Bangka Pos Hari Ini

Rp 133, 48 T Tersimpan di Bangka Belitung, Dinas ESDM Belum Data Potensi LTJ

LTJ yang berasal dari limbah smelter-smelter itu belum diurai. Jumlahnya diperkirakan mendekati 40.000 ton

|
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
FOTO ILUSTRASI Tambang Timah Ilegal di Jalan Slamet, Tikung Yaden, Kelurahan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Sabtu (19/4/2025) 

Di tempat yang sama, Dirut PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro mengaku optimistis bisa memanfaatkan BRN yang diterima pihaknya. Dia menegaskan, langkah awal yang akan dilakukan yakni melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi aset dan lokasi yang diserahkan.

“Kami akan pelajari kondisi smelter dan alatnya terlebih dahulu. Mungkin butuh perbaikan sebelum digunakan untuk meningkatkan produksi. Setelah satu hingga dua minggu evaluasi, baru kami tentukan langkah selanjutnya,” kata Restu saat ditemui di kawasan smelter Tinindo, Senin (6/10).

Lebih lanjut, Restu mengungkapkan bahwa PT Timah juga akan mengkaji potensi pengelolaan mineral ikutan seperti monasit, ilmenit, dan zirkon yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

“Monasit, ilmenit, dan zirkon memiliki potensi besar. Jika sebagian aset yang kami terima sudah siap diproduksi, kami akan segera memanfaatkannya,” tuturnya.

Mengenai dampak ekonomi dan nilai tambah dari aset rampasan tersebut, Restu mengatakan hasilnya baru akan terlihat setelah proses evaluasi rampung.

“Kami belum dapat memastikan nilai ekonominya meningkat atau tidak, karena belum melihat kondisi keseluruhan. Setelah evaluasi selesai, kami akan menyusun langkah-langkah peningkatan produksi,” ucapnya.

Mengandung Radioaktif

Noprial Riady, staf Bidang Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dinas ESDM Babel, mengatakan pemanfaatan LTJ tidak semudah menambang timah.

Noprial menjelaskan bahwa proses pemisahan mineral ikutan ini masih dilakukan secara fisik seperti menggunakan magnetic separator, specific gravity, atau meja goyang (shaking table).

“Tahapan ini baru sebatas pemisahan fisik. Artinya masih berupa pasir, belum sampai pada  unsur logam tanah jarang murni. Butuh teknologi yang lebih tinggi untuk memurnikannya,” ujar Noprial.

Selain itu, dia menyebut mineral ikutan seperti monazit dan senotim yang mengandung unsur radioaktif (thorium dan uranium) tidak boleh dijual atau diolah sembarangan.

“Sepanjang dia masih dalam bentuk monazit, regulasinya tidak memperbolehkan dijual. Karena itu termasuk mineral radioaktif yang diawasi ketat oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN),” tegasnya.

“Jadi pengusaha boleh mengusahakan mineral tersebut sepanjang unsur radioaktifnya sudah terpisah dari unsur logam tanah jarang. Tapi sebelum itu, tidak boleh,” imbuh Noprial.

Lebih lanjut, Noprial mengatakan pemerintah daerah tidak punya kewenangan terkait pengelolaan LTJ. Sesuai regulasi, kewenangannya ada di pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM.

“Pemerintah daerah tidak bisa masuk ke wilayah pengelolaan logam karena sudah menjadi kewenangan pusat. Kami hanya berwenang di sektor mineral bukan logam dan batuan,” jelasnya.

Sumber: bangkapos
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved