Dokter Ratna Uji Materil UU Kesehatan
Breaking News: Permohonan Uji Materil Dokter Ratna Tidak Diterima MK, Permohonan Dinilai Tidak Jelas
pemohon hanya menjelaskan kasus kongkrit dan kerugian yang dialami tanpa adanya penjelasan hubungan sebab akibat berlakunya ...
Penulis: M Ismunadi | Editor: Asmadi Pandapotan Siregar
Permohonan uji materil itu sendiri bermula dari rekomendasi yang dikeluarkan Majelis Disiplin Profesi (MDP) Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang menyatakan Dokter Ratna telah melanggar standar profesi sebagai dokter spesialis anak.
Rekomendasi itu berlanjut penetapan tersangka oleh Polda Kepulauan Bangka Belitung terhadap Dokter Ratna dalam kasus dugaan malapraktik kematian Aldo Ramdani (10), seorang pasien anak di RSUD Depati Hamzah, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada akhir tahun lalu.
Kematian Aldo dilaporkan orang tuanya, Yanto, warga Desa Terak, Kecamatan Simpang katis, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke Polda Babel pada 12 Desember 2024.
Dalam penangan laporan itu, Dokter Ratna sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan hingga ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Juni 2025.
Dalam penetapan tersangka tersebut, Dokter Ratna disangkakan atas Pasal 440 ayat 1 atau Pasal 2 Undang-undang nomot 17 tahun 2023 tentang kesehatan. Dia diduga lalai hingga menyebabkan kematian Aldo.
“Sejak awal saya sudah melakukan hal yang benar dan sesuai SOP. Tapi entah kenapa, lama-lama arah kasus ini seperti menyudutkan saya,” ujar Ratna saat dibincangi Bangka Pos pada Rabu (22/10/2025).
Keyakinan itu pula yang membuat Ratna merasa keberatan dengan rekomendasi MDP KKI. Sayangnya, upaya untuk mendapat penjelasan lebih lanjut dari MDP KKI tidak berujung jawaban hingga akhirnya Ratna mengajukan permohonan uji materil ke MK RI.
Dua Kali Sidang
Berdasarkan penelusuran di situs MK RI, pengajuan permohonan uji materil yang dilakukan Dokter Ratna tercatat pada 29 September 2025. Berselang satu hari, permohonan itu berstatus teregistrasi.
Pun Dokter Ratna mengikut sidang pertama yang digelar pada 10 Oktober 2025 di Gedung MKRI, Jakarta. Dia didampingi tim penasihat hukum dari Firma Hukum Hangga OF. Di sidang perdana ini, mereka membacakan permohonan yang diajukan.
Selanjutnya, Dokter Ratna kembali menghadiri sidang pada 23 Oktober 2025. Di sidang kedua ini, dia dan tim penasihat hukum menyampaikan perbaikan berkas permohonan yang memperkuat argumentasi pengajuan permohonan.
Dilansir situs MKRI, Hangga Oktafandany, kuasa hukum Dokter Ratna menyampaikan perbaikan permohonan pengujian materiil Pasal 307 sepanjang frasa “Putusan dari Majelis” Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke MK.
Pemohon mengaku telah mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya pasal tersebut karena rekomendasi MDP KKI menjadi alasan penyidik Ditreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung menjadikan Pemohon sebagai tersangka.
“Berlakunya kewenangan absolut rekomendasi MDP KKI menyebabkan kriminalisasi berjalan tegak di tubuh kolegium kedokteran dan Pemohon adalah pihak yang mengalami langsung kekejaman ini dan merasakan sikap masa bodoh MDP KKI setelah menjerumuskan Pemohon,” ujar Hangga di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 307 sepanjang frasa “Putusan dari majelis” UU Kesehatan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 serta dimasukkan frasa “dan/atau Rekomendasi dari majelis”.
| Besok MK Bacakan Putusan, Dokter Ratna Siap dan Ikhlas Menerima Walaupun Putusannya Pahit |
|
|---|
| Orang Tua Aldo Ramdani Hormati Hak Dokter Ratna, Yanto: Keadilan Jangan Hanya di Atas Kertas |
|
|---|
| Forkom IDI Kaji Kasus Dokter Ratna Terkait Permohonan Uji Materil UU Kesehatan |
|
|---|
| Dari Ruang Rawat ke Ruang Sidang, Dokter Ratna Perjuangkan Keadilan hingga ke MK |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.