Resonansi
Di Balik Kejahatan
Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung membongkar gudang penimbunan BBM subsidi illegal di Dusun Bukit Bangkadir, Belinyu.
Penulis: Ade Mayasanto | Editor: Fitriadi
Ade Mayasanto, S.Pd., M.M.
Editor in Chief
Bangka Pos/Pos Belitung
Di sebuah dusun bernama Bukit Bangkadir, jajaran tim Subdit Indagsi Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung membongkar gudang penimbunan bahan bakar minyak (BBM) subsidi illegal, Sabtu (15/11) dini hari. Temuan polisi, kurang lebih 42 ribu liter atau setara 42 ton BBM yang ditimbun.
Kepala Bidang Humas Polda Bangka Belitung, Kombes Fauzan Sukmawansyah menengarai BBM subsidi berasal dari Provinsi tetangga, Sumatera Selatan.
BBM subsidi juga diduga berasal dari beberapa tempat di pulau Bangka. BBM diangkut menggunakan dua unit truk modifikasi hingga menemui titik akhir di gudang Bukit Bangkadir.
Tim juga mengamankan lima terduga pelaku. Mereka adalah DN alias Decka selaku direktur, AA alias Abi selaku komisaris, BS dan IP selaku sopir truk, serta AW selaku kernet mobil.
Polisi juga mengamankan beberapa peralatan juga seperti selang, mesin, drum hingga tedmon yang berisi BBM subsidi tanpa dokumen yang sah.
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung membongkar sindikat pengoplos gas elpiji di Desa Terak, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah pada Rabu (5/11) pekan lalu.
Sekitar ratusan tabung gas elpiji berukuran mulai dari tiga kilogram dan 12 kilogram disita. Tim juga mengamankan dua terduga pelaku berinisial JA alias Cak Din (53) dan An alias Doni (47).
Dua operasi polisi di bulan Nopember memperlihatkan bahwa korupsi kecil bisa menemukan rumahnya, entah itu di tikungan jalan, dermaga, perbatasan atau gudang yang pintunya jarang dibuka sekalipun.
Namun, Hannah Arendt yang menulis tentang the banality ofe evil jauh-jauh hari mengingatkan bahwa peristiwa itu bukan sekedar angka yang terasa dingin. Sesuatu yang lebih sunyi bisa saja bergerak di baliknya.
Setiap liter yang ditimbun, atau setiap kilogram yang dioplos menjadi jejak dari sesuatu yang lebih besar.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah orang-orang yang terlihat biasa, justru menjadi bagian perjalanan panjang penyimpangan.
Mereka terlibat atas kongkalikong ketika energi diubah menjadi komoditas. Komoditas lalu dibuat kalkulasi secara matang, dan akhirnya kalkulasi beranak menjadi sebuah pelanggaran massif atas nama hanya menjalankan perintah belaka.
Walhasil, orang biasa melakukan tindakan destruktif di bawah otoritas, atau bisa jadi dari perilaku asosial yang diam-diam dianggap biasa.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/Ade-Mayasanto.jpg)