Korupsi Tunjangan Transportasi

Kronologi Penangkapan Dedy Yulianto, Eks Wakil Ketua DPRD Babel DPO Korupsi

Mantan Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Dedy Yulianto, akhirnya ditangkap tim gabungan Kejati Babel, DKI dan Jakarta Pusat di sebuah kafe di Jakarta

|
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Bangkapos.com/Adi Saputra
KORUPSI -- Tersangka Dedy Yulianto (tengah), saat keluar dari gedung Kejari Pangkalpinang dan menuju ke Lapas Kelas IIA Pangkalpinang, Kamis (13/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Mantan Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Dedy Yulianto, akhirnya ditangkap tim gabungan Kejati Babel, DKI, dan Jakarta Pusat di sebuah kafe di Jakarta.
  • Ia sempat buron usai tiga rekannya divonis dalam kasus korupsi tunjangan transportasi DPRD Babel 2017–2021 dengan total kerugian negara mencapai Rp2,3 miliar.
  • Dedy sebelumnya mangkir dari tiga kali panggilan penyidik hingga masuk daftar pencarian orang (DPO).
  • Kini, ia resmi ditahan dan akan menjalani proses hukum di Kejari Pangkalpinang.

 

BANGKAPOS.COM--Selama berbulan-bulan, keberadaan Dedy Yulianto menjadi misteri.

Beberapa pihak menyebut ia masih sering terlihat di Jakarta, sementara yang lain mengatakan ia bersembunyi di luar pulau.

Kejati Babel bekerja sama dengan jaringan kejaksaan di tingkat nasional untuk melacak pergerakannya.

Hingga akhirnya, pada Rabu malam, 12 November 2025, intelijen kejaksaan menemukan titik terang.

Informasi menyebut Dedy tengah berada di sebuah kafe di Jalan Sidam Barat, Jakarta Pusat. Tim gabungan langsung bergerak.

“Sekitar pukul 23.00 WIB, kami amankan tersangka di Kafe Kenangan, Jakarta Pusat,” ungkap Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Babel, Aco Rahmadi Jaya, dalam konferensi pers di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Babel, Kamis (13/11/2025).

Dedy tidak melakukan perlawanan saat diamankan. Ia digelandang ke Kejati DKI Jakarta untuk dititipkan sementara sebelum diterbangkan ke Bangka.

“Setelah diamankan, tersangka dibawa ke Kejati DKI Jakarta dan pagi ini diterbangkan ke Bangka menggunakan pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir Pangkalpinang,” jelas Aco.

Tiba di Pangkalpinang dengan Kepala Tunduk

Kamis (13/11/2025), pukul 08.30 WIB, pesawat yang membawa Dedy Yulianto mendarat di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang.

Mengenakan jaket hitam, topi, dan masker, ia turun dari pesawat tanpa banyak bicara, dikawal ketat petugas Kejati Babel.

Pukul 09.00 pagi, Dedy tiba di Gedung Pidana Khusus Kejati Babel.

Ia menundukkan kepala ketika digiring naik ke lantai dua gedung, tempat ruang pemeriksaan berada.

Hingga pukul 09.45 WIB, Dedy masih berada di dalam ruangan, didampingi penasihat hukumnya.

Sekitar pukul 10.00 WIB, ia kembali dibawa ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkalpinang untuk proses tahap dua, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.

Dari pantauan di lokasi, suasana Kejari cukup ketat. Wartawan yang menunggu di halaman hanya sempat melihat sekilas sosok Dedy melintas — masih dengan masker dan tanpa sepatah kata pun.

Kasus yang Tak Kunjung Usai 

Kasus korupsi tunjangan transportasi DPRD Babel ini sebenarnya sudah memasuki babak akhir bagi tiga tersangka lain.

Amri Cahyadi, Hendra Apollo, dan Syaifudin telah menjalani proses hukum, divonis bersalah, dan bahkan telah keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Namun, kasus Dedy menjadi semacam “epilog tertunda”. Ia satu-satunya tersangka yang belum mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan  hingga penangkapan kemarin malam.

Menurut penyidik, kasus ini menyoroti praktik double benefit, di mana para pimpinan DPRD tetap menerima tunjangan transportasi meskipun mobil dinas mereka belum dikembalikan ke sekretariat dewan.

Padahal, berdasarkan aturan, tunjangan hanya diberikan bagi pejabat yang tidak menggunakan fasilitas kendaraan dinas.

Total kerugian negara yang muncul dari praktik tersebut mencapai Rp2.395.286.220, sebagaimana disebut dalam surat perintah penyidikan.

Pembelaan dan Kontroversi

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2022, Dedy Yulianto selalu menegaskan bahwa apa yang diterimanya tidak menyalahi aturan.

Dalam wawancaranya bersama Bangkapos.com pada September 2022, ia menjelaskan bahwa tunjangan transportasi sudah diatur secara sah melalui Pergub Babel Nomor 50 Tahun 2017, yang ditandatangani oleh Plt Sekda dan Gubernur saat itu.

“Dasar hukumnya jelas. Kalau begitu, gubernur dan sekda juga bisa jadi tersangka, karena mereka ikut menandatangani Pergub itu,” ujarnya kala itu.

Dedy juga menyebutkan bahwa tidak pernah ada temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Inspektorat Babel terkait pelaksanaan tunjangan tersebut.

“Kalau memang ada temuan, pasti diminta dikembalikan,” katanya.

Pernyataannya memicu perdebatan publik. Sebagian pihak menilai ada unsur kelalaian administratif, sementara yang lain menilai Dedy mencoba memanfaatkan celah hukum untuk menghindari tanggung jawab.

Sidang dan Tuntutan Publik

Pada 2023, ketika tiga tersangka lain sudah diadili, nama Dedy Yulianto kembali mencuat di ruang sidang Pengadilan Negeri Pangkalpinang.

Ketua Majelis Hakim Mulyadi bahkan sempat meminta jaksa menghadirkan Dedy di persidangan agar perkara menjadi terang.

“Saya minta penuntut umum menghadirkan yang bersangkutan pada sidang pekan depan,” ujar Mulyadi, Selasa (9/5/2023).

Namun panggilan itu tak pernah diindahkan. Dedy tetap tidak muncul, dan kasus terhadapnya pun mengendap.

Publik Babel mulai mempertanyakan keseriusan aparat hukum menuntaskan kasus yang telah berjalan lebih dari tiga tahun itu.

Kini, setelah Dedy resmi ditangkap dan dibawa ke Kejati Babel, tuntutan publik semakin menguat agar proses hukum berjalan transparan dan tuntas, tanpa ada kompromi politik.

Politik, Hukum, dan Bayang-Bayang Kekuasaan

Kasus Dedy Yulianto menjadi contoh klasik bagaimana politik dan hukum sering bersinggungan di tingkat daerah.

Sebagai mantan pimpinan DPRD dan figur politik berpengaruh di Bangka Belitung, Dedy memiliki jaringan yang cukup luas baik di partai maupun pemerintahan.

Fakta bahwa proses hukumnya sempat tertunda karena alasan politik menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.

Namun, Kejati Babel menegaskan bahwa tidak ada intervensi dalam penegakan hukum.

“Kami hanya menunda demi menjaga asas netralitas proses politik. Setelah itu, kami tetap memproses secara hukum,” ujar seorang pejabat kejaksaan yang enggan disebutkan namanya.

Menjelang sore, Kamis (13/11/2025), mobil tahanan Kejati Babel meninggalkan halaman Kejari Pangkalpinang. Di dalamnya, Dedy Yulianto duduk tenang, dikelilingi petugas berseragam cokelat.

Ia kini resmi berstatus tahanan kejaksaan dan menunggu jadwal sidang perdananya.

Kasus ini belum berakhir, tapi kehadiran Dedy di ruang tahanan menjadi babak penting dari proses panjang penegakan hukum di Bangka Belitung.

Di tengah tekanan publik dan aroma politik yang masih kuat, aparat hukum dituntut menjaga transparansi dan integritas agar kepercayaan masyarakat tak kembali luntur.

Bagi masyarakat Bangka Belitung, penangkapan ini bukan sekadar soal satu nama.

Ia menjadi simbol bahwa keadilan, meski datang terlambat, tetap menemukan jalannya.

FAKTA SINGKAT KASUS DEDY YULIANTO

  • Kasus: Dugaan korupsi tunjangan transportasi DPRD Babel 2017–2021
  • Kerugian Negara: ± Rp2,39 miliar
  • Tersangka: Dedy Yulianto, Amri Cahyadi, Hendra Apollo, Syaifudin
  • Status Dedy: DPO sejak 2023, ditangkap 12 November 2025 di Jakarta
  • Pasal Disangkakan: Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor
  • Ancaman Hukuman: Penjara maksimal 20 tahun, denda maksimal Rp1 miliar

(Bangkapos.com/Adi Saputra/Zulkodri)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved