Selain itu, perlu adanya antisipasi dan mitigasi bencana terhadap fenomena perubahan iklim yang bisa mengakibatkan gagal panen/puso. Fenomena El Nino (kekeringan) atau La Nina (curah hujan tinggi) harus diantisipasi dari awal sehingga gagal panen bisa diminimalisasi. Selain dengan program pompanisasi pada musim kering, penajaman kalender tanam (katam) perlu dilakukan dengan memperhatikan prakiraan iklim dalam tahun tersebut. Di samping persiapan teknis tersebut, juga diperlukan sentuhan teknologi dalam penciptaan bibit unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim, yaitu bibit tanaman yang mampu bertahan pada kondisi air kurang dan mampu bertahan pada genangan atau rendaman.
Terkait kelangkaan dan mahalnya pupuk, langkah untuk menambah kuota pupuk subsidi perlu diambil, mengingat tingginya kebutuhan pupuk murah bagi petani di Indonesia. Mahalnya pupuk membuat petani mengurangi jumlah pupuk yang dibeli, alhasil produksi berkurang, harganya lebih mahal karena produksi atau stok berkurang.
Pertimbangan penting dalam menambah kuota pupuk subsidi adalah pada jenis pupuk organik untuk meningkatkan penggunaan pupuk organik di petani Indonesia dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Dalam hal ini, penambahan alokasi pupuk subsidi terhadap pupuk organik (padat atau cair) memungkinkan untuk diwujudkan.
Uraian di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah supaya negeri yang memiliki potensi lahan pertanian yang luas ini menjadi salah satu lumbung pangan bagi masyarakat dunia. Tidak cukup upaya peningkatan produktivitas pertanian saja, namun juga harus mampu meningkatkan kesejahteraan petani di masa yang akan datang. Dengan demikian, harapan bahwa petani sejahtera akan terwujud. (*)