Tribunners
Malapraktik di RSUD Beltim: Mana Pendekatan yang Pas, Restorative Justice atau Retributive Justice?
Kasus ini sejatinya bisa diusut dengan dua delik sekaligus, yakni delik formil maupun materil
Pasal 196 UU Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
Pada Pasal 190 UU Kesehatan juga mengatur sanksi bagi fasilitas kesehatan dengan bunyi Ayat (1): Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama kepada pasien yang dalam keadaan gawat darurat dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00.
Adapun ayat 2 dari Pasal 190 berbunyi: Jika perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
Adapun terkait aturan yang berlaku pada tenaga kesehatan yang melakukan perbuatan malapraktik, sebagaimana Pasal 84 Ayat (1) UU No.36 Tahun 2014 maka: Tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pasien dapat dikenai sanksi administratif berupa: teguran lisan; teguran tertulis; rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi; atau rekomendasi pencabutan izin praktik.
Lebih lanjut pada ayat (2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan yang karena kelalaiannya mengakibatkan luka berat atau kematian dapat dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini mendukung argumentasi bahwa, selain sanksi administratif, tenaga kesehatan yang melanggar prosedur dan melakukan malapraktik juga bisa disanksi dengan sanksi pidana, dan atau bisa disanksi dengan keduanya secara bersamaan, dan atau dihukum secara administratif.
Selain undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pengawasan Obat dan Makanan mengatur sanksi administratif bagi pelanggaran terkait obat, termasuk penghentian kegiatan sementara.
Menurut BPOM, dalam Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Obat dan Makanan, negara mengatur bahwa mutu pelayanan kefarmasian di instansi pelayanan kesehatan harus memastikan obat yang diberikan aman dan bermutu, serta melarang penggunaan obat kedaluwarsa.
Pada akhirnya, sanksi terkait malapraktik pada kasus pemberian obat kedaluwarsa di RSUD Muhammad Zein dapat disanksi secara retro (restorative justice) maupun retri (retributive justice). Selain itu, opsi sanksi secara administratif juga bisa menjadi opsi apabila korban ingin melakukan upaya restorative.
Namun, dalam hal ini saya sangat mendukung apabila upaya yang dilakukan Polres Belitung Timur adalah melakukan upaya penindakan berdasarkan delik formil ataupun materil terhadap kasus malapraktik di RSUD Belitung Timur. Dalam artian, upaya distributive justice adalah langkah yang sebaiknya ditempuh. Mengingat hal ini merupakan sebuah kejadian yang mengkhawatirkan dan berdampak pada kepercayaan serta keselamatan orang yang hendak berobat.
Persoalan malapraktik di Indonesia sudah kadung banyak yang terangkat ke publik. Seperti kasus obat penurun panas di Tangerang tahun 2022, serta kasus pemberian obat di Puskesmas Kamal Muara. Dari dua kasus ini, tidak ada upaya hukum yang tegas terhadap pelaku. Selain itu, kasus ini terkesan sangat diremehkan, sedangkan pemberian obat yang rusak jelas merupakan ancaman terhadap nyawa.
Betapa banyak langkah restorative justice yang diambil hanya akan melahirkan masalah baru yang berlanjut di kemudian hari. Yang terungkap ke publik hanyalah sebagian kecil dari yang terjadi. Karena, terkadang di faskes yang ada, pasien jarang yang memperhatikan obat dan batas penggunaan akhir.
Penanganan dengan retributive justice adalah langkah yang paling tepat dilakukan saat ini. Mengingat kasus yang sering terjadi secara berulang, supaya ke depan, persoalan serupa tidak terulang, maka perlu sanksi tegas dan membuat efek jera bagi pelanggar aturan. Selain itu, aturan yang tegas terhadap setiap orang pelayan masyarakat bertujuan supaya mereka lebih bertanggung jawab pada tugasnya agar terhindar dari kerugian besar akibat kelalaian yang mereka lakukan. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.