Wawancara Eksklusif
Simalakama Timah di Bangka Belitung, Cadangan Terbesar Dunia Tapi Bukan Produsen
Indonesia masih menjadi negara yang memiliki cadangan timah terbesar di dunia. Sayangnya Indonesia bukan negara produsen seperti China.
Penulis: Arya Bima Mahendra | Editor: M Ismunadi
Ini yang harus kita dorong, jangan sampai nanti kita reklamasi terus hanya jadi hutan dan tidak dimanfaatkan lagi.
Memang konsep mengembalikan fungsi lahan ini bukan hanya sekedar mereklamasi, tapi juga memberikan nilai yang lebih, dan itu perlu waktu dan sentuhan-sentuhan.
Itu tantangan di kita, kita seolah-olah lepas dengan pemanfaatan lingkungan ini. Memang kita buat tahapan-tahapan tadi sesuai dengan peruntukan yang akan datang, kita menambang dan mendesain tambang pun lebih mudah dan lebih murah, karena tahap selanjutnya tidak mengulang pekerjaan yang sama.
Hari ini kita seolah-olah lepas dari sektor yang lain dan tidak bijaknya lagi seolah-olah dipertentangkan dengan bidang yang lain. Hari ini kita tidak melihat itu sebagai suatu ekosistem ekonomi.
Kalau kita melihat secara lebih luas lagi, ini merupakan kaitan rantai ekonomi buat masyarakat dan negara. Jadi sektor lahan pasca tambang ini sudah ada rencana untuk selanjutnya.
T: Indonesia menjadi pengekspor timah terbesar dibanding China. Apakah ada masalah teknis sehingga harus bermasalah dengan hukum dan kinerja juga turun?
J: Kita harus melihat lebih detil lagi, kita sebagai korporasi atau kita sebagai negara. Kalau kita sebagai negara, hari ini kita sekitar 30 persen market share kita di timah dunia setelah Yunnan (China), Peru dan ada banyak negara-negara kecil sebagai produsen baru saat ini.
Kalau secara Indonesia, secara negara, mungkin kita masih nomor dua dan kita masih pengekspor terbesar. Karena China sebagai produsen, tapi tidak mau ekspor. Di China kita tahu sendiri konsumsi dalam negeri mereka lebih besar dibanding produksi timah sendiri. Kalau kita kebalik, produksi kita yang terserap mungkin sekitar 3-4 persen saja dalam negeri.
Jadi memang timah ini kan digunakan sebagian besar untuk solder. Solder itu identik dengan perkembangan teknologi. Teknologi elektronik juga menjadi penyumbang konsumsi terbesarnya timah. Jadi semakin berkembanglah teknologi sebenarnya kita semakin bersyukur, jadi semakin banyak timah itu dipakai.
T: Harusnya ketika kebutuhannya besar, harusnya finansial nya timah juga oke. Kalau boleh tahu ini ada apa?
J: Kalau finansial, dampak langsung itu masih banyak prosesnya karena ini kan berhubungan industri hilirisasi dan industri pengguna akhir dari timah itu sendiri. Hari ini kan kita cuma ada dua produk hilir yang kita coba dilemparkan ke pasar dunia, yaitu tin chemical dan tin solder.
Kita sebenarnya follower di industri hilir ini, bukan konseptor. Lemah di kita karena kita tidak ada industri pengguna langsung dari timah. Karena elektronik di kita kan cuma assembly, bukan produsen.

Untuk elektronik, hari ini kita digunakan sebagai market, bukan produsen. Mungkin kita pemakai handphone terbanyak dunia hari ini, paling enggak satu orang bisa punya 2-3 handphone.
Sebenarnya itu peluang, karena kita sebagai pengguna kenapa tidak mendesain supaya menjadi produsen, produsen alat komunikasi, produsen alat elektronik. Kalau itu lebih luas lagi spektrumnya dan banyak hal yang harus disiapkan, infrastruktur, regulasi, kompetensi dan seterusnya.
T: Apakah timah masih bisa menjadi pijakan kita di masa depan, mungkin sebagai mineral utama?
Wawancara Eksklusif Bersama Ketua Apindo Babel, Rekomendasi Kenaikan Awal UMP Hanya Rp34 Ribu? |
![]() |
---|
Wawancara Eksklusif Bersama Suhendra Sultan Al Alif, Anggota DPRD Bangka Tengah 2024-2029 Termuda |
![]() |
---|
Supriyani Guru Honor di Sultra Beber Kronologi Uang Damai Untuk Tutup Laporan Kasus Aniaya Muridnya |
![]() |
---|
Ipda Rudy Soik Blak-blakan Bongkar Kasus Mafia BBM Hingga Dipecat dari Polda NTT |
![]() |
---|
Blak-blakan WPR di Bangka Belitung, Algafry Berdoa Prosesnya Dimudahkan Karena Timah Masih Idola |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.