Bangka Pos Hari Ini

Dewan Kesenian Seolah Mati, Seniman Bangka Belitung Tak Punya Panggung

Sudah 36 tahun, pria yang kerap disapa Pak Cik Kario ini menekuni budaya berpantun.

Editor: nurhayati
Dok/Bangka Pos
Halaman Harian Pagi Bangka Pos Hari Ini. 

“Kita sebetulnya berharap Dewan Kesenian itu menjadi wadah berkumpul, wadah berdiskusi antar seniman yang mungkin genre seninya berbeda. Ada yang seni, lukis, musik, pahat,
keramik, dan macam-macam lainnya, dan semuanya itu seniman,” sebut Yan kepada Bangka
Pos, Jumat (27/1/2023).

Menurut dia, yang menjadi alasan utama Dewan Kesenian ini pudar satu di antaranya para seniman masih kekurangan ruang untuk menyalurkan hobi yang disukai.

Bahkan kata Yan, untuk Dewan Kesenian Bangka Belitung belum sempat eksis sama sekali, hanya ada beberapa dewan kesenian di kabupaten yang sempat menonjol.

“Bahasa yang paling bisa mewakili kondisi saat ini saya kira perlu ditingkatkan, karena ada
beberapa kesenian yang menurut saya sudah baik aktivitasnya seperti musik, tarik suara, tetapi ada seni yang lain perlu diperhatikan seperti seni ukiran ga ada sama sekali kalau sekarang,” jelasnya.

Dengan demikian, kata Yan yang juga menjabat Widyaiswara Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Daerah (BKPSDMD) Bangka Belitung, perlu ada panggung untuk
para seniman di Babel.

“Ini tuh harus dipancing, harus diberikan dulu panggungnya. Dulu di Bangka Belitung itu ada
Festival Serumpun Sebalai yang menjadi icon dan pengikat para seniman, dan sekarang sudah tidak ada lagi. Padahal festival itu lebih dominan seni tari sebetulnya tapi dari tarian itu melibatkan banyak seniman, mulai dari perancang baju, koreografi, tata panggung,
tata musik, cukup banyak melibatkan seniman, akan bagus mungkin untuk diaktifkan kembali,”
paparnya.

Bahkan menurutnya, Festival Serumpun Sebalai kala itu bak menjadi peserta keseniannya Bangka Belitung.

Diakuinya, keahlian dan minat kesenian yang cukup luas sehingga membuat wadah
yang bisa menyamankan para seniman itu yang menjadi tidak mudah.

“Dan apalagi seniman ini kan orang-orang yang sangat kreatif, dan spontan. Tapi bukan berarti tidak mungkin mereka bersatu, kalau mereka punya keinginan untuk membentuk Dewan Kesenian ini pasti bisa dilakukan,” tuturnya.

Jauh dari Budaya

Sementara penulis buku dan pemerhati sosial Bangka Belitung, sekaligus budayawan Ahmadi Sofyan menilai, Dewan Kesenian Babel seperti sudah mati suri.

Menurutnya, pemerintah juga seperti tak peduli dan tidak mau berbuat apapun terhadap seni dan budaya, kecuali menjadikannya sekedar serimonial belaka.

“Kita akui, mati surinya Dewan Kesenian yang ada ini semakin membuat masyarakat kita jauh dari seni dan budaya lokal. Padahal dengan adanya Dewan Kesenian itu bagian dari bagaimana konsep seni dan budaya daerah bisa terakomodir, terkoordinir dan menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat lokal,” tegas Ahmadi Sofyan kepada Bangka Pos,
Sabtu (28/1/2023) malam.

Dia menyebut, kurangnya kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap keberadaan seni dan budaya daerah menjadi faktor mati surinya Dewan Kesenian Babel.

Ia menyayangkan, anak-anak muda masa kini sedikit sekali tahu akan keberadaan dewan
kesenian Babel, padahal budaya adalah bagian penting dari peninggalan
para leluhur.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved