Tribunners

Selamat Jalan Profesor Bustami Rahman

Di sela kami saling menimpali, tetiba Bu WR terdiam ketika membaca WA yang mengabarkan berita duka atas berpulangnya Prof Bustami Rahman.

Editor: Fitriadi
Dokumentasi Bangkapos.com
Rektor Universitas Bangka Belitung, Prof Dr Ibrahim. 

Ia tinggalkan Jawa yang katanya kelak suatu saat akan menjadi halaman belakang karena kita akan menjadikan Laut China Selatan sebagai halaman depan untuk bertarung dengan warga-warga Asia Tenggara lainnya. 

Ia melewati sejarah panjang kampus yang kompleks, mulai dari ijin operasional pendirian kampus, menggalang dukungan pemerintah daerah dan industri, meyakinkan pemerintah pusat, dan tak usah dibilang bagaimana ia gigih memperjuangkan penegerian.

Mimpinya agar Bangka Belitung mandiri dan berdaya dengan sumber daya manusia yang unggul di tingkat daerah adalah hal yang tidak bisa ditawar, status negeri pun diraih UBB pada 2010, sekaligus ia memimpinnya untuk periode awal. Praktis ia menjadi Rektor selama 2006-2016.

Tak cukup disitu, berbagai tantangan awal penegrian ia lewati sembari menyiapkan estafet kepemimpinan bagi kami adik-adiknya.

Ia sadar betul, bahwa usia tak bisa dilawan, maka ia pimpin dan siapkanlah kami semua untuk meneruskan perjuangan beliau.

Namun, tak ingin disebut hanya pendiri dan perintis, ia mantapkan pilihan untuk membuat rumah sederhana di pinggiran Desa Balunijuk sejak ia tak lagi menjabat Rektor pada tahun 2016.

Alih-alih memilih kembali ke Jawa, ia mendedikasikan dirinya untuk menjadi tempat bertanya para warga lokal di rumahnya, sembari menerima mahasiswa bimbingan di pendopo kecil yang ia beri nama ‘pendopo peradaban’ di sebelah rumahnya.

Ia rupanya tak mau disebut melepas kami begitu saja, tetap mengajar, membimbing, mengisi seminar, menjadi Ketua Dewan Pendidikan 10 tahun tanpa menerima gaji, termasuk menjadi Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi menjadi labuhan pilihannya.

Ia nyata menjadi inspirasi bagi kita di daerah untuk terus mengembangkan sektor pendidikan tinggi, tak hanya di UBB, tapi juga bagi kampus lain. Ia adalah role model ‘orang kampung, pulang kampung, membangun kampung’.
 
Baginya, boleh pensiun secara usia, tapi tidak dengan pengabdian.

Usianya nyaris mendekati sepertiga abad, tak ada keluhan sakit selama ini, maka kami terkejut atas kepergiannya.

Mengantarkan sang istri tercinta untuk rutin berobat, ia adalah figur suami yang istimewa.

Kami bersaksi bagaimana tekunnya ia menemani istri kontrol dengan kendaraan yang disopirinya sendiri.

Beberapa hari lalu, bahkan saya sempat titip tanya ke Mbak Vindi, putrinya yang menjadi dosen di FISIP, apakah Prof sudah di Balunijuk atau masih di Jogja karena istri akan menitip mangga manis dari rumah dinas Rektor UBB yang dulu beliau tempati lama. Masih di Jogja, demikian informasi singkatnya saat itu. 

Kepergian beliau menjadi duka mendalam bagi para sivitas.

Tapi kalau boleh jujur, ia tak hanya mewariskan rintisan pendidikan tinggi yang berkelas di daerah, tempat belajar anak bangsa kini dari berbagai provinsi. Tapi juga telah mewariskan teladan perilaku. Mari saya catat sedikit sebagai contoh. 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved