Tribunners

Memaknai Ulang Sumpah Pemuda: Mewujudkan Inklusivitas Kebijakan Publik Berbasis Pemuda

Indonesia digdaya dimulai dari pemberdayaan pemudanya di setiap daerah, di setiap sudut negeri ini.

Editor: suhendri
Dokumentasi Irsyadinnas
Irsyadinnas - ASN Belitung Timur 

Mewujudkan inklusivitas kebijakan publik berbasis pemuda memerlukan pendekatan ekosistemik yang holistik. Pertama, melakukan reforma agraria partisipasi—redistribusi kekuasaan partisipatif dari yang terkonsentrasi di tangan elit menuju distribusi yang lebih merata. Kedua, menciptakan infrastruktur partisipasi yang memadai, tidak hanya fisik tetapi juga infrastruktur sosial seperti pendidikan politik dan pelatihan advokasi. 

Ketiga, melembagakan pengarusutamaan kepemudaan dalam seluruh siklus kebijakan melalui asesmen dampak kepemudaan untuk setiap kebijakan strategis. Keempat, mendorong pengorganisasian pemuda secara mandiri dengan dukungan pemerintah tanpa pengambilalihan kendali, menciptakan kekuatan penyeimbang yang mengawasi dan mengimbangi kekuasaan negara. Kelima, membangun sistem akuntabilitas yang responsif dengan mekanisme yang memaksa pemerintah merespons aspirasi pemuda dalam timeframe tertentu.

Dari restorasi sumpah pemuda ke revolusi partisipasi

Momentum peringatan Sumpah Pemuda seharusnya menjadi refleksi kritis, bukan sekadar nostalgia romantis. Pada 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia mendeklarasikan kesatuan bukan karena mereka diizinkan oleh pemerintah kolonial, tetapi karena mereka merebut hak untuk menentukan identitas dan masa depan mereka sendiri. Itu adalah tindakan claimed space dalam pengertian Gaventa—pemuda menciptakan ruang politik mereka sendiri yang otonom. Semangat itulah yang harus kita restorasi: semangat untuk tidak meminta izin, tetapi merebut hak; untuk tidak menunggu diundang, tetapi menciptakan ruang sendiri; untuk tidak puas dengan tokenism, tetapi menuntut kekuasaan substantif.

Restorasi Sumpah Pemuda dalam konteks Indonesia abad ke-21 berarti revolusi partisipasi: transformasi radikal dalam cara kita memahami dan mempraktikkan hubungan antara pemuda dan negara, antara partisipasi dan kekuasaan, antara aspirasi dan kebijakan. Revolusi ini tidak bisa setengah hati. Ia menuntut keberanian untuk membongkar struktur kekuasaan yang eksklusif, kerelaan untuk mendistribusikan kekuasaan kepada pemuda, dan komitmen untuk mengubah pemuda dari objek kebijakan menjadi subjek yang membentuk masa depan mereka sendiri.

Bung Karno pernah berkata, "Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kugoncangkan dunia." Pertanyaan untuk Indonesia hari ini adalah: sudahkah kita benar-benar memberikan ruang bagi pemuda kita untuk mengguncangkan dunia? Atau kita masih memegang kendali dengan erat, takut pada perubahan yang mereka tawarkan, nyaman dengan status quo yang kita kenal?

Inklusivitas kebijakan publik berbasis pemuda bukan hanya soal keadilan atau demokrasi—meskipun itu sudah alasan yang cukup kuat. Ia juga soal survival dan kemajuan bangsa. Dalam era perubahan yang cepat dan kompleks ini, bangsa yang tidak melibatkan pemudanya secara bermakna adalah bangsa yang kehilangan kompas. Pemuda membawa perspektif, energi, dan inovasi yang dibutuhkan untuk menavigasi ketidakpastian. Melibatkan mereka bukan amal atau kemurahan hati, tetapi keniscayaan strategis.

Dari wacana ke praksis

Satu kesimpulan menjadi jelas: inklusivitas sejatinya memerlukan transformasi sistemik, bukan sekadar reformasi kosmetik. Bagi pemerintah di berbagai tingkatan, ini adalah sebentu panggilan political will yang sesungguhnya—komitmen nyata untuk mendistribusikan kekuasaan. Bagi pemuda sendiri, ini adalah ajakan untuk membangun gerakan bersama yang terorganisasi dengan strategi yang jelas.

Indonesia memiliki bonus demografi yang tidak akan bertahan selamanya. Dalam sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan, jendela ini akan tertutup. Pertanyaannya adalah: apakah kita akan memanfaatkannya dengan melibatkan pemuda secara bermakna, atau menyia-nyiakannya dengan mempertahankan struktur eksklusif yang usang? Sejarah akan menilai generasi kita dari seberapa berhasil kita mempersiapkan dan memberdayakan generasi penerus.

Inklusivitas kebijakan publik berbasis pemuda adalah investasi paling strategis untuk masa depan bangsa. Saatnya kita bergerak dari wacana ke praksis, dari retorika ke aksi, dari tokenism ke pemberdayaan. Mari kita wujudkan Indonesia di mana setiap pemuda merasa memiliki negaranya, di mana suara mereka benar-benar didengar dan dihitung. Mari kita wujudkan demokrasi yang tidak hanya prosedural tetapi substantif, yang membangun masa depan bersama dengan mereka yang akan menghuni masa depan itu.

Sekali merdeka, tetap merdeka. Sekali inklusif, selamanya inklusif. Indonesia digdaya dimulai dari pemberdayaan pemudanya di setiap daerah, di setiap sudut negeri ini. (*)

Sumber: bangkapos
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved