Bangka Pos Hari Ini

Hingga September 2025, Sudah 8 Warga Babel Tewas Diterkam Buaya, 6 Orang Mengalami Luka-luka

Endi berharap masyarakat lebih memahami bahwa buaya bukan musuh, melainkan bagian dari ekosistem yang rusak akibat ulah manusia

Editor: Hendra
(Ist humas Kansar Pangkalpinang).
JENAZAH DITERKAM BUAYA - Jenazah Febry, penambang timah yang diterkam buaya di Sungai Pelaben, Kecamatan Merawang ditemukan oleh Tim SAR Gabungan dan kemudian dievakuasi, Jumat (4/7/2025). 

“Memang dalam dua hari itu ditemukan dua ekor buaya yang diduga sengaja dibunuh karena menggunakan pancing dan umpannya sepertinya diracuni. Itu jelas mengakibatkan kematian pada buaya, dan secara konservasi itu tidak boleh sama sekali,” tegas Endi.

Ia menjelaskan, buaya memang predator dan berpotensi melukai manusia, namun habitat asli mereka telah ada jauh sebelum aktivitas manusia berkembang.

“Kalau bicara habitat, apalagi di kawasan Gantung dan sekitarnya, itu memang dari zaman dulu habitatnya buaya. Seharusnya tidak boleh ditangkap, apalagi diburu atau dibunuh,” ujarnya.

Endi menjelaskan bahwa selama ini buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan satwa yang dilindungi. Namun, perubahan regulasi sejak 2024 membuat kewenangan pengelolaannya berpindah dari Kementerian Kehutanan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Sejak perubahan Undang-Undang tahun 2024, buaya itu kewenangannya pindah ke KKP. Selama ini kita tahu buaya muara dilindungi, tapi ada aturan baru yang menyebut perlindungannya terbatas. Ini masih harus kita konfirmasi lagi, karena jika benar hanya buaya dari Jawa dan Bali yang dilindungi, maka aturan ini perlu diperjelas,” kata Endi.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa terlepas apa pun status hukumnya, membunuh buaya tetap tidak dibenarkan dari sudut pandang konservasi.

“Dilindungi atau tidak, buaya tetap bagian penting dari ekosistem dan tidak boleh dibunuh,” katanya.

Diedukasi

Meski melanggar aturan, Endi berharap pelaku yang diduga membunuh dua buaya muara mendapat edukasi terkait hewan predator tersebut.

“Harusnya masyarakat melapor, bukan membunuh. Karena bangkainya kalau dibiarkan itu mengundang buaya lain datang. Mereka bisa kanibal. Bau bangkai juga mencemari lingkungan. Makanya kemarin buaya 4 meter itu saya minta warga dan BPBD untuk kuburkan,” jelasnya.

Endi berharap masyarakat lebih memahami bahwa buaya bukan musuh, melainkan bagian dari ekosistem yang rusak akibat ulah manusia. Ia meminta kehati-hatian serta menghentikan praktik yang dapat memicu konflik.

“Jangan selalu salahkan buaya. Kita yang harus mawas diri. Selama habitat tidak rusak, buaya tidak akan menyerang. Semua berawal dari manusia, dan solusinya juga harus dari manusia,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, warga di sekitar Jembatan Jerambah Gantung menemukan dua bangkai buaya dalam dua hari berturut-turut. Buaya berukuran sekitar empat meter dan tiga meter itu ditemukan mengambang di lokasi yang berdekatan. Diduga binatang itu mati karena dipancing menggunakan umpan berisi racun.

Karena keterbatasan, dua bangkai buaya itu hanya diikat di pohon bakau di aliran Sungai Jerambah Gantung, sekitar satu kilometer dari Jembatan Jerambah Gantung. Satu dari bangkai tersebut terlepas dan hanyut ke hilir akibat derasnya arus. Bangkai buaya dibiarkan membusuk hingga pecah dan tenggelam dengan sendirinya.  (x1)

Sumber: bangkapos
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved