Berita Bangka Selatan

Suhardi Sesalkan Daerah Resapan Dibiarkan Gundul, Isu Justru Dilempar ke Tempat Lain

Suhardi membeberkan berdasarkan hasil penyisiran di sejumlah titik Desa Pergam yang menunjukkan adanya ketimpangan antara fakta di lapangan

Penulis: Cepi Marlianto | Editor: Hendra
(Dokumentasi Suhardi)
PEMBUKAAN LAHAN - Seorang warga ketika menunjuk lokasi pembukaan lahan di Desa Pergam di kawasan Aik Kelaban, Selasa (4/11/2025) kemarin. Verifikasi dilakukan untuk menentukan batas-batas wilayah resapan air untuk areal persawahan. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA – Ironi besar tengah terjadi di Desa Pergam, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung.

Di saat isu penetapan daerah resapan air, hasil verifikasi lapangan justru mengungkap fakta mengejutkan. Wilayah rawa yang paling potensial sebagai penyangga air justru dibiarkan gundul dan dibuka untuk perkebunan.

Penasehat Hukum Iskandar, Suhardi membeberkan berdasarkan hasil penyisiran di sejumlah titik Desa Pergam yang menunjukkan adanya ketimpangan antara fakta di lapangan dengan isu yang berkembang.

Hal ini sebagaimana hasil penyisiran lapangan terkait penetapan daerah resapan air di Desa Pergam, Selasa (4/11/2025) kemarin.

Kawasan rawa Aik Kelaban, yang berjarak hanya sekitar dua kilometer dari area persawahan dan memiliki kontur datar, telah dibabat habis dan diduga untuk perkebunan sawit.

“Aik Kelaban memiliki kondisi topografi datar, yang berarti wilayah tersebut berpotensi besar sebagai daerah resapan air untuk persawahan,” kata dia kepada Bangkapos.com, Rabu (5/11/2025).

Menurutnya justru saat ini isu yang ramai diperdebatkan justru berpusat di kawasan Aik Kemis. Wilayah yang jaraknya hampir sembilan kilometer dari area sawah dan secara ekologis tidak sekuat Aik Kelaban sebagai daerah resapan air.

Ia merasa ada yang janggal dan tidak logis. Aik Kelaban yang berfungsi penting justru digunduli, tapi Aik Kemis yang jauh malah dijadikan bahan perdebatan.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan memperlihatkan adanya ketimpangan serius antara fakta dan narasi yang dibangun kelompok tertentu.

Ia menilai, sebagian pihak sengaja menghembuskan isu lingkungan ke arah Aik Kemis untuk mengalihkan perhatian dari aktivitas pembukaan lahan di Aik Kelaban. Selain itu, ditemukan lahan di kawasan lelap sudah dibabat dan diklaim oleh sebagian masyarakat milik mereka. 

“Jangan sampai wacana lingkungan dijadikan alat untuk menutupi aktivitas yang menguntungkan segelintir orang,” tegas Suhardi.


Seperti diketahui beberapa hektare kawasan rawa di Aik Kelaban telah digarap oleh oknum tertentu yang disebut-sebut bagian dari kelompok tertentu.

Padahal kelompok tersebut bilang kawasan rawa atau lelap tidak boleh dimiliki siapapun dan harus dijadikan daerah resapan air. Justru kenyataannya, ada lahan di rawa yang sudah jelas dibuka untuk perkebunan.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait konsistensi dan dasar penilaian kelompok tertentu dalam menentukan mana wilayah yang dianggap pantas menjadi daerah resapan air.

Hasil temuan lapangan ini menjadi bahan pertimbangan bagi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (PKS) Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan dalam mengambil keputusan penetapan kawasan resapan air di Desa Pergam.

Keputusan harus berbasis pada fakta ilmiah dan pengamatan langsung di lapangan. Bukan sekadar klaim sepihak yang bisa menimbulkan konflik baru antar warga. Jangan sampai keputusan hanya didasarkan pada tekanan kelompok tertentu

“Kami mendukung langkah pemerintah melakukan verifikasi dan penetapan daerah resapan air, tapi harus objektif dan berdasarkan data nyata di lapangan,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bangka Selatan, Manson Simarmata membenarkan bahwa hasil verifikasi tim menemukan adanya klaim kepemilikan warga.

Khususnya di kawasan rawa yang direncanakan sebagai daerah resapan. Temuan ini menjadi perhatian serius bagi tim verifikasi karena dapat mengancam fungsi ekologis kawasan. 

Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan tersebut dan memastikan proses penetapan daerah resapan air berjalan transparan dan adil.

Mengingat masih ada klaim kepemilikan dari sebagian warga, proses penetapan akan dilakukan lewat musyawarah desa sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung.

“Data tersebut akan kami olah dan serahkan ke pemerintah desa untuk diverifikasi dan memastikan kembali bersama masyarakat apakah setuju untuk ditetapkan sebagai daerah resapan air,” ujar Manson.

Berdasarkan hasil verifikasi pemerintah daerah menemukan tujuh kawasan rawa atau lelap baru. Terutama di luar dari 302 hektare area yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai daerah resapan air.

Ketujuh kawasan itu antara lain Lelap Mak Nibung, Lelap Aek Kelaban, Lelap Aek Pukang, Lelap Aek Kelawan, Lelap Mudung, dan Lelap Capan. 

Temuan ini menjadi dasar penting bagi pemerintah untuk memperkuat perlindungan kawasan rawa-rawa. Khususnya yang berfungsi sebagai penyangga air dan pencegah banjir di wilayah Desa Pergam. Kawasan tersebut dinilai memiliki kondisi topografi datar dan ideal sebagai penyangga air alami.

Namun, ketika survei berlangsung beberapa warga mengaku bahwa lahan di kawasan rawa tersebut merupakan milik mereka secara turun-temurun. 

“Kita ingin penyelesaian ini tuntas. Tidak hanya soal batas lahan, tapi juga menjaga keseimbangan lingkungan,” sebutnya.  (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved