Fakta Dugaan Korupsi Whoosh Sejauh Ini Mulai dari Kata Mahfud MD, Luhut, KPK, Jokowi dan Purbaya

Sejauh apa fakta dugaan korupsi Whoosh sejauh ini? Berikut rangkuman pernyataan KPK, Luhut Binsar Pandjaitan, Mahfud MD hingga Jokowi soal Whoosh:

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
Sekretaris Presiden RI
WHOOSH DISOROT - Presiden RI Prabowo Subianto menggunakan kereta cepat "Whoosh" dari Stasiun Halim, Jakarta, bertolak menuju Bandung, Jawa Barat, Rabu. (6/8/2025). Keberangkatan Presiden ke Bandung untuk membuka Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di Gedung Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) ITB, Bandung pada 7?9 Agustus 2025. (Tribunnews/Sekretaris Presiden RI/HO). Pakar Kebijakan Publik Undip Teguh Yuwono menilai harus ada koordinasi dari pemerintah & pihak terkait untuk menyelesaikan masalah proyek Whoosh. 

Adapun Mahfud MD sebelumnya mengungkap ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up dalam proyek Whoosh.

Hal tersebut Mahfud sampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, pada 14 Oktober 2025.

"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," kata Mahfud.

Namun demikian, Mahfud tidak membeberkan siapa pihak yang menaikkan biaya pembangunan kereta cepat tersebut.

"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini," ujarnya

Setelah Mahfud menyampaikan pernyataan tersebut, pada 16 Oktober 2025 KPK meminta bekas Ketua Mahkamah Konstitusi itu untuk membuat laporan mengenai dugaan korupsi dalam proyek Whoosh.

Mahfud pun mengaku siap bila dipanggil KPK untuk dimintai keterangan mengenai dugaan korupsi proyek kereta cepat itu.

Sementara itu, Mahfud MD ragu Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, terlibat dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Sebab, menurutnya, Luhut baru diberi tugas untuk menyelesaikan proyek Whoosh pada 2020, ketika menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves).

Padahal, Mahfud mengatakan kontrak proyek Whoosh ini sudah mulai diproses pada 2015-216.

 "Saya diangkat jadi Menko Polhukam itu tahun 2019 bulan Oktober, kontrak ini (proyek Whoosh) tahun 2015-2016, jadi saya tidak tahu di dalam (proses perencanaan proyek)," ungkap Mahfud dalam tayangan Kompas Petang di KompasTV, dikutip Tribunnews.com, Rabu (29/10/2025).

"Saya juga ragu ya, meskipun orang boleh berspekulasi, kalau Pak Luhut itu terlibat di sini. Karena Pak Luhut baru diberi tugas sesudah kasus ini bocor, tahun 2020."

"Jadi tahun sebelumnya Pak Luhut nggak ikut di sini karena bukan bidangnya, tapi tahun 2020 Pak Luhut disuruh menyelesaikan," urainya.

Mahfud lantas menegaskan, pernyataannya itu bukan berarti dirinya membela Luhut.

Ia hanya melihat dari fakta, Luhut baru mendapat tugas menangani proyek Whoosh pada 2020.

 Menurut Luhut, kata Mahfud, proyek Whoosh sudah busuk alias amburadul saat ditangani pria yang kini menjabat sebagai Ketua DEN itu.

"Bukan saya membela Pak Luhut, saya kira Pak Luhut tidak ikut dari awal dan tidak ada yang nyebut (Luhut) di awal (kontrak) ikut (terlibat)."

"Dia baru tahun 2020 disuruh selesaikan, dan kata Pak Luhut itu barang sudah busuk, " kata Mahfud.

Lebih lanjut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengaku tahu karakter Luhut.

Sebagai pensiunan militer, ujar Mahfud, Luhut selalu bertanggung jawab atas segala perintah dari atasan.

Mahfud mengatakan Luhut akan menyelesaikan semua tugas yang dibebankan tanpa banyak mempermasalahkannya.

Karakter itu, menurut Mahfud, muncul sebab selama Luhut berkecimpung sebagai prajurit TNI, atasan akan bertanggung jawab jika terjadi masalah.

 "Saya tahu karakternya Pak Luhut, kalau diberi tugas oleh Presiden, itu sama dengan militer pada umumnya. Kalau diperintah atasan, harus diselesaikan, tidak banyak dipersoalkan. Ya dia selesaikan," urai Mahfud.

"Tapi, kalau ada apa-apa di militer itu yang bertanggung jawab atasannya, dalam hal ini setahu saya selalu gitu, ketika diminta presiden ya diselesaikan," pungkasnya.

3. Kata KPK

Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi proyek Whoosh.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan penyelidikan dugaan korupsi proyek Whoosh saat ini sedang dalam proses.

Ia menyebut KPK juga fokus mencari bukti dan keterangan terkait unsur-unsur peristiwa pidana proyek era mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

Namun, Budi belum bisa merinci apa saja temuan KPK, sebab proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak awal 2025, masih berlangsung.

"Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan."

"Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait progres atau perkembangan perkaranya belum bisa kami sampaikan secara rinci," jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).

"Kami pastikan, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini," tuturnya.

Budi memastikan KPK tak menemui kendala khusus meski penyelidikan sudah berjalan hampir satu tahun.

Ia meminta publik percaya pada proses hukum yang sedang berjalan saat ini.

"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini," pungkasnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, juga mengatakan kasus dugaan mark up Whoosh masuk tahap penyelidikan.

"Saat ini sudah pada tahap penyelidikan," ujarnya, Senin.

4. Kata Jokowi

Dalam pernyataannya pada Senin (27/10/2025) kemarin, Jokowi menyinggung soal permasalahan DKI Jakarta dan sekitarnya yang menghadapi kemacetan selama puluhan tahun.

“Kita harus tahu dulu masalahnya. Di Jakarta, kemacetan sudah parah, bahkan sejak 30–40 tahun lalu. Jabodetabek, termasuk Bandung juga menghadapi kemacetan yang sangat parah,” ucapnya di Solo, Jawa Tengah.

Dari faktor kemacetan tersebut, Jokowi merinci kerugian yang ditanggung negara.

“Dari kemacetan itu, negara rugi secara hitung-hitungan. Di Jakarta saja kira-kira Rp65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung, kira-kira di atas Rp100 triliun per tahun,” ungkap Mantan Wali Kota Solo itu. 

Menurut Jokowi, transportasi umum termasuk kereta cepat menjadi salah satu solusi mengurai kemacetan tersebut. 

“Untuk mengatasi itu, dibangun MRT, LRT, Kereta Cepat, sebelumnya lagi KRL dan Kereta Bandara."

"Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor ke transportasi massal (MRT, LRT, Kereta Cepat), sehingga kerugian akibat kemacetan bisa dikurangi,” jelas Jokowi

Oleh sebab itu, Jokowi menegaskan, proyek kereta cepat Whoosh tak semata-mata bertujuan mencari laba, melainkan untuk mengatasi masalah kemacetan di ibu kota.

“Prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik, bukan mencari laba,” tutur ayahanda dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu. 

Meski dinilai merugi, menurut Jokowi, terdapat keuntungan sosial yang dirasakan masyarakat.

“Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return on investment."

"Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat, di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian,” jelas Jokowi lagi, seperti dilansir TribunSolo.com di artikel berjudul Di Solo, Jokowi Jawab Soal Whoosh Terlilit Utang: Transportasi Publik Bukan untuk Mencari Laba.

Jokowi lantas mencontohkan, MRT Jakarta yang disubsidi Rp800 miliar per tahun dan bakal naik hingga Rp4,5 triliun ketika semua rute selesai. 

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menyebut, mengubah kebiasaan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum bukan perkara mudah.

Meski begitu, Jokowi menilai dampak positif transportasi massal mulai terasa.

“MRT Jakarta, misalnya, telah mengangkut sekitar 171 juta penumpang sejak diluncurkan. Sementara Kereta Cepat Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang,” ungkapnya.

Menurutnya, saat ini sudah mulai ada pergeseran perilaku menuju penggunaan transportasi umum.

Selain mengurangi kemacetan, Jokowi menegaskan, pembangunan transportasi massal memiliki efek terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Contohnya kereta cepat, yang menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” jelasnya. 

Di tempat lain secara terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai ada benarnya pernyataan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo yang mengatakan Kereta Cepat Jakarta Bandung atau Whoosh dibangun bukan untuk mencari keuntungan, melainkan sebagai investasi sosial.

Demikian Purbaya Yudhi Sadewa saat diminta menanggapi soal  pernyataan Jokowi sebagaimana laporan Jurnalis Kompas TV, Jihan Fatimah, Selasa (28/10/2025).

“Ada betulnya juga sedikit,” ucap Purbaya.

Purbaya menuturkan, proyek kereta cepat memang memiliki misi pengembangan wilayah secara regional.

Namun menurutnya, pengembangan ekonomi di titik-titik pemberhentian kereta cepat belum sepenuhnya berjalan dan menjadi pekerjaan rumah agar dapat dimaksimalkan untuk masyarakat.

“Karena kan whoosh sebetulnya ada misi regional development juga kan, tapi yang regionalnya belum dikembangkan. Mungkin dimana ada pemberhentian di sekitar jalur whoosh, supaya ekonomi deskripsi itu tumbuh. Itu yang mesti dikembangkan ke depan, jadi enggak, ada betulnya Pak,”

 (Tribun Kaltim/ Tribunnnews/ Kompas.com/ Kompas.tv/ Tribun Network/ Bangkapos.com)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved