Tribunners
Selamat Jalan Profesor Bustami Rahman
Di sela kami saling menimpali, tetiba Bu WR terdiam ketika membaca WA yang mengabarkan berita duka atas berpulangnya Prof Bustami Rahman.
Saat tak lagi jadi Rektor, beliau kami siapkan ruangan sederhana di FISIP, tempat saya menjadi Dekan saat itu.
Jika saat akan masuk ruangan dan kami sedang berkumpul di meja rapat depan, ia akan mengambil jalan memutar.
Tak ingin mengganggu kami karena ia tahu kami harus berdinamika sendiri.
Nyaris 6 tahun menjadi Dekan, tak berbilang jari di 1 tangan beliau masuk ke ruangan, sekedar untuk menyampaikan masukan-masukan misalnya.
Saat mendaftar sebagai Rektor, beliau turut mendampingi sampai ke meja pendaftaran, namun 6 tahun telah menjabat, ia tak akan datang memberi nasihat kecuali saya yang datang menghadap meminta pertimbangan. Ia bukan figur pejabat post power syndrom.
Soal kematian, ia sering terkekeh sejak dulu. ‘Kalian ini kan masih takut mati, kalau macam saya sudah siap kapan saja’, begitu kira-kira.
Ia memang berpesan pada kami untuk suatu saat menyiapkan pemakaman keluarga UBB agar kelak orang-orang dapat berziarah pada para ilmuwan kampus dengan mudah.
Namun ia juga berpesan bahwa ia minta dimakamkan dimana tempat beliau meninggal saja, agar tidak merepotkan keluarga dan kerabat yang ditinggalkan.
Saat ini beliau telah pergi, tentu kita semua berduka, tapi ia telah melahirkan penerus-penerus.
Katanya sederhana suatu ketika: saya ingin tenang pergi ketika melihat adik-adik dan anak-anak saya di kampus ini berdaya dan mandiri.
Prof, kami tahu bahwa usiamu telah dijemput oleh takdir, penciptamu telah menjalankan kesepakatan awal sejak sebelum engkau lahir, tapi kami yakin bahwa jasa dan teladanmu akan terus memancar, memencar, dan mengalir.
Banyak orang dengan beragam cerita akan mengenangmu sebagai orang baik, hebat, dan bersahaja. Maka, seperti epos kepahlawan abang kandungmu Mayor Safrie Rahman, kisah perjuanganmu, kegigihanmu, dan keteladananmu akan terus kami kisahkan.
Selamat jalan Profesor Bustami Rahman, hormat kami sepanjang namamu terkenang!
| Menyongsong 25 Tahun Provinsi Teladan Babel dalam Catatan Pewarta |
|
|---|
| Pendidikan Karakter di Era Digital: Tantangan Serius bagi Generasi Belitung |
|
|---|
| Menanti Regulasi Tutor Nonformal |
|
|---|
| Reformasi Birokrasi Budaya: Saatnya Tata Kelola Kebudayaan Babel Lebih Terbuka dan Berpihak |
|
|---|
| Hikmah Peringatan Hari Pahlawan bagi Peserta Didik |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20220217-dr-ibrahim.jpg)