Sosok, Profil, Dan Kekayaan Andi Sudirman Gubernur Sulsel yang Pecat Dua Guru SMAN 1 Luwu Utara
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman disorot usai pecat dua guru karena iuran Rp20 ribu. Harta kekayaannya mencapai Rp11,6 miliar
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Ringkasan Berita:
- Keputusan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman memecat dua guru karena iuran Rp20 ribu menuai kritik publik.
- Di sisi lain, harta kekayaannya mencapai Rp11,6 miliar.
- Publik menilai keputusan itu tidak berimbang secara moral dan menuntut pertimbangan kemanusiaan bagi dua pendidik tersebut.
BANGKAPOS.COM--Sorotan publik tengah mengarah kepada Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman setelah menandatangani Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis dan Rasnal, M.Pd.
Kedua pendidik itu dipecat karena mengelola dana komite sukarela sebesar Rp20 ribu per siswa per bulan, yang sejatinya digunakan untuk membantu guru honorer yang tak digaji selama 10 bulan akibat keterlambatan data di sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan).
Namun, keputusan pemecatan ini memicu gelombang protes dan simpati publik, lantaran dana tersebut dikumpulkan melalui rapat resmi antara sekolah dan wali murid tanpa adanya unsur paksaan.
Harta Kekayaan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman
Di tengah kritik terhadap keputusan pemecatan tersebut, publik menyoroti harta kekayaan pribadi Gubernur Sulsel, yang dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 25 Maret 2024.
Berdasarkan data LHKPN, total kekayaan Andi Sudirman mencapai Rp11,65 miliar.
Rinciannya sebagai berikut:
- Tanah dan Bangunan: Rp7,85 miliar, Meliputi aset di Jakarta Selatan, Makassar, dan Bone.
- Alat Transportasi dan Mesin: Rp1,1 miliar
- Termasuk mobil Toyota Alphard 2019, Fortuner 2018, serta motor Honda Beat 2009.
- Kas dan Setara Kas: Rp2,75 miliar
- Utang: Rp205 juta
Dengan kekayaan sebesar itu, publik menilai keputusan Gubernur untuk memberhentikan dua guru karena iuran Rp20 ribu terasa janggal dan tidak berimbang secara moral.
Harta kekayaan Andi Sudirman
Berdasarkan data LHKPN, harta kekayaan Andi Sudirman mencapai Rp11.654.084.142, yang terakhir dilaporkan 25 Maret 2024/Periodik - 2023.
DATA HARTA
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 7.855.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 175 m2/96 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 3.050.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 475 m2/120 m2 di KAB / KOTA BONE, HASIL SENDIRI Rp. 2.550.000.000
3. Tanah dan Bangunan Seluas 154 m2/45 m2 di KAB / KOTA KOTA MAKASSAR , HASIL SENDIRI Rp. 1.050.000.000
4. Tanah Seluas 19.926 m2 di KAB / KOTA BONE, HASIL SENDIRI Rp. 150.000.000
5. Tanah Seluas 19.900 m2 di KAB / KOTA BONE, HASIL SENDIRI Rp. 150.000.000
6. Tanah Seluas 11.706 m2 di KAB / KOTA BONE, HASIL SENDIRI Rp. 80.000.000
7. Tanah Seluas 2.753 m2 di KAB / KOTA BONE, HASIL SENDIRI Rp. 50.000.000
8. Tanah Seluas 2.749 m2 di KAB / KOTA BONE, HASIL SENDIRI Rp. 75.000.000
9. Tanah dan Bangunan Seluas 164 m2/36 m2 di KAB / KOTA KOTA MAKASSAR , HASIL SENDIRI Rp. 700.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 1.100.000.000
1. MOBIL, HONDA JAZZ Tahun 2004, HASIL SENDIRI Rp. 55.000.000
2. MOTOR, HONDA BEAT Tahun 2009, HASIL SENDIRI Rp. 5.000.000
3. MOBIL, TOYOTA FORTUNER TRD Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp. 440.000.000
4. MOBIL, TOYOTA ALPHARD Tahun 2019, HASIL SENDIRI Rp. 600.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 155.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 2.749.091.992
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 11.859.091.992
UTANG Rp. 205.007.850
TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 11.654.084.142
Kasus “Iuran Rp20 Ribu” yang Berujung Pemecatan
Kasus ini bermula dari inisiatif sekolah dan Komite SMAN 1 Luwu Utara pada 2018–2019 untuk mengatasi keterlambatan gaji guru honorer.
Dalam rapat bersama orang tua siswa, disepakati iuran sukarela sebesar Rp20 ribu per bulan, tanpa paksaan, bahkan ada pengecualian bagi siswa kurang mampu.
Namun, pada 2021, sebuah LSM melaporkan inisiatif tersebut sebagai pungutan liar (pungli) ke pihak kepolisian.
Proses hukum pun bergulir hingga Mahkamah Agung (MA) memutus bersalah Abdul Muis dan Rasnal.
Putusan itu menjadi dasar bagi Pemprov Sulsel untuk menerbitkan SK PTDH pada 14 Oktober 2025.
Sempat Divonis Bebas namun Divonis Bersalan Mahkamah Agung (MA)
Pihak PGRI Luwu Utara hingga kini berjuang keras untuk memulihkan status kedua guru tersebut dengan mengajukan permohonan Grasi kepada Presiden, berharap adanya pertimbangan kemanusiaan yang dapat membatalkan SK PTDH dari Gubernur Sulsel.
Putusan itu tertuang dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023, yang telah berkekuatan hukum tetap, dan kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tertanggal 14 Oktober 2025.
SK ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), dinilai menjadi puncak ironi setelah kedua pendidik tersebut sempat divonis bebas sebelum divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan menanggapi soal dua guru SMAN 1 Luwu Utara dipecat akibat kasus dana komite sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Iqbal Nadjamuddin menjelaskan keputusan pemberhentian tersebut merupakan tindak lanjut dari putusan hukum dan ketentuan kepegawaian ASN, bukan keputusan sepihak dari Dinas Pendidikan.
"Besok ada rapat dengar pendapat (RDP). Saya sudah sampaikan, biar dijelaskan secara terbuka. Karena ini kasus lama, 2018–2019. Oleh pengadilan sudah diputuskan dan kami hanya melaksanakan aturan ASN-nya,” ujar Iqbal saat dikonfirmasi, Selasa (11/11/2025), dikutip Kompas.com.
Iqbal menuturkan, berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), pemberhentian dapat dilakukan karena dua alasan, yakni permintaan sendiri atau karena hukuman pidana.
"Kalau ASN ditahan lebih dari dua tahun karena pidana umum, maka diberhentikan. Tapi kalau di bawah dua tahun, tidak diberhentikan. Untuk tindak pidana korupsi, begitu diputus bersalah langsung diberhentikan,” jelasnya.
Dengan demikian, pemberhentian Rasnal dan Abdul Muis dilakukan karena telah memenuhi kriteria hukum dan administratif ASN.
“Kami hanya melaksanakan undang-undang ASN. Soal masalah hukum beliau, itu ranah yudisial. Kami hanya menjalankan aturan,” tegas Iqbal.
Iqbal menambahkan, pihaknya akan menjelaskan secara terbuka duduk perkara kasus ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Sulawesi Selatan yang dijadwalkan Rabu (12/11/2025).
“RDP ini penting agar publik tahu batas antara sumbangan sukarela dan pungutan wajib. Supaya tidak terjadi lagi kesalahpahaman seperti ini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan, keberadaan Komite Sekolah dan mekanisme pengumpulan dana pendidikan telah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
Namun, ia mengingatkan bahwa ada batas tegas antara “sumbangan sukarela” dan “pungutan wajib” yang tidak diperbolehkan.
"Komite itu diatur di Permendikbud. Artinya, Komite tidak dilarang melakukan pengumpulan dana pendidikan, tetapi hanya dalam bentuk bantuan sukarela, bukan pungutan wajib,” katanya.
Menurut Iqbal, pengumpulan dana oleh Komite Sekolah diperbolehkan asalkan dilakukan secara transparan dan tidak bersifat memaksa.
"Pungutan tidak boleh mewajibkan. Tapi kalau meminta bantuan, boleh. Namanya sumbangan itu ya sukarela, terserah yang mau memberi,” jelasnya
Desakan Rehabilitasi dan Pertimbangan Kemanusiaan
Pihak Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara kini mengajukan permohonan grasi kepada Presiden, berharap ada pertimbangan kemanusiaan untuk membatalkan keputusan PTDH dari Gubernur Sulsel.
Banyak pihak juga menilai, keputusan pemecatan tersebut kontras dengan semangat mendukung kesejahteraan guru, terutama di tengah perjuangan mereka membiayai pendidikan dengan sumber daya terbatas.
Putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap guru SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis, dan mantan kepala sekolah, Rasnal, memicu gelombang protes dan keprihatinan.
Kedua figur penting tersebut dikenai sanksi berat karena kasus pengumpulan dana sukarela sebesar Rp20 ribu per siswa yang ternyata memiliki alasan kemanusiaan yang mendalam.
Kasus yang dijuluki sebagai "Insiden Iuran Rp20 Ribu" ini menjadi sorotan tajam karena ironi hukum yang menghukum niat baik seorang pendidik.
Abdul Muis, yang menjabat sebagai Bendahara Komite Sekolah, mengungkapkan bahwa inisiatif pengumpulan dana tersebut bukanlah untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kesejahteraan 10 guru honorer di SMAN 1 Luwu Utara.
Abdul Muis merasa prihatin dengan nasib guru honorer yang tidak dapat menerima gaji selama 10 bulan berturut-turut.
Hal ini terjadi karena nama mereka belum tercantum dalam database Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan honor dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Untuk mengatasi masalah tersebut, pihak sekolah bersama Komite Sekolah menggelar rapat musyawarah dengan orang tua/wali murid.
Dalam rapat, disepakati adanya iuran sukarela tanpa paksaan sebesar Rp20.000 per siswa per bulan untuk membantu membayar gaji para guru honorer yang terkatung-katung.
Kesepakatan ini juga mencakup klausul pengecualian, yaitu membebaskan iuran bagi keluarga yang kurang mampu atau jika ada dua bersaudara di sekolah, cukup membayar untuk satu orang.
“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya, dilansir dari Kompas.com.
Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.
Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.
“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.
Sekolah pun harus mencari guru honor baru.
Sementara, proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.
“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.
Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.
Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah.
Sebagian ia gunakan membantu guru honor.
“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.
Meskipun niatnya murni dan disetujui oleh Komite serta sebagian besar orang tua siswa, inisiatif ini justru berujung bencana hukum.
Dilaporkan Pungli
Program yang berjalan sekitar tiga tahun ini dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke polisi dengan tuduhan pungutan liar (pungli) atau penyalahgunaan dana.
Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.
“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.
Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian.
Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.
Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.
“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.
Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.
“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.
Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.
Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan bendahara komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Masamba dan menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.
Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah.
Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.
“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.
“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.
Usai menjalani masa pidana, Muis kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.
Namun, beberapa waktu kemudian ia menerima SK pemberhentian tidak dengan hormat dari Gubernur Sulsel.
Melansir dari Kompas.com, putusan itu tertuang dalam MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.
Ia tak menyangka pengabdiannya selama puluhan tahun di dunia pendidikan harus berakhir dengan keputusan pahit.
Abdul Muis sendiri telah menjadi guru sejak tahun 1998, dengan total pengabdian selama 27 tahun.
Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.
“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.
Aksi Solidaritas Guru
Keputusan PTDH ini sontak memicu gelombang keprihatinan dan solidaritas dari berbagai pihak.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara memimpin aksi damai, menuntut keadilan bagi rekan mereka yang dinilai menjadi korban kriminalisasi atas dasar kebijakan sekolah yang bertujuan mulia.
Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.
“Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.
PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.
Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:
- Drs. Rasnal, M.Pd, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD
- Drs. Abdul Muis, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD
Kini, Abdul Muis berharap keputusan PTDH dapat ditinjau ulang demi memulihkan martabatnya sebagai pendidik menjelang masa purnabakti.
“Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.
(Tribuntimur.com/Kompas.com/TribunSumsel.com)
Sebagian Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Harta Kekayaan Andi Sudirman, Gubernur Sulsel Tanda Tangani Surat Pemecatan 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara,
| Kekayaan Andi Sudirman Gubernur Sulsel Tanda Tangani SK PTDH Guru Abdul Muis-Rasnal Gegara Rp20 Ribu |
|
|---|
| ASN Viral Injak Al-Quran Resmi Dipecat, Vita Amalia Akan Gugat Penyebar Video |
|
|---|
| Viral! Pria di Ogan Ilir Ngaku Diusir Istri dan Anak Gara-Gara Pilih Rawat Ibu yang Sudah Tua |
|
|---|
| Kronologi Bahlil Semprot Dirjen Gakkum Belum Nyali Tindak Penambang Ilegal: Bapak Jaksa atau Bukan? |
|
|---|
| Profil & Harta Rilke Jeffri Huwae Dirjen Gakkum ESDM Disemprot Bahlil soal Tambang Ilegal, Eks Jaksa |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/Gubernur-Sulsel.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.