Kepsek SMK PGRI 2 Ponorogo Terancam 14 Tahun Penjara, Didakwa Korupsi Dana BOS Rp25 Miliar

Kepala Sekolah SMK PGRI 2 Ponorogo, Syamhudi Arifin, didakwa korupsi dana BOS hingga Rp25 miliar sejak 2019.

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
(KOMPAS.COM/SUKOCO)
Kejaksaan Negeri Ponorogo, Jawa Timur, menetapkan SA, Kepala SMK 2 PGRI Ponorogo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019-2024. 

Menindaklanjuti laporan itu, Kejari Ponorogo melakukan penggeledahan di tiga lokasi, yakni:

  • SMK PGRI 2 Ponorogo,
  • Kantor Cabang Dinas Pendidikan wilayah Ponorogo-Magetan, dan
  • kantor salah satu penyedia alat tulis kantor (ATK).

Dari hasil penggeledahan, penyidik menemukan sejumlah dokumen administrasi dan bukti transaksi yang mengindikasikan adanya penyelewengan dana dalam jumlah besar.

“Dana BOS tahun 2019 sampai 2024 tidak digunakan sebagaimana mestinya. Banyak pembelanjaan yang tidak relevan dengan kegiatan sekolah,” ujar Agung Riyadi.

Proses Hukum dan Tuntutan Jaksa

Kini, kasus tersebut telah memasuki tahap persidangan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Syamhudi Arifin dengan pidana 14 tahun penjara sesuai Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Selain pidana penjara, terdakwa juga dikenai denda sebesar Rp500 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan hukuman subsider enam bulan penjara.

Tak hanya itu, jaksa juga menuntut Syamhudi membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp25.834.210.590,82 (dua puluh lima miliar delapan ratus tiga puluh empat juta dua ratus sepuluh ribu lima ratus sembilan puluh rupiah delapan puluh dua sen).

Namun, dari hasil penyelidikan diketahui bahwa Syamhudi telah mengembalikan sebagian uang sebesar Rp3,175 miliar.

Sehingga, sisa uang pengganti yang masih harus dibayarkan berjumlah Rp22,659 miliar.

“Jika setelah satu bulan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tidak dibayarkan, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang. Bila harta tidak mencukupi, diganti pidana penjara tambahan,” tegas Agung.

Reaksi Kejaksaan dan Pemerintah Daerah

Kejaksaan Negeri Ponorogo menegaskan bahwa kasus ini merupakan bentuk pengawasan terhadap transparansi penggunaan dana pendidikan di tingkat sekolah menengah.

“Dana BOS harus dikelola secara akuntabel dan transparan. Ini adalah uang negara yang diberikan untuk kepentingan pendidikan anak-anak, bukan untuk memperkaya diri,” ujar Agung.

Pemerintah Kabupaten Ponorogo juga menyatakan dukungan terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

Dinas Pendidikan setempat bahkan sudah menunjuk pelaksana tugas (Plt) kepala sekolah untuk menggantikan posisi Syamhudi agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan normal.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved