Profil Tokoh
Profil Johanis Tanak Sindir Habis Pejabat Tak Puas dengan Gaji: Berhenti Aja Jadi Pegawai
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak beri sindiran untuk pejabat yang mengeluh soal gaji. Ia menyebut, kalau tidak puas lebih baik berhenti saja jadi pegawai
Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: Dedy Qurniawan
Karier panjang dan pengalamannya sebagai jaksa menjadi fondasi utama dalam pendekatannya memimpin lembaga antirasuah ini.
Lahir pada 23 Maret 1961 di Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Johanis berasal dari keluarga sederhana.
Ayahnya, Jusuf Tanak, adalah seorang pensiunan polisi, sementara ibunya, Thabita Sili, dikenal sebagai sosok yang disiplin dan religius.
Semangat belajar Johanis telah tampak sejak muda. Ia menamatkan pendidikan sarjana hukum di Universitas Hasanuddin pada 1983, kemudian melanjutkan studi magister dan doktor di bidang hukum, hingga meraih gelar doktor dari Universitas Airlangga.
Karier Johanis dimulai dari bawah, sebagai jaksa di bidang pidana khusus.
Ia pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum di NTT, Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, hingga naik menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Ia juga dipercaya menduduki jabatan strategis seperti Direktur Tata Usaha Negara di Kejaksaan Agung, serta Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi pada 2020.
Masuk ke KPK, Johanis membawa semangat penegakan hukum yang tidak hanya represif tetapi juga preventif. Ia sering menekankan pentingnya pencegahan melalui edukasi dan pembinaan terhadap pejabat daerah.
Namun, pendekatannya tak luput dari kontroversi. Pada 2024, ia sempat mengusulkan penghapusan istilah “OTT” (Operasi Tangkap Tangan) karena dinilai lebih berorientasi pada efek kejut ketimbang edukasi. Usulan ini menuai kritik dari publik yang menilai OTT justru sebagai simbol ketegasan KPK.
Johanis juga dikenal blak-blakan. Dalam forum resmi, ia pernah menegur pejabat daerah yang mengeluhkan gaji kecil.
“Kalau merasa tidak cukup, mundur saja. Jangan memaksakan diri,” ucapnya tegas dalam sebuah rapat koordinasi nasional di Jakarta, Juli 2025. Ia juga memperingatkan para pejabat agar tidak mengirim konten pornografi melalui aplikasi WhatsApp, karena KPK memiliki teknologi penyadapan yang mumpuni.
Meski sempat dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena dugaan komunikasi tidak pantas dengan pihak terkait perkara, laporan itu tidak terbukti melanggar etik. Namun, peristiwa tersebut menambah catatan kontroversi selama masa jabatannya.
Kini, dengan mandat baru sebagai pimpinan KPK hingga 2029, Johanis Tanak dihadapkan pada tantangan besar: mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK yang kian tergerus.
Di tengah sorotan dan ekspektasi yang tinggi, ia tetap melangkah dengan prinsip yang diyakininya sejak awal: hukum harus ditegakkan dengan nurani, dan integritas adalah harga mati.
| Profil Simon Aloysius Dirut Pertamina Dipuji Purbaya karena Terima Kritik, Segini Harta & Gajinya |
|
|---|
| Biodata dan Harta Kekayaan Damar Prasetyono, Wali Kota Magelang Copot Hamzah dari Jabatan Sekda |
|
|---|
| Rekam Jejak Hasan Nasbi, Kritik Menkeu Purbaya soal Etika, Karier Mentereng, Eks Jubir Kepresidenan |
|
|---|
| Profil Heru Pambudi, Pegawai Kemenkeu yang HP-nya Bikin Purbaya Minder, Hartanya Lebih Rp71 Miliar |
|
|---|
| Profil Elim Tyu Samba, Wakil Walkot Blitar Terjerat Utang Pengusaha Makassar, Buat Modal Pilkada? |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.