UMP 2026

Serikat Buruh Tolak UMP 2026 Naik 3,75 Persen, Apindo: Hati-hati 

Kalangan serikat buruh terus mendesak pemerintah agar menaikkan upah minimum sebesar 10 persen hingga 20 persen dari UMP 2025.

Editor: Fitriadi
Generated by AI Copilot
UMP 2026 - Foto ilustrasi UMP 2026. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menjadwalkan UMP 2026 akan dimumkan pada 21 November 2025. 

Kemudian opsi ketiga, paling tinggi 10,5 persen.

"Step ketiga, angka kompromi tertingginya 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen, karena indeks tertentunya kami menggunakan 1,0 sampai 1,5,” kata Said.

Buruh DKI Minta UMP Rp6 Juta

Sebelumnya, sebanyak 24 federasi serikat buruh se-Jakarta mendesak bertemu langsung dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk membahas UMP 2026

Desakan itu disampaikan dalam aksi demonstrasi di depan Balai Kota Jakarta, Senin (17/11/2025). 

"Tuntutan kami adalah kenaikan UMP 2026 sebesar 11 persen. Kemudian juga agar upah minimum sektoral provinsi (UMSP) sektor logistik dimasukkan dalam standar penghitungan upah," ujar bendahara FSB KIKES KSBSI, Taufik. 

“Ya setidaknya naik UMP Jakarta dari Rp 5,4 juta menjadi Rp 6 juta,” lanjut dia. 

Aksi ini disebut sebagai tahap awal sebelum penetapan UMP pada 21 November 2025. 

Apindo Ingatkan Pemerintah Hati-hati Tetapkan UMP

Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah berhati-hati dalam merumuskan formula kenaikan upah agar tidak menimbulkan beban berat bagi pelaku usaha.

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menyampaikan, kepastian dalam penghitungan upah merupakan bagian penting dari kepastian berusaha di Indonesia. Menurutnya, selama ini formula penghitungan UMP yang diatur melalui Undang-Undang Cipta Kerja telah memberikan arah dan kepastian bagi investor.

"Salah satu aspek kepastian berusaha itu juga ada kepastian dari segi upah. Kalau tidak ada kepastian dan setiap tahun asal saja keluar angka, itu tidak memungkinkan," tutur Shinta saat ditemui Wartawan di Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa formula UMP sejatinya telah disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Karena itu, UMP seharusnya tidak disamaratakan di seluruh wilayah.

"Kita mesti menyadari bahwa UMP itu sebenarnya adalah jaring pengaman sosial. Jadi (besaran upah ke buruh) benar-benar minimum wage. Kenyataannya di lapangan, yang dibayar sesuai UMP itu hanya pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun," ungkapnya.

Menurut Shinta, keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan penyesuaian formula penghitungan UMP membuat pemerintah harus kembali merumuskan ulang sistem yang sebelumnya telah berjalan.

"Sekarang dengan adanya putusan MK dengan 12 butir itu, kita harus mengulang kembali proses yang tadinya sudah diselesaikan dalam UU Cipta Kerja. Kita mulai lagi dengan undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Jadi memang banyak effort yang harus dilakukan," jelasnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved