Tribunners

Kejari Bangka Selatan dan Kampanye Budaya Melawan Korupsi

Sudah saatnya kita semua elemen bangsa ini untuk memerangi perilaku korupsi yang merupakan musuh bangsa

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Rusmin Sopian - Penulis yang Tinggal di Toboali 

Oleh: Rusmin Sopian - Penulis yang Tinggal di Toboali

SUNGGUH menarik aksi kampanye antikorupsi yang digelar Kejaksaan Negeri ( Kejari) Bangka Selatan belum lama ini di Simpang Tugu Nanas dan Himpang Lima Kota Toboali. 

Dalam aksi di kawasan utama kota itu, jajaran Kejari Bangka Selatan membagikan stiker bertema antikorupsi dan tas jinjing kepada para pengendara yang melintas di kawasan pusat kota Toboali dan mengajak segenap warga  memerangi perilaku purba korupsi. 

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI, kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 

Korupsi atau rasuah merupakan sebuah tindakan oleh pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka, atau untuk mendapatkan keuntungan sepihak. 

Secara umum, pengertian korupsi adalah semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan atau kuasa untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain.  Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, dan menyogok. 

Kata tersebut kemudian menurunkan istilah corruption, corrups (Inggris), corruption (Prancis), corruptie, korruptie (Belanda), dan juga korupsi (Indonesia). Secara harfiah, korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian.

Korupsi merupakan musuh bersama bangsa ini. Korupsi dikategorikan sebagai perbuatan yang bersifat antisosial, karena korupsi dianggap sebagai patologi sosial, atau penyakit dan merugikan masyarakat.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Berdasarkan undang-undang tersebut, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. 

Sementara Baharuddin Lopa yang merupakan Jaksa Agung ke-17 Republik Indonesia berpendapat bahwa korupsi merupakan suatu tindak pidana yang berhubungan dengan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan lainnya sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, serta merugikan kesejahteraan dan kepentingan umum.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan peringatan tegas terhadap praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam jajaran pemerintahan.  Dalam amanatnya sebagai inspektur upacara peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2025 belum lama ini,  Presiden Prabowo menegaskan bahwa negara tidak akan tinggal diam menghadapi pelanggaran yang merugikan rakyat dan bertekad menegakkan hukum tanpa kompromi dan tanpa pandang bulu.

“Untuk kesekian kali lagi, di tempat yang bersejarah ini, atas nama rakyat Indonesia, saya peringati semua unsur di semua lembaga: segera benah diri, segera bersihkan diri, karena negara akan bertindak. Negara kita kuat. Mereka-mereka yang tidak setia kepada negara akan kita singkirkan dengan tidak ragu-ragu, tanpa memandang bulu, tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, suku mana,” kata  Prabowo dalam pidatonya di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta,  Senin (2/6/2025).

Tidak hanya memperingatkan, Presiden Prabowo juga menyatakan bahwa pemberantasan korupsi akan menjadi agenda prioritas pemerintahannya. Kepala Negara menyebut masih terjadi praktik pencurian uang rakyat dan harus segera diberantas demi keadilan dan kesejahteraan bangsa.

“Kekayaan kita sekali lagi sangat besar, tetapi terlalu banyak maling-maling yang mencuri uang rakyat. Dan untuk itu saya bertekad akan menertibkan semua itu. Saya mohon dukungan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Prabowo.

Pada sisi lain,  Prabowo juga menyampaikan pesan khusus kepada generasi muda untuk ikut serta mengawasi jalannya pemerintahan, menggunakan teknologi sebagai alat kontrol publik, dan tidak ragu melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan.

“Melihat pejabat pemimpin melanggar, laporkan. Sekarang kita punya teknologi. Setiap rakyat di desa bisa menggunakan gadget. Kalau ada bukti pelanggaran, segera siarkan. Jangan terima penyelewengan. Jangan mau terima pejabat yang berbuat sekehendak dirinya dan tidak setia kepada bangsa dan negara,” tutur Prabowo.

Sementara itu pada 30 September 2025, Indonesia Corruption Watch memublikasikan pemantauan tren penindakan kasus korupsi tahun 2025. Hasilnya, kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi di tahun 2024 menurun drastis. 

Sepanjang tahun 2024, ICW menemukan 364 kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang disidik oleh APH, yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Terdapat penurunan 427 kasus atau 54 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya. 

Adapun jumlah tersangka yang berhasil diungkap sebanyak 888 orang. Jumlah tersangka juga berkurang sebanyak 807 orang atau sekitar 48 persen lebih rendah dari tahun 2023.  

Estimasi kerugian negara yang berhasil diungkap meningkat mencapai Rp279,9 triliun, angka yang secara signifikan dipengaruhi oleh perkara korupsi tata niaga komoditas timah di lingkungan PT Timah Tbk, dengan kontribusi sekitar Rp271 triliun atau 96,8 persen dari total kerugian tersebut. 

Apabila ditinjau lebih jauh, distribusi perkara korupsi pada tahun 2024 memperlihatkan kerentanan yang tinggi pada sektor yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Kasus di sektor desa menempati urutan tertinggi dengan 77 kasus dan 108 tersangka, diikuti sektor utilitas 57 kasus 198 tersangka, kesehatan 39 kasus 104 tersangka, pendidikan 25 kasus 64 tersangka. 

Dari sisi aktor, pelaku dominan berasal dari pegawai pemerintah daerah sejumlah 261 tersangka, pihak swasta 256 tersangka, serta kepala desa 73 tersangka, dengan catatan bahwa keterlibatan swasta menyumbang kerugian negara paling besar. Fakta ini menyingkap rapuhnya desain pencegahan korupsi dan mekanisme pengawasan di sektor privat.

Dengan kebersamaan dari seluruh komponen bangsa ini,  dalam budaya melawan perilaku purba korupsi,  negara kita akan berangsur ke arah yang makin membaik.  Manfaat dari pemberantasan korupsi akan makin dirasakan masyarakat banyak melalui berbagai perbaikan, mulai dari pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan lapangan pekerjaan, dan penurunan kemiskinan.

Mari kita bersama-sama menyerukan hukuman bagi pelaku korupsi harus lebih berat dan mengubah cara pandang masyarakat terhadap tindakan koruptif. Dan sudah saatnya kita semua elemen bangsa ini untuk memerangi perilaku korupsi yang merupakan musuh bangsa dan membuat masyarakat tidak sejahtera dengan aksi purba dari pelaku korupsi. 

Saatnya kita tabuhkan genderang perang melawan korupsi.  (*)

 

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved