Tribunners
Refleksi Sejarah 317 Tahun Toboali dalam Trilogi 3H "Hekaban, Hekawan, Heberuyot"
Trilogi Hekaban, Hekawan, Heberuyot memiliki sebuah konstruksi filosofis yang secara profound merefleksikan evolusi sosial-historis masyarakat Toboali
Berdasarkan fondasi historis tersebut, Toboali kini mengalami transformasi spasial dan sosial yang signifikan. Perkembangan pesat tata kota yang berpusat di Himpang Lime Habang, serta menguatnya kohesi sosial yang terejawantahkan dalam semboyan “Junjung Besaoh” merupakan dua fenomena interpenden yang sangat menarik.
Pergeseran pusat gravitasi kota dari koridor perdagangan kolonial yang linear menuju sebuah roundpoint atau kawasan Himpang Lime Habang yang dahulunya adalah kawasan administrasi pemerintahan, mempresentasikan sebuah evolusi dalam perencanaan tata kota. Jika pada era kolonial, pola tata ruang bersifat linear dan mengikuti jalur transportasi komoditas (dari pelabuhan ke darat), maka Himpang Lime Habang menandai transisi menuju tata ruang yang lebih nodal dan terintegrasi.
Pemusatan ini menjadi landmark baru yang tidak hanya bernilai fungsional, tetapi juga simbolis menandai kemajuan, dinamisme, dan integrasi wilayah Toboali ke dalam jaringan yang terpadu. Hal ini juga merefleksikan semboyan daerah “Junjung Besaoh” yang berperan sebagai perekat, dengan nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang erat, hingga membentuk sebuah “komunitas imajiner” yang inklusif, di mana semua suku tidak hanya hidup berdampingan, tetapi telah melebur dalam sebuah kesatuan sosial yang kohesif.
Dari perkembangan yang progresif ini, terdapat juga satu dimensi kritis yang tidak boleh terabaikan yaitu pelestarian bangunan, dan kawasan bersejarah yang berada di sekitar simpul strategis tersebut.
Konsep adaptivereuse atau alih fungsi yang adaptif merupakan pendekatan yang tepat. Bangunan-bangunan bersejarah tidak harus dibekukan fungsinya, tetapi dapat dihidupkan kembali dengan fungsi baru yang relevan dengan konteks kekinian dan tetap menghormati karakter aslinya.
Rumah Dinas Controlleur (Wedana Toboali), Rumah Kepala Gudang (WoningMagazijnmeester) saat ini difungsikan Pojok Baca Digital, Gudang Beras, dan Gedung Nasional, misalnya, dapat direvitalisasi menjadi menjadi museum literasi sejarah, galeri seni, perpustakaan digital dan tema sejarah, atau museum komunitas yang memamerkan foto-foto sejarah Toboali. Pendekatan ini mentransformasi warisan dari sekadar objek pasif menjadi ruang publik yang produktif secara ekonomi kultural.
Hal ini akan menghubungkan titik-titik bersejarah di sekitar Himpang Lime Habang, menciptakan sebuah narasi berjalan (walking narrative) yang memungkinkan pengujung dan generasi muda untuk memahami lapisan-lapisan sejarah kota, mulai dari masa kolonial, hingga pembentukan identitas kotemporer.
Selaras dengan transformasi spasial dan upaya pelestarian sejarah, lapisan identitas lain yang menandai kekayaan Toboali adalah heterogenitas budaya yang telah lama menjadi DNA sosial masyarakatnya. Keragaman dalam bahasa, kuliner, seni, dan tradisi bukanlah fenomena baru, melainkan hasil dari akumulasi interaksi sosiokultural yang intens antar-berbagai kelompok etnis selama berabad-abad. Proses akulturasi dan amalgamasi ini telah melahirkan suatu mosaik kebudayaan yang unik dan dinamis, menjadikan Toboali tidak hanya kaya secara historis, tetapi juga secara kultural,
Di tahun ini, pemilihan tema “Hekaban, Hekawan, Heberuyot” pada peringatan hari jadi ke-317 oleh Lembaga Adat Melayu dan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, menjadi sangat signifikan dan patut mendapatkan apresiasi. Tema ini bukan sekadar slogan, namun juga sebuah kontruksi sosial yang secara cerdas memaknai ulang realitas heterogen menjadi sebuah kekuatan kolektif.
Pemilihan trilogi Hekaban, Hekawan, Heberuyot memiliki sebuah konstruksi filosofis yang secara profound merefleksikan evolusi sosial-historis masyarakat Toboali. Ketiga konsep ini membentuk sebuah kerangka perkembangan berjenjang yang selaras dengan temuan historis dan tantangan kotemporer.
Hekaban, menggambarkan sekumpulan orang atau serombongan yang membentuk suatu kesatuan dalam komunitas atau masyarakat. Konsep hekaban ini merupakan respons transformatif dimulai dari adanya pembangunan benteng pertahanan permukiman masyarakat, aksi kesatuan perjuangan, hingga pola tata ruang kolonial 1934 yang cenderung segregatif.
Hekaban mentransendensi warisan ini dengan menegaskan bahwa meski terkumpul dalam keberagaman, masyarakat Toboali telah membentuk satu kesatuan komunitas yang utuh dari sejak dahulu. Konsep ini adalah fondasi pertama untuk membangun integrasi sosial dari sebuah masyarakat majemuk.
Hekawan, menggambarkan pertemanan, kawan atau saudara dalam kehidupan sehari-hari, meskipun berbeda suku, agama, atau ras, tetap dianggap sebagai saudara di mana pun dan kapan pun. Konsep ini secara langsung merefleksikan realitas sejarah dan hibriditas budaya di Toboali yang telah lama terbentuk.
Keberagaman bahasa, kuliner, arsitektur bukanlah fenomena yang terpisah-pisah, melainkan telah melebur dalam interaksi keseharian yang setara. Dalam teori sosial, hubungan semacam ini menghasilkan modal sosial berbasis bridging (bridging social capital), yaitu jaringan yang menjembatani perbedaan latar belakang. Hekawan adalah kristalisasi dari modal sosial ini, yang menjadi pengikat horizontal antarwarga.
Heberuyot, menggambarkan kekeluargaan yang tercermin dalam kesatuan masyarakat yang erat, dengan ikatan yang kuat. Konsep ini merepresentasikan puncak dari kohesi sosial, yaitu terbentuknya komunitas solidaristik. Ikatan yang kuat ini merupakan faktor kunci dalam membangun ketahanan sosial Toboali. Sejarah panjang selama 317 tahun, dengan segala dinamika politik, ekonomi, dan sosial, hanya dapat dilalui oleh sebuah masyarakat yang memiliki perekat sosial yang kuat seperti yang digambarkan pada heberuyot.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.