Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Perjalanan Kasus Bos Timah Bangka Hendry Lie Hingga Tetap Divonis 14 Tahun dan Bayar Rp 1,05 T

Hendry Lie, bos perusahaan smelter timah PT TIN tetap divonis 14 tahun penjara dalam perkara korupsi timah Rp 300 triliun.

Editor: Fitriadi
Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
TERDAKWA HENDRY LIE - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Hendry Lie dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025). Dalam sidang banding pada Senin (11/8/2025), Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Hendry Lie yang merupakan owner PT Tinindo Internusa (TIN). 

PT TIN merupakan sebuah perusahaan peleburan timah yang bermitra dengan PT Timah.

Perusahaan peleburan timah ini berkantor di Jalan Ketapang, Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini.

Selain kantor, lokasi itu juga dijadikan tempat peleburan timah oleh PT TIN.

Hendry Lie dalam menjalankan operasional perusahannya dibantu sang adik, Fandy Lingga yang juga menjadi terdakwa kasus korupsi timah.

Fandy Lingga adalah mantan marketing di PT TIN, satu di antara perusahaan smelter timah yang terseret dalam kasus ini.

Selain sebagai bos smelter timah, Hendry Lie juga dikenal sebagai salah satu pendiri perusahaan maskapai penerbangan swasta, Sriwijaya Air.

Dilansir Bangkapos.com dari laman resmi PT Sriwijaya Air, Hendry Lie  merintis Sriwijaya Air pada tahun 2002.

Hendry Lie mengikutsertakan keluarganya terlibat dalam pendirian maskapai ini.

Di bawah kepemimpinannya sebagai direktur, Sriwijaya Air berhasil bertahan dari ancaman kebangkrutan dan menjadi salah satu maskapai lokal yang cukup dikenal di Indonesia.

Armada pertama mereka, Boeing 737-200, melayani rute domestik seperti Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Pontianak, dan Jakarta-Jambi.

Namun, di balik kesuksesan yang telah berlangsung lebih dari dua dekade, Sriwijaya Air mengalami kendala finansial dengan utang yang membengkak hingga Rp7,3 triliun.

Kondisi ini diperburuk dengan keterlambatan pembayaran kepada para kreditur, sehingga perusahaan akhirnya mengajukan skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan mempertimbangkan untuk melantai di bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO).

Selain mengelola Sriwijaya Air, Hendry Lie juga mengelola PT TIN, sebuah perusahaan peleburan timah yang bermitra dengan PT Timah.

Namun, dari tahun 2015 hingga 2022, ia diduga terlibat dalam bisnis timah ilegal melalui PT Tinindo Internusa.

Peran Hendry Lie dalam Kasus Timah

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved