Berita Bangka

Ribuan Hektar Kebun Lada di Babel Hilang Berganti Lahan Sawit, 9 Juta Hektar Sawit Belum Bayar Pajak

Artikel ini membahas tentang alasan kenapa Kebun lada di Bangka Belitung menurun, sehingga petani beralih ke kebun sawit

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Ist
Seorang warga memetik buah lada di kebun lada milik Suhami di Desa Perlang Kecamatan Koba, Bangka Tengah 

Beralih ke Sawit

Komoditi lada yang sebelumnya menjadi tanaman para petani di Bangka Belitung kini kian menurun eksistensinya.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, luas lahan tanaman lada belum menghasilkan di Bangka Belitung pada tahun 2021, 18.463 hektar dengan total luas lahan lada 49.464 hektar.

Sedangkan pada tahun 2022, tanaman lada belum menghasilkan di Bangka Belitung 15.705 hektar dengan total luas lahan lada 44.548 hektar.

Menurunnya minat petani untuk bercocok tanam lada ini karenakan hasil yang didapatkan tidak sepadan dengan biaya ataupun tenaga yang dikeluarkan.

"Dulu-dulu memang saya bercocok tanam lada, tetapi sekarang ini tidak lagi. Karena dari segi biaya lumayan tinggi, belum perawatannya harus lebih diperhatikan, dan sekarang juga banyak bibit yang mati, harga juga murah, beda dengan dulu. Jadi kalau hitung-hitung sekarang saya mending pilih sawit karena perawatannya mudah, terus harganya juga terbilang memadai untuk biaya tanam hingga perawatannya," ungkap Samsul petani yang saat ini memilih bercocok tanaman sawit, Senin (15/5/2023).

Saat ditanya apakah ia akan kembali bercocok tanam lada, dia mengungkapkan bisa saja jika harga dan kendala-kendala penyakit yang menyerang lada bisa teratasi.

"Kalau harga lada sebanding dengan biaya perawatan dan kendala penyakit ini teratasi, memungkinkan untuk tanam lada lagi, tapi kalau kondisinya seperti sekarang mending beralih ke sawit atau tanaman kaya singkong," ucapnya. 

Senada dengan Samsul, Mukrin petani asal Bangka Selatan juga mulai beralih bercocok tanam sawit ketimbang lada.

Dia mengungkapkan, keuntungan dari bercocok tanaman lada ini sangat tipis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan harga lada yang tinggi.

"Kalau dulu meski harganya gak begitu tinggi tapi panennya banyak. Beda dengan sekrang, udah hasil panennya sedikit, harganya murah dan perawatannya cukup rumit jadi tidak sebanding. Mending nanam sawit hasilnya lumayan," ujar Mukrin.

Dia berharap, harga lada ini bisa kembali menguat dan tinggi, sehingga bisa memotivasi para petani untuk kembali bercocok tanam lada.

"Harapannya lada ini harhanya bisa Rp100.000 ke atas, jadi istilahnya biaya perawatannya sebanding dengan hasil yang didapat petani," ungkap Mukrin. 

9 Juta hektar Sawit tak bayar pajak

Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mendukung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusut temuan 9 juta hektar (ha) perkebunan sawit yang belum membayar pajak.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved