Pembunuh Hafiza Ditangkap

Pembunuh Hafiza Dibawah Umur, Psikolog: Masa Remaja Pendampingan Orangtua Sangat Penting

Menurutnya, pada masa tersebut remaja sedang mencari jati diri dan berada pada masa perkembangan pikiran menuju dewasa.

Penulis: Andini Dwi Hasanah | Editor: khamelia
Istimewa / dokumentasi pribadi
Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Islam IAIN SAS Bangka Belitung, Siska Dwi Paramita. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Tim Gabungan Polres Bangka Barat, Polda Bangka Belitung dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sudah mengamankan seorang pelaku pembunuh Hafiza, pada Rabu (15/3/2023).

Kini pelaku yang merupakan seorang laki-laki dan masih di bawah umur itu, masih diambil keterangan lebih lanjut terkait motif pembunuhan yang dilakukan pelaku tersebut.

Lantas seperti apa pandangan psikolog terkait pelaku yang tega menghabisi nyawa Hafiza bocah delapan tahun tersebut.

Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Islam IAIN SAS Bangka Belitung, Siska Dwi Paramita menilai, usia pelaku yakni 17 tahun merupakan usia remaja, dimana usia remaja ini dipandang sebagai masa yang penuh storm and stress atau sering disebut dengan Period of  Storm and stress yaitu istilah yang merujuk kepada masa remaja.

Menurutnya, pada masa tersebut remaja sedang mencari jati diri dan berada pada masa perkembangan pikiran menuju dewasa. 

Baca juga: Hanya Berjarak Tiga Rumah, Ayah Hafiza Ungkap Keseharian Pelaku hingga Tega Membunuh Putrinya

Terkadang remaja menemukan persoalan ataupun gejolak yang berat layaknya badai yang membuat galau dan stres berat dalam memikirkan kehidupan perasaan dan emosinya. 

"Di masa ini remaja juga ingin mencari kebebasan dan berusaha mencari konsep diri atau mencari jati diri pencarian jati diri kemudian belajar mengendalikan diri," sebut Siska kepada Bangkapos.com, Rabu (15/3/2023).

Menurutnya, jika hal ini terkendala maka akan banyak konflik perilaku menyimpang pada remaja, tentu faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada remaja cukup banyak.

Pertama kasus broken home seperti perceraian orang tua, kemudian kelalaian orang tua dalam mendidik, adanya perselisihan antara anggota keluarga, adanya paparan dari pornografi, kehidupan ekonomi yang sulit, mengenal lingkungan obat-obatan Terlarang dan ketidakstabilan emosi.

"Tentu tidak mudah menerka apa yang terjadi pada psikologis seseorang apalagi jika terkait dalam kasus pembunuhan ini," tuturnya.

Dari faktor-faktor diatas, kata Siska, jelas dapat mengakibatkan permasalahan yang lebih besar lagi sehingga butuh arahan dari orangtua dan juga lingkungan.

"Remaja yang menyikapi tahap perkembangan ini dengan bijak (tidak berlebihan) secara tidak langsung emosinya pun akan berkembang dengan baik begitupula sebaliknya remaja yang tidak mampu menghadapi tahap perkembangan ini dengan baik cenderung membentuk citra diri yang negatif yang nantinya berpengaruh pada kematangan emosional," terangnya.

Sebab, diakui Siska, kondisi emosi atau suasana hati diusia remaja tidak menentu maka masa ini akan diwarnai oleh banyak konflik. Penyebabnya karena Hormon-hormon seksual yang sudah mulai berfungsi adalah salah satu pemicu kondisi emosi pada usia remaja menjadi labil (tidak menentu).

"Jadi kalau ditanya apakah disebut penyakit, belum bisa dideskripsikan karena butuh asesmen lebih mendalam," tambahnya.

(Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved