Janggal, Vonis MA terhadap Dua Guru SMAN 1 Luwu Utara Menuai Kritik, PGRI Ajukan Grasi ke Presiden

Kasus dua guru SMAN 1 Luwu Utara divonis bersalah oleh MA karena iuran sukarela Rp20 ribu untuk guru honorer. PGRI ajukan grasi ke Presiden

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Tribuntimur.com/Ismaruddin
GURU DIPECAT- Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin serahkan surat resmi permohonan grasi untuk dua guru di Luwu Utara kepada DPRD. Dua guru di Luwu Utara diberhentikan dan diberi sanksi pidana karena pungutan dana komite sekolah sebesar Rp20 ribu.  

Iqbal menambahkan, pihaknya akan menjelaskan secara terbuka duduk perkara kasus ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Sulawesi Selatan yang dijadwalkan Rabu (12/11/2025).

“RDP ini penting agar publik tahu batas antara sumbangan sukarela dan pungutan wajib. Supaya tidak terjadi lagi kesalahpahaman seperti ini,” pungkasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan, keberadaan Komite Sekolah dan mekanisme pengumpulan dana pendidikan telah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). 

Namun, ia mengingatkan bahwa ada batas tegas antara “sumbangan sukarela” dan “pungutan wajib” yang tidak diperbolehkan. 

"Komite itu diatur di Permendikbud. Artinya, Komite tidak dilarang melakukan pengumpulan dana pendidikan, tetapi hanya dalam bentuk bantuan sukarela, bukan pungutan wajib,” katanya.

Menurut Iqbal, pengumpulan dana oleh Komite Sekolah diperbolehkan asalkan dilakukan secara transparan dan tidak bersifat memaksa.

"Pungutan tidak boleh mewajibkan. Tapi kalau meminta bantuan, boleh. Namanya sumbangan itu ya sukarela, terserah yang mau memberi,” jelasnya

Desakan Kemanusiaan dan Permohonan Grasi

Meski demikian, keputusan pemecatan itu menuai keprihatinan luas di kalangan pendidik. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara menilai hukuman tersebut tidak mencerminkan semangat kemanusiaan dan justru menghukum niat baik seorang guru.

Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto demi memulihkan status dan martabat kedua guru tersebut.

“Guru hari ini berada di posisi rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung kriminalisasi,” ujarnya.

Abdul Muis: “Saya Hanya Ingin Orang Tahu, Saya Bukan Koruptor”

GURU DIPECAT -- Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025)
GURU DIPECAT -- Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025) (Kompas.com/MUH. AMRAN AMIR)

Abdul Muis, yang telah mengabdi sebagai guru sejak 1998, mengaku ikhlas namun tetap berharap keadilan ditegakkan.

Ia menegaskan bahwa dana Rp20 ribu tersebut digunakan sepenuhnya untuk membantu guru honorer yang tidak menerima gaji selama 10 bulan karena belum masuk database Dapodik.

“Dana itu hasil kesepakatan orang tua. Yang tidak mampu tidak bayar. Semua transparan, ada notulen rapatnya. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tuturnya.

Kini, Abdul Muis dan Rasnal menanti kejelasan nasib mereka di masa purnabakti, dengan harapan ada kebijakan kemanusiaan yang dapat memulihkan nama baik dan hak mereka sebagai pendidik.

Dilaporkan Pungli

GURU DIPECAT - Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara yang kini mengajar di SMAN 3 Luwu Utara, ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Minggu (9/11/2025). Ia diberhentikan tidak dengan hormat karena kasus dana komite sekolah sebesar Rp20 ribu per siswa. 
GURU DIPECAT - Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara yang kini mengajar di SMAN 3 Luwu Utara, ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Minggu (9/11/2025). Ia diberhentikan tidak dengan hormat karena kasus dana komite sekolah sebesar Rp20 ribu per siswa.  (TRIBUN TIMUR/ANDI BUNAYYA)

Program yang berjalan sekitar tiga tahun ini dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke polisi dengan tuduhan pungutan liar (pungli) atau penyalahgunaan dana.

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. 

Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan bendahara komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Masamba dan menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. 

Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Usai menjalani masa pidana, Muis kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.

Namun, beberapa waktu kemudian ia menerima SK pemberhentian tidak dengan hormat dari Gubernur Sulsel.

(Tribuntimur.com/Kompas.com/TribunSumsel.com)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved