya.

Usai Kapolda datang langsung, langkah polisi mulai menemui titik temu. Jenazah Hafiza kemudian ditemukan dengan kondisi (maaf) mengenaskan. Sejurus kemudian, tersangka yang diduga menjadi pelaku pembunuhan terhadap bocah perempuan berusia delapan tahun ini juga diamankan yang ternyata adalah pelajar SMA yang sama-sama tinggal di perkampungan pekerja perkebunan sawit di Desa Terentang, Kecamatan Kelapa, Bangka Barat.

Kita percaya, polisi memiliki prosedur operasional standar dalam mengungkap kasus tersebut dan menyampaikannya ke publik. Termasuk menahan beberapa informasi yang barangkali masih dianggap krusial dan memilih untuk menahannya hingga kasus ini benar-benar terungkap secara terang benderang.

Setelah berhasil menangkap pelaku, maka langkah yang diambil polisi adalah menegaskan kepada publik bahwa dugaan motif dari kasus ini adalah uang. Setidaknya, rilis dari polisi ini mampu menjadi informasi yang menenangkan publik yang resah lantaran sejumlah spekulasi yang beredar mulai dari penculikan dengan motif jual beli organ manusia dan spekulasi liar lainnya.

Tertangkapnya pelaku dan rilis dari polisi yang boleh dibilang prematur menyebut motifnya adalah uang setidaknya menjadi kabar yang membuat masyarakat, utamanya mereka yang memiliki anak kecil menjadi lebih tenang.

Kita percaya, saat ini polisi masih terus mempelajari dan mengungkap kasus ini. Sejujurnya banyak kejanggalan dalam kasus pembunuhan keji yang terjadi di Bangka Barat ini.

Pertama adalah puluhan luka sayat yang ada di tubuh korban, meski sejauh ini belum ada keterangan resmi dari hasil autopsi, namun banyaknya luka di tubuh korban menimbulkan pertanyaan besar, sekeji apakah pelaku hingga tega membuat luka begitu banyak terhadap bocah tak berdosa bernama Hafiza.

Hasil autopsi juga perlu ditunggu untuk mengetahui pasti, apakah luka tersebut dibuat setelah Hafiza meninggal dunia atau justru dilakukan pelaku saat Hafiza masih dalam keadaan bisa menangis. Tentang organ tubuh yang belum ditemukan, ini juga pertanyaan besar yang harus dijawab dalam proses pengungkapan kasus ini, dan kita tahu, polisi sedang bekerja keras untuk menyelesaikannya.

Logikanya, entah dimaksudkan untuk apa, berpisahnya organ dalam dengan jenazah saat ditemukan adalah hasil perbuatan manusia. Aliran air tempat Hafiza ditemukan, sederas apa pun tak mungkin mampu memburai tubuh manusia. Setidaknya, kita belum pernah mendengar itu dari kasus-kasus sebelumnya.

Yang juga masih tampak janggal adalah permintaan tebusan Rp100 juta dari seseorang ke orang tua Hafiza yang konon menjadi petunjuk polisi mengungkap kasus ini. Tidak bermaksud untuk merendahkan pekerja di kebun sawit, namun permintaan tebusan Rp100 juta dari pelaku ke keluarga korban adalah permintaan yang nyaris tidak masuk akal.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved