Berita Viral

Awal Mula Bakso Babi di Bantul Viral, Puluhan Tahun Jualan Tanpa Keterangan Non-halal

Awal mula bakso babi di Bantul viral setelah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo memasang spanduk non-halal.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Dedy Qurniawan
Kolase: Kanal YouTube Tribunnews Bogor
BAKSO BABI -- Penampakan warung bakso babi yang viral di wilayah Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 

Menurut Bukhori, pemasangan spanduk dilakukan sebagai langkah akhir agar masyarakat mengetahui produk yang dijual bersifat non-halal.

Bukhori menjelaskan, keputusan itu juga diambil karena banyak konsumen beragama Islam yang makan di warung tersebut tanpa mengetahui bahan bakunya. 

Beberapa pelanggan perempuan yang mengenakan hijab bahkan terlihat makan di sana.

“Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan non-halal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan,” tuturnya.

Untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari, DMI akhirnya memasang spanduk “Bakso Babi” disertai logo lembaga mereka di depan warung.

Namun, langkah itu justru membuat publik salah paham terhadap maksud sebenarnya.

Bukhori menjelaskan, setelah spanduk dipasang, beredar video yang membuat publik salah menafsirkan maksud pemasangan tersebut.

Sebagian warganet menilai warung itu memiliki keterkaitan dengan DMI Ngestiharjo, padahal tidak demikian.

“Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI. (Ada yang berpendapat) itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada mispersepsi, jadi viral dan sebagainya,” tutur Bukhori.

Untuk menghindari kesalahpahaman yang lebih luas, DMI Ngestiharjo kemudian mengganti desain spanduk dengan menambahkan logo Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Upaya Klarifikasi DMI dan Penyesuaian Spanduk

Langkah pergantian spanduk dilakukan agar masyarakat lebih mudah memahami konteks sebenarnya, yaitu memberi informasi, bukan promosi atau dukungan.

Bukhori menjelaskan bahwa aturan mengenai pencantuman label non-halal juga sudah diatur dalam perundang-undangan.

“Dan mungkin, kalau satu kampung itu ngerti. Kalau beda padukuhan kan enggak tahu, apalagi masyarakat luas,” katanya.

“Apalagi dalam Pasal 93 dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah mengatur tentang kewajiban bagi pelaku usaha untuk mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang berasal dari bahan yang diharamkan,” tutur Bukhori.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved