Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Anak Buah Hendry Lie Tak Dapat Untung Cuma Terima Gaji, Bongkar Kedok PT TIN dan Perusahaan Cangkang

General Manager Operasional PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Rosalina mengungkap kedok kerjasama perusahaan dengan PT Timah Tbk.

Editor: fitriadi
Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha
Tiga bos smelter swasta yakni Suwito Gunawan alias Awi selaku beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa, dan Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa menjalani sidang dakwaan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Bangka Belitung tahun 2015-2022, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024). 

"Tidak pernah," jawab Rosalina.

Meski Rosalina tidak menerima uang dan tidak melakukan TPPU dalam kasus ini, namun ia didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

UU Tipikor Tak Bisa Berlaku Sapu Jagat untuk Semua Tindak Pidana

Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Mahmud Mulyadi mengatakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tak bisa digunakan 'sapu jagat' untuk semua tindak pidana. 

Hal ini disampaikan Mahmud saat hadir sebagai ahli untuk terdakwa Suwito Gunawan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

Mahmud menjelaskan, dalam Pasal 14 UU Tipikor diatur secara jelas orang yang melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan isi pasal di bawahnya, ditambah UU lainnya di luar tipikor.

Ia menerangkan dalam perkara pertambangan, sanksi pidana telah diatur pada Pasal 158 UU Mineral dan Batubara (Minerba), sehingga tak bisa dikenakan UU Tipikor, lantaran adanya batasan yang diatur Pasal 14 UU Tipikor.

"Jadi memang UU Minerba, kalau memang domainnya adalah UU Minerba yang ada di atur dalam delik-delik Minerba 158 dan seterusnya itu, maka yang seharusnya diterapkan adalah UU Minerba bukan Tipikor, itu makna derivat dari lex spesialis sistematik yang juga memang di atur dalam pasal 14 (UU Tipikor) tadi," kata Mahmud.

Ia menyebut Pasal 14 UU Tipikor hadir sebagai penghalang agar tidak menjadi UU yang general.

"Karena ada pasal 14 (UU Tipikor), maka dia terhalang untuk penerapan Tipikor. Tetap harus diterapkan UU Minerba, atau UU Kepabeanan, atau UU Perikanan. Ini juga memang dibuat oleh para pembuat UU antara Pasal 2 dengan sebutan melawan hukum, dan juga Pasal 14 itu supaya takutnya jangan sampai penerapan Tipikor itu dia kayak UU sapu jagat," kata dia.

Sementara saksi ahli lainnya, yakni ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda untuk terdakwa Rosalina juga mengungkapkan hal senada.

Chairul menilai, jika ada sebuah undang - undang yang mengatur lebih khusus mengenai sanksi atas suatu tindak pidana, maka seharusnya yang digunakan adalah aturan tersebut.

"Jadi Kalau ada UU yang secara sistematik lebih khusus daripada UU korupsi, maka gunakanlah UU yang khusus itu, jangan UU korupsi," kata Chairul.

Menurut pandangannya, UU Tipikor sudah dibuat secara khusus oleh pembuat UU, sehingga memiliki penyidikan dan pengadilan khusus.

Adapun dalam Pasal 14 UU Tipikor juga mengatur batasan kekuasaan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menerapkan UU Tipikor dalam suatu kasus tindak pidana.

"Maupun pasal 14 UU Tipikor itu membatasi. Membatasi kewenangan, membatasi kekuasaan APH dan peradilan di dalam mengundangkan UU Tipikor, supaya kemudian tidak semua gebyah-uyah diterapkan dengan UU Tipikor," bebernya.

(Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha, Rifqah/Endra/Abdul Qodir)
 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved