Bangka Belitung Memilih

Soal Wacana Sistem Proporsional Tertutup, Ketua DPRD Babel Sebut Baru Wacana, Belum Tentu Terlaksana

Ketua DPRD Babel, Herman Suhadi, mengatakan sistem proporsional tertutup baru diwacanakan, sehingga belum tentu terlaksana

Penulis: Riki Pratama | Editor: Novita
Tribun Jogja/ Suluh Pamungkas
Ilustrasi Pemilu 

"Karena bila pemilu tertutup, dipilih partai langsung. Kita tidak tahu siapa dan bagaimana kedekatan dengan pimpinan partai," ujarnya.

Menjauhkan Hubungan Pemilih dengan Wakil Rakyat

Hal senada disampaikan Anggota DPRD Babel dari Fraksi Nasdem, Mansah. Dia menegaskan dirinya, sebagai wakil rakyat dirinya merasa sangat tidak setuju dengan digulirkan kembali wacana pemilu dengan sistem proporsional tertutup.

"Pertama, karena ini merupakan langkah kemunduran demokrasi di negeri ini yang sudah kita bangun dengan cara tidak mudah. Banyak yang sudah dikorbankan untuk demokrasi bangsa ini dalam 15 tahun terakhir," kata Mansah.

Politikus Nasdem ini menambahkan, sistem proforsional tertutup adalah sebuah langkah yang tidak tepat, karena bisa dipastikan rakyat tidak akan bisa memilih langsung wakil mereka di legislatif.

"Karena partai lah kemudian yang akan menetukan siapa yang akan duduk di legislatif. Padahal pilihan partai belum tentu sama dengan pilihan pemilih secara langsung," lanjutnya.

Selain itu, kata Mansah, dampak lainnya akan menjauhkan hubungan antara pemilih dengan wakil rakyat setelah pemilu. Karena wakil rakyat akan merasa tidak ada tanggung jawab moral kepada pemilihnya

"Karena bukan rakyat yang menentukan keterpilihan mereka. Hal ini tentunya akan melemahkan bahkan bisa menghilangkan fungsi refresentatif seorang anggota dewan," terangnya.

Lebih jauh, Mansah mengatakan, anggota legislatif nantinya akan diisi dan didominasi oleh kader yang memiliki kedekatan khusus dan hubungan kekerabatan atau hubungan emosional dengan elite parpol, bukan karena dukungan massa.

"Bahkan akan membuka ruang terjadinya transaksional antar elite parpol dengan calon legislatif yang akan dipilih. Justru hal ini akan memperburuk kondisi demokratisasi di negeri ini. Akan menutup peluang rakyat untuk mengenal calon legislatifnya, rakyat dipaksa memilih kucing dalam karung, pada akhirnya akan hilanglah makna keterwakilan masyarakat itu," jelasnya.

Mansah juga mengingatkan, bahwa KPU tidaklah punya hak untuk menentukan sistem pemilu secara otomatis, hanya karena menjalankan putusan MK.

"Karena sebenarnya sistem pemilu menjadi kewenangan pembentuk undang undang, sistem pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tugas KPU adalah menjalankan itu agar pemilu serentak tahun 2024 ini berjalan dengan baik. Bukan membuat kegaduhan dengan wacana-wacana baru yang bukan kapasitasnya," keluhnya.

"Biarlah nanti teman-teman di parlemen yang akan menggodoknya. Dan kita berkeyakinan semua berniat untuk kebaikan demokrasi di negeri agar bisa berjalan dengan sebaik baiknya," harapnya. (Bangkapos.com/Riki Pratama)

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved