Berita Bangka Selatan

Aksi Tolak Penambangan Timah di Perairan Rias dan Sekitarnya Dapat Dukungan HKTI, Ini Alasannya

Bujil mengatakan, terdapat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan laut ini. Terutama sangat berpengaruh bagi para petani. Pasalnya

Penulis: Cepi Marlianto | Editor: Iwan Satriawan
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Ratusan masyarakat dan Nelayan dari empat wilayah saat menggelar aksi damai di Halaman Kantor Bupati Bangka Selatan, Kamis (25/5/2023) petang. Aksi tersebut dilakukan karena kalangan nelayan ingin bertemu dengan Bupati. Hal ini terkait adanya aktivitas pertambangan timah di wilayah perairan tangkap nelayan. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA – Ratusan masyarakat di Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung mendatangi Kantor Bupati setempat, Kamis (25/5/2023) petang mendapatkan dukungan.

Dukungan tersebut datang dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Bangka Selatan.

Sekretaris DPC HKTI Bangka Selatan, Bujil Sani menegaskan, pihaknya sendiri turut menolak adanya aktivitas pertambangan timah di Desa Rias.

Bahkan dirinya turut serta dalam aksi damai di Halaman Kantor Bupati Bangka Selatan.

“Kami sebagai pengurus DPC HKTI Bangka Selatan menolak keras aktivitas tambang laut ini,” tegas dia kepada Bangkapos.com, Kamis (25/5/2023) malam.

Bujil mengatakan, terdapat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan laut ini. Terutama sangat berpengaruh bagi para petani. Pasalnya, titik aktivitas pertambangan sangat dekat dari area pertanian kami.

Bahkan diakui dia aktivitas pertambangan timah sendiri jaraknya cukup dekat. Sekitar 300 – 500 meter dari area pertanian warga. Sehingga hal itu dikhawatirkan mempengaruhi produksi petani ke depannya.

“Titik pertambangan ini berjarak 300 – 500 meter dari area pertanian. Jadi dikhawatirkan menjadi pengaruh,” papar Bujil.

Menurutnya, belum lama area persawahan Desa Rias baru membangun talud atau break water atau pemecah ombak. Ini guna menahan air laut masuk ke area persawahan. Maka dari itu fasilitas tersebut perlu dijaga.

“Sudah pasti kalau aktivitas tambang itu jalan, maka jalan usaha tani sudah pasti dilewati dan talud dikhawatirkan jebol,”  katanya.

Hingga berita ini diturunkan  gabungan nelayan dan petani masih memadati kantor Bupati Bangka Selatan. Nelayan sendiri masih mendesak untuk bertemu dengan Riza Herdavid.

Gabungan Nelayan Empat Wilayah

Diberitakan sebelumnya, ratusan masyarakat di Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung mendatangi Kantor Bupati setempat, Kamis (25/5/2023) petang.

Mereka merupakan nelayan dari empat wilayah, mulai dari Batu Perahu, Tanjung Ketapang, Dusun Mempunai, dan Dusun Gusung, Desa Rias.

Mereka mengepung kantor tersebut bukan tanpa alasan. Hal itu sebagaimana tindak lanjut atas aksi penolakan aktivitas pertambangan timah di wilayah perairan yang ada di sana. Bahkan beberapa spanduk orasi bahkan turut dibawa oleh masyarakat. Spanduk tersebut merupakan keinginan dari para nelayan.

Ketua Nelayan Batu Perahu, Joni Zuhri mengatakan, aksi tersebut mereka gelar merupakan aksi damai yang dilakukan oleh para nelayan.

Di mana pihak yang menuntut kehadiran Bupati Bangka Selatan di tengah-tengah mereka. Hal ini karena para nelayan masih menganggap Riza Herdavid sebagai pemimpin di Kabupaten Bangka Selatan.

“Kami cuma minta mau ketemu dengan Bupati itu saja. Kita masih menghargai dan menganggap Bupati masih Bupati kami,” ujar Joni kepada Bangkapos.com disela-sela orasinya.

Joni memaparkan, aksi damai itu dilakukan merupakan tindak lanjut dari kegiatan yang pernah dilakukan beberapa hari lalu.

Nelayan dari empat wilayah sendiri menolak adanya aktivitas pertambangan sekitar perairan Batu Perahu. Bahkan pada hari ini para nelayan sudah mendapati dua ponton isap produksi (PIP) sudah beroperasi di perairan tersebut.

Padahal sebelumnya para nelayan sudah mendesak agar spontan tersebut tidak beroperasi di wilayah itu. Tentunya hal itu memancing emosi para nelayan. Imbasnya nelayan menggelar aksi damai di Kantor Bupati Bangka Selatan.

“Memancing emosi para nelayan itu sudah pasti. Karena kurang lebih dua hari sebelumnya PIP itu sudah ditarik dan belum menyampai titik saat ini,” jelas Joni.

Di samping itu lanjut dia, berdasarkan pantauan para nelayan PIP itu sudah beroperasi sekitar pukul 14.00 WIB.

Padahal sesuai kesepakatan kedua belah pihak tidak ada lagi aktivitas pertambangan timah. Mulai dari perairan Tanjung Ketapang, Batu Perahu, Merbau, Rias, Gusung hingga Mempunai.

Akan tetapi pada hari ini hal itu tetap dilakukan. Oleh sebab itu para nelayan meminta ketegasan dari Bupati Bangka Selatan.

Ini dilakukan supaya daerah itu tetap kondusif. Padahal nelayan tidak pernah membuat kisruh soal pertambangan timah.

“Yang diharapkan mereka mungkin ingin kami melakukan sesuatu yang berbenturan dengan hukum. Seperti saya sampaikan tadi bahwa keinginan untuk bertemu dengan Bupati. Supaya Bangka Selatan tetap kondusif. Jangan sampai kesannya nelayan yang buat kisruh,” tegasnya.

Walaupun demikian kata Joni Zuhri, sejauh ini kalangan nelayan kerap mendapatkan intervensi.

Hal ini karena nelayan merupakan kaum minoritas. Bahkan para nelayan sendiri mengaku takut dengan keberadaan ratusan aparat penegak hukum di Perairan Batu Perahu.

Oleh karena itu pihaknya meminta atensi dari pemerintah pusat. Dalam hal ini panglima TNI, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) hingga Kapolri.

Terutama untuk memberikan ketegasan dan penegakan hukum secara benar. Sehingga masalah pertambangan ini bisa menjadi atensi khusus bagi pemerintah pusat.

“Sementara yang ilegal sudah berjalan bertahun-tahun dibiarkan. Bapak Kapolri, bapak panglima TNI, Menkopolhukam tolong ini menjadi atensi. Kamu juga masyarakat warga negara Indonesia. Kami berhak mencari nafkah. Dengan polemik pertambangan semoga ini bisa jadi atensi khusus,” pungkas Joni Zuhri. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

 

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved