Resonansi

Menimang Uang Pengganti di Kasus Timah

Pengenaan uang pengganti kepada para terdakwa korupsi timah didasarkan pada seberapa besar mereka menikmati hasil dari tindak pidana yang terjadi.

Penulis: Ade Mayasanto | Editor: fitriadi
Dok. Ade Mayasanto
Ade Mayasanto, Editor in Chief Bangka Pos/Pos Belitung. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyebut pengenaan uang pengganti kepada para terdakwa didasarkan pada seberapa besar mereka menikmati hasil atau keuntungan dari tindak pidana yang terjadi.

Kata Harli, dalam banyak kasus korupsi, kerugian keuangan negara seringkali tidak bisa dipulihkan atau dikembalikan sepenuhnya. Sebab, selain perbuatannya sudah selesai, uang hasil tindak pidana juga tidak bisa ditelusuri. 

Lantas kerusakan lingkungan akibat penambangan timah hasil kolusi yang ditengarai mencapai Rp 300 triliun itu, bagaimana nasibnya?

Untuk menjawab ini, pemerintah bakal memakai regulasi. Satu aturan yang dipakai adalah mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

UU No 3/2020 itu secara garis besarnya adalah penyempurnaan dari UU sebelumnya terkait pertambangan mineral dan batubara. 

Klausul yang dipakai adalah perihal reklamasi.

Mengacu pada UU No 3/2020 terkait klausul reklamasi disebutkan bahwa pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan WIUP atau WIUPK wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100 persen.

Dengan status WIUP yang masih aktif tersebut tidak ada keharusan bagi PT Timah untuk segera mereklamasi kerusakan sesegera mungkin.

PT Timah ditengarai melakoni tahapan rehabilitasi secara bertahap guna memenuhi ketentuan regulasi. Itu berarti, kemungkinan besar upaya reklamasi masih panjang karena WIUP itu hingga kini masih digunakan untuk operasi produksi pertambangan milik PT Timah.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah dana pemulihannya.

Berdasarkan Statistik Pertambangan Bahan Galian Indonesia 2022, dana pemulihan lingkungan akibat usaha penggalian di Bangka Belitung hanya berkisar Rp 15 miliar.

Dana ini tentu tidak sebanding dengan kerugian keuangan negara yang timbul dari kasus dugaan korupsi pengelolaan timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk 2015-2022 sebesar Rp 300 triliun.

Namun demikian, Status PT Timah yang merupakan BUMN membuat institusi ini juga relatif aman terkait keberlanjutan usahanya.

Tentu saja dengan jaminan dari negara dan komitmen untuk mereklamasi pascatambang di masa depan, tentu saja IUP milik PT Timah tidak akan dicabut.
Apalagi, wilayah konsensi PT Timah di Bangka Belitung masih memiliki prospek cerah terkait komoditas timah nasional.

Berdasarkan laman babelprov.go.id, sumber daya timah di Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2021 mencapai 2,18 juta ton dengan potensi cadangan sebanyak 1,97 juta ton.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved