Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Kejagung Disorot Setelah Tetapkan 5 Perusahaan Smelter di Babel Tersangka Korupsi Rp 300 Triliun
Kejagung disebut belum bisa membuktikan kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp300 triliun yang didasarkan pada penghitungan BPKP.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022 disorot pakai hukuk pidana Chairul Huda.
Chairul Huda menyebut jika mengacu pada hukum positif, status tersangka kepada korporasi tidak dibenarkan.
Sebab, kata Cairul Huda, Kejagung belum bisa membuktikan kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp300 triliun yang didasarkan pada penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kalau soal bisa sih bisa saja (penetapan tersangka), dia (Kejagung) punya kewenangan untuk itu, tapi kan secara normatif tidak benar dong,” ujar Huda kepada wartawan, Kamis.
Menurutnya langkah penetapan tersangka korporasi ini hanya jadi cara Kejagung untuk menyelaraskan vonis pengadilan dari para terdakwa yang berasal dari korporasi tersebut.
Adapun terdakwa yang telah dijatuhi vonis dalam perkara ini mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis, selaku sosok perpanjangan tangan dari PT RBT.
“Saya kira Rp300 triliun, mana Rp300 triliun? Yang namanya Rp300 triliun itu kan tidak terbukti. Karena tidak terbukti itulah sementara dia sudah gembar-gembor dan bagaimana untuk menutupi tersangka dari perusahaan-perusahaan itu,” jelasnya.
Chairul Huda melihat, gagalnya pembuktian adanya kerugian negara di balik aktivitas tambang di Kepulauan Bangka Belitung membuat Kejagung memilih menetapkan perusahaan yang dinilai jadi bagian dari kasus korupsi timah.
“Ini menunjukkan bahwa cara-cara Kejaksaan Agung ini kan, karena dia melihat hasil pengadilan terhadap terdakwa-terdakwa individu itu kan, tidak seperti yang mereka harapkan,” tuturnya.
Langkah Kejagung ini juga dipandang sebagai cara agar aset yang sudah disita, tidak dikembalikan lagi kepada para pemiliknya.
“Jadi cari cara untuk kemudian barang-barang, uang yang disita itu bisa bisa tidak harus dikembalikan kepada pihak-pihak yang dari mana barang itu disita,” lanjut dia.
Sementara jika melihat konteks ekonomi, Huda menilai status tersangka yang disematkan Kejagung kepada lima korporasi berpotensi memberi dampak buruk bagi pendapatan negara. Misalnya hilangnya penerimaan dari sektor pajak yang biasa diterima negara dari lima perusahaan.
“Jangan sampai menegakkan hukum terhadap korporasi itu menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar. Ini yang tidak dipahami oleh Kejaksaan,” kata Chairul Huda.
Daftar 5 Perusahaan Smelter Jadi Tersangka Korupsi Timah
Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka baru kasus korupsi tata niaga timah senilai Rp 300 triliun di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung periode 2015-2022.
Tersangka baru tersebut bukan orang, tapi korporasi atau perusahaan smelter timah.
Lima perusahaan tersebut antara lain PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).
Lima perusahaan smelter timah yang beroperasi di Bangka Belitung ini merupakan perusahaan yang bekerja sama dengan PT Timah dalam rentang waktu 2015-2022.
Sejumlah owner dan petinggi dari 5 perusahaan pemurnian timah tersebut diseret ke meja hijau.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan 23 orang tersangka, 22 orang di antaranya sudah berstatus terdakwa karena kasusnya sudah masuk tahap persidangan.
Dari 22 terdakwa, 17 di antaranya sudah diputuskan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Kali ini, giliran korporasi dibidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Pertama adalah PT RBT, yang ke-2 adalah PT SB, yang ke-3 PT SIP, yang ke-4 TIN, dan yang ke-5 VIP," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah menambahkan, Kejagung telah memutuskan pembebanan uang kerugian negara kepada lima korporasi itu.
Kejagung memutuskan membebankan kerugian kerusakan lingkungan hidup yang nilainya mencapai Rp300 triliun kepada lima korporasi tersebut, sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing - masing perusahaan.
Pembebanan terhadap masing-masing korporasi yakni PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23,6 triliun, PT SIP Rp24,1 triliun, PT TIN Rp23,6 triliun, dan CV VIP Rp42 triliun.
“Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup akan dibebankan kepada perusahaan sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing - masing perusahaan tersebut,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Rinciannya, kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 271 triliun dari kasus timah ditanggung PT RBT sebesar Rp 38 triliun, PT SB Rp 23 triliun, PT SIP Rp 24 triliun, PT TIN Rp 23 triliun, serta PT VIP senilai Rp 42 triliun.
"Ini sekitar Rp 152 triliun," ujar Febrie.
Febrie menuturkan, pihak yang bertanggung jawab atas sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 119 triliun masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sisanya dari Rp 271 triliun yang telah diputuskan hakim itu jadi kerugian negara sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab, tentunya akan kita tindak lanjuti,” kata dia.
Aliran Uang Korupsi Timah
Tidak semua uang korupsi tata niaga timah dinikmati terdakwa secara perorangan.
Ada juga yang mengalir ke rekening korporasi atau perusahaan.
Dalam sidang dakwaan jaksa penuntut umum beberapa waktu lalu, Kejaksaan mengungkap rincian aliran dana korupsi timah tersebut mengalir ke 10 pihak baik perorangan maupun korporasi.
Untuk perorangan, hasil korupsi timah disebut mengalir kepada delapan pihak, yakni:
1. Amir Syahbana sebesar Rp325.999.998,00 (tiga ratus dua puluh lima juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh delapan rupiah);
2. Suparta melalui PT Refined Bangka Tin sebesar Rp4.571.438.592.561,56 (empat triliun lima ratus tujuh puluh satu miliar empat ratus tiga puluh delapan juta lima ratus sembilan puluh dua ribu lima ratus enam puluh satu rupiah lima puluh enam sen);
3. Tamron alias Aon melalui CV Venus Inti Perkasa setidak tidaknya Rp3.660.991.640.663,67 (tiga triliun enam ratus enam puluh miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta enam ratus empat puluh ribu enam ratus enam puluh tiga rupiah enam puluh tujuh sen);
4. Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidak tidaknya Rp1.920.273.791.788,36 (satu triliun sembilan ratus dua puluh miliar dua ratus tujuh puluh tiga juta tujuh ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh delapan rupiah tiga puluh enam sen);
5. Suwito Gunawan alias Awi melalui PT Stanindo Inti Perkasa setidak tidaknya Rp2.200.704.628.766,06 (dua triliun dua ratus miliar tujuh ratus empat juta enam ratus dua puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh enam rupiah enam sen);
6. Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp1.059.577.589.599,19 (satu triliun lima puluh sembilan miliar lima ratus tujuh puluh tujuh juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu lima ratus sembilan puluh sembilan rupiah sembilan belas sen);
7. Emil Ermindra melalui CV Salsabila setidak-tidaknya Rp986.799.408.690,00 (sembilan ratus delapan puluh enam miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta empat ratus delapan ribu enam ratus sembilan puluh rupiah); dan
8. Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp420.000.000.000,00 (empat ratus dua puluh miliar rupiah).
Sedangkan untuk korporasi, hasil timah disebut mengalir kepada dua pihak, yakni:
1. CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama setidak-tidaknya Rp10.387.091.224.913,00 (sepuluh triliun tiga ratus delapan puluh tujuh milyar sembilan puluh satu juta dua ratus dua puluh empat ribu sembilan ratus tigas belas rupiah); dan
2. CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidak-tidaknya Rp4.146.699.042.396,00 (empat triliun seratus empat puluh enam miliar enam ratus sembilan puluh sembilan juta empat puluh dua ribu tiga ratus sembilan puluh enam rupiah).
Dalam perkara ini para terdakwa diduga berkongkalikong terkait penambangan timah ilegal di Bangka Belitung dalam kurun waktu 2015 sampai 2022.
Akibatnya, negara merugi hingga Rp 300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata jaksa penuntut umum.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(Tribunnews.com/Danang Triatmojo, Ashri Fadilla) ((Kompas.com/Kiki Safitri, Ardito Ramadhan)
| Vonis Penjara 20 Tahun Harvey Moeis Inkrah, Suami Sandra Dewi Dieksekusi ke Lapas Cibinong |
|
|---|
| Alasan Sandra Dewi Mendadak Cabut Permohonan Keberatan Penyitaan Aset, Hormati Putusan Suami |
|
|---|
| Akhirnya Sandra Dewi Terima Asetnya Disita Kejagung, Cabut Keberatan |
|
|---|
| Aset Sandra Dewi Tak Cukup Tutupi Uang Pengganti Korupsi Timah Harvey Moeis |
|
|---|
| Kejagung Tak Peduli, Tetap Teruskan Proses Lelang Aset Berharga Sandra Dewi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20250103-kejagung-umumkan-5-perusahaan-smelter-jadi-tersangka-korupsi-timah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.