Tribunners
Pendidikan Nonformal dan Kesejahteraan Tutor
Sudah seharusnya tutor juga mendapat perhatian dan perlakuan yang sama dari pemerintah
Oleh: Syamsul Bahri - Ketua FK-PKBM Bangka Selatan
ADA istilah pendidikan sepanjang hayat. Artinya, pendidikan itu tidak berhenti hanya di lembaga formal saja. Seseorang bisa mendapatkan pendidikan melalui berbagai jalur atau dengan kata lain pendidikan bisa ditempuh melalui jalur formal ataupun nonformal.
Di Indonesia sendiri pendidikan diakui dalam tiga jalur. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, sedangkan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Seperti halnya pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal juga memiliki jenjang. Jika di jalur pendidikan formal ada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK, maka di jalur pendidikan nonformal ada PAUD,Paket A, Paket B, dan Paket C. Paket A dalam pendidikan nonformal sederajat dengan SD/MI, Paket B sederajat dengan SMP/MTs, dan Paket C sederajat dengan SMA/MA/SMK.
Perbedaan pendidikan di jalur formal dan nonformal adalah kalau pendidikan formal pendidikannya diselenggarakan oleh satu lembaga satu jenjang, misalnya satuan pendidikan formal hanya boleh melaksanakan satu layanan pendidikan formal. Contohnya, satuan pendidikan jenjang sekolah dasar hanya boleh melaksanakan pendidikan dasar saja, begitulah seterusnya.
Adapun di jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan nonformal bisa melaksanakan berbagai jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Misal, sebuah satuan pendidikan nonformal dapat melaksanakan layanan pendidikan PAUD, Paket A, Paket B, dan Paket C, bahkan layanan lainnya, seperti kursus dan kewirausahaan. Satuan pendidikan nonformal tersebut adalah pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) atau sanggar kegiatan belajar (SKB).
Masih dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa PKBM dan SKB adalah satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menyediakan layanan pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat, yang mencakup program kesetaraan seperti Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).
PKBM dan SKB bertujuan memberikan pendidikan alternatif yang lebih fleksibel bagi warga yang tidak dapat bersekolah di pendidikan formal. Dijelaskan lebih lanjut, PKBM dan SKB bukan bagian dari sekolah formal, melainkan sebagai pelengkap, alternatif, atau tambahan bagi pendidikan formal.
PKBM didirikan oleh individu, kelompok, atau badan hukum, sedangkan SKB didirikan oleh pemerintah daerah dan berada di bawah pengawasan dinas pendidikan setempat. Tujuannya adalah untuk menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta membantu meningkatkan literasi, keterampilan, dan kemandirian.
Perangkat pendukung satuan pendidikan
Untuk melaksanakan layanan pendidikan tentunya satuan pendidikan wajib menyiapkan beberapa perangkat pendukungnya. Perangkat pendukung antara lain sarana dan prasarana seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Standar Sarana dan Prasarana pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Lebih spesifik lagi dicantumkan dalam Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 Pasal 6, satuan pendidikan harus memiliki kurikulum dan pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, serta penganggaran.
Perangkat pendukung seperti yang disebutkan di atas semuanya penting dan wajib ada ketika menyelenggarakan layanan pendidikan formal. Namun berbeda jika di pendidikan nonformal. Berbeda dalam pendidikan nonformal aspek ketersediaan pendidik dan tenaga pendidik menjadi prioritas dalam menjalankan layanan pendidikan.
Sebab pendidik dan tenaga kependidikan merupakan motor penggerak dalam pendidikan nonformal. Namun, kekurangan sarana dan prasarana dalam pendidikan nonformal masih bisa diatasi, karena pendidikan nonformal itu bisa belajar di mana saja, lalu belum adanya kurikulum masih bisa diciptakan.
Oleh karenanya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 diamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki pendidik sesuai standar yang ditetapkan. Kualifikasi pendidik diatur untuk memastikan kualitas pembelajaran, yang mencakup kompetensi, sertifikasi, dan kemampuan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Keniscayaan perubahan regulasi pendidik (tutor)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidik adalah orang yang mendidik. Secara lebih luas, pendidik adalah tenaga profesional yang merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas disebutkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Di dalam pendidikan nonformal (PKBM dan SKB) pendidik disebut dengan tutor. Tutor ini tugasnya sama persis dengan guru-guru di sekolah formal. Bahkan sebetulnya tugas tutor jauh lebih berat, karena harus memberikan pendidikan kepada peserta didik yang bukan usia sekolah lagi. Dengan demikian, tutor juga memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti guru-guru pada umumnya.
Oleh karena itu, ketika guru-guru sekolah formal mendapatkan berbagai fasilitas dan tunjangan-tunjangan, maka seyogianya tutor-tutor juga mendapatkan hal yang sama. Sudah seharusnya tutor juga mendapat perhatian dan perlakuan yang sama dari pemerintah.
Namun realitas di lapangan sungguh jauh api dari panggang. Antara tutor dan guru sangat jomplang perlakuannya, terutama terkait status kepegawaian, regulasi, dan hak-hak yang diterima. Perbedaan utama terletak pada status hukum dan pengakuan formal oleh negara.
Secara ringkas, guru diakui sebagai pilar sistem pendidikan formal nasional dengan perlindungan dan tunjangan yang diatur undang-undang, sementara tutor berada di sektor informal atau nonformal tanpa pengakuan dan hak yang sama dari pemerintah Dengan demikian, selama ini para tutor selalu dipandang sebelah mata atau dianggap seperti anak tiri.
Yang paling kentara adalah peningkatan kesejahteraan para tutor. Menurut Ketua Umum Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional, Lilik Subaryanto, peningkatan kesejahteraan ribuan tutor pendidikan kesetaraan di seluruh Indonesia saat ini masih terganjal regulasi. Ia menyebut akan memperjuangkan redefinisi guru, karena di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen tidak mencakup tutor. Ia menambahkan bahwa pada awal Februari 2025 sudah disampaikan ke Komisi X terkait aspirasi redefinisi guru. (Indonesianews.co.id,22/2/2025)
Lebih lanjut Lilik berharap nanti akan dikeluarkan regulasi seperti permendikdasmen terkait kualifikasi dan kesejahteraan tutor. Menurutnya dikarenakan tidak adanya regulasi tersebut sehingga daerah-daerah menjadi ragu untuk memberikan insentif atau kesejahteraan kepada tutor karena belum jelas payung hukumnya.
Harapannya, jika ada peraturan pemerintah, daerah-daerah tidak takut lagi mengeluarkan regulasi terkait insentif untuk para tutor. Dengan demikian, tutor pendidikan kesetaraan memang memiliki kesetaraan dengan guru-guru lainnya. (*)
| Memahami Perubahan Mukosa Mulut pada Lansia: Tantangan dan Perawatannya |
|
|---|
| Antara Data dan Realitas: Jaminan Hak Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas |
|
|---|
| Pengembangan Agribisnis Lada Putih Bukan Tanggung Jawab Satu Pihak Semata |
|
|---|
| Refleksi di Bulan Guru Nasional Tahun 2025 |
|
|---|
| Etika Berkomunikasi di Media Sosial pada Generasi Z |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.