Fakta - fakta Puro Mangkunegaran, Keraton Tempat Kaesang dan Erina Langsungkan Resepsi Pernikahan
Sejak Sabtu (10/12) pukul 18.30 WIB, masyarakat mulai berdatangan di kawasan pintu gerbang Puro Mangkunegaran di kawasan Ngasopuro
Penulis: Nur Ramadhaningtyas |
Namun, meletusnya revolusi sosial di Surakarta pada 1945-1946 mengakibatkan Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya.
Baca juga: Ibu Erina Gudono Viral Jelang Nikahan Putrinya dengan Kaesang: Pelukan Terakhir Masih Saya Rasakan
Baca juga: Polisi Akhirnya Hentikan Kasus Satu Keluarga yang Tewas di Kalideres, Tak Ditemukan Tindak Pidana
Baca juga: 5 Bacaan Doa Agar Terlihat Cantik dan Bercahaya, Aura Wajah Terpancar Setiap Hari
Baca juga: Doa Sapu Jagat Lengkap dengan Arti dan Keutamaannya, Menghindarkan Diri dari Segala Bentuk Kejelekan
Baca juga: Bacaan Doa untuk Pengantin Baru, Bisa Dibaca saat Kondangan ke Pernikahan, Lengkap Arab dan Artinya
4. Punya tiga halaman
Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kompleks Pura Mangkunegaran menghadap ke arah selatan dan dibagi menjadi tiga halaman.
Halaman pertama di sebelah selatan berupa Pamedan atau lapangan berdenah empat persegi panjang dan membujur dari barat ke timur.
Sementara pada halaman kedua terdapat Pendopo berbentuk joglo.
Adapun halaman ketiga berupa kebun yang luas bernama Ujung Puri.
5. Punya museum hingga perpustakaan
Kompleks Pura Mangkunegaran memiliki sejumlah area untuk dikunjungi para wisatawan.
Salah satunya museum yang menyimpan benda-benda bersejarah milik Pura Mangkunegaran yang dikumpulkan sejak tahun 1926, seperti dikutip dari situs resminya.
Museum ini bisa dikunjungi setiap harinya dengan harga tiket Rp 20.000 per orang untuk wisatawan domestik dan Rp 40.000 untuk wisatawan mancanegara.
Di sana, pengunjung bisa mengelilingi bangunan utama dan mempelajari informasi sejarah di masing-masing lokasi.
Ada pula perpustakaan Rekso Pustoko yang menyimpan koleksi buku, naskah kuno, foto, dan arsip, dengan total koleksi mencapai lebih dari 6.000 judul.
6. Istana model keraton
Istana ini mulai dibangun pada tahun 1757 oleh Mangkunagara I dengan mengikuti model keraton.
Secara arsitektur kompleks bangunannya memiliki bagian-bagian yang menyerupai keraton, seperti memiliki pamédan, pendapa, pringgitan, dalem, dan keputrèn.
Seluruh kompleks dikelilingi oleh tembok, hanya bagian pamédan yang diberi pagar besi.
(Bangkapos.com/Nur Ramadhaningtyas)