Berita Pangkalpinang

Pengamat Menilai Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Membuat Caleg Adu Popularitas dan Kekuatan Uang

Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung Ariandi A Zulkarnain, menyoroti wacana sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Penulis: Riki Pratama | Editor: nurhayati
Dok/Ariandi A Zulkarnain
Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung Ariandi A Zulkarnain. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung Ariandi A Zulkarnain, menyoroti wacana sistem proporsional tertutup atau coblos partai pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 mendatang.

Ia mengatakan, masing-masing sistem pemilu memiliki kelebihan dan kekurangan. Terkait perdebatan mengenai sistem manakah yang harus dipakai di Indonesia.

"Itu tidak terelakan pada perdebatan ini, yang cukup menonjol hingga menjelang pemilu 2024. Perdebatan itu terjadi di antara kedua pendukung, baik pendukung sistem proporsional tertutup maupun sistem proporsional terbuka," kata Ariandi kepada Bangkapos.com, Rabu (4/1/2023).

Baca juga: PMI Bangka Miliki Mesin Aferesis untuk Trombosit, Sekali Pakai Butuh Rp 3 Juta

Baca juga: Tak ada Perubahan Aturan PPh Baru, Berikut Penjelasan Kepala KKP Pratama Pangkalpinang

Namun, kata Ariandi, apabila dirinya harus menarik kesimpulan dalam ruang pemilu menuju 2024 tentunya, bersama-sama harus menelisik alasan yang menjadi pertimbangan dalam yudicial review terhadap Undang-undang Pemilu ke MK.

"Dengan alasan-alasan yang ada muncul dalam beberapa poin yakni politik uang yang tinggi membuat ruang pemilu manjadi tidak fair.  Karena dalam proporsional terbuka membuat caleg di dalam partai akan saling membunuh atau baik dengan popularitas dan kekuatan uang. Namun dalam aspek kualitas masih jauh dari kata ideal," ungkapnya.

Selain itu, ia menambahkan dengan danya wacana mengakomodir kehadiran gender lebih bisa diintervensi oleh partai politik, sehingga melahirkan representasi terhadap gender dan afirmasi action terhadap perempuan, etisitas dan dalam proporsional terbuka membuat persaingan lebih terbuka. 

"Selain itu juga kader kader yang dianggap berkualitas kemudian kalah dalam persaingan pamor dan modal materil dalam ruang politik," katanya.

Dari alasan di atas, menurut Ariandi, seharusnya sudah ada obat dalam setiap penyakitnya.

"Jika berbicara tentang politik uang maka pekerjaan penyelenggara pemilu menjadi satu catatan utama dalam memberikan pendidikan politik kepada rakyat, memperkuat pendidikan politik kader di Internal partai politik. Jangan sampai hal ini yang dijadikan alasan tersebut justru membatalkan kedaulatan rakyat," jelasnya.

Baca juga: Pemerintah akan Larang Jual Rokok Ketengan, Pedagang Kecil Ketar-ketir Laba Terancam Berkurang

Baca juga: KPSI Tolak Perppu Cipta Kerja , Perppu Ciptaker Rampas Uang Pesangon

Dikatakannya, dengan adanya sistem proporsional tertutup memungkin nomor nomor dengan urutan teratas di isi klienisme dalam politik dinasti di dalam partai itu sendiri. 

"Maka yang perlu kita perbaiki adalah fokus pada pada solusi yang harus difikirkan dalam ruang pemilu proporsional terbuka. tidak dengan mudah mengubah sistem sebagai sarana penyelesaian masalah,"pesannya.

"Upaya yang dilakukan harus benar benar matang dan penuh perhitungan mengingat kita tidak ingin kemudian mundur kembali ke kebelakang. Tidak relevan jika hanya membandingkan kekurangan dari kedua sistem tersebut tanpa melihat dengan kajian yang utuh atas masa depan pemilu di Indonesia," ungkap Ariandi.

(Bangkapos.com/Riki Pratama)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved