Tribunners

Filsafat Administrasi Pemilu: Dimensi Aksiologi Transparansi dan Moralitas Pemilihan Serentak 2024

Jurnal ini membahas filsafat ilmu administrasi dalam dimensi aksiologi berperan dalam membangun transparansi dan moralitas penyelenggaraan pemilu

Dok Saharullah
Saharullah, Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pahlawan 12 

a.       Membangun kepercayaan publik. Kepercayaan publik terhadap pemilu/pemilihan adalah elemen yang sangat penting dalam memperkuat demokrasi. Jika pemilu/pemilihan dianggap tidak transparan, maka masyarakat akan meragukan hasilnya yang bisa memicu ketidakpuasan bahkan bisa memicu kerusuhan politik. Dengan transparansi ini, setiap tahapan pemilu/pemilihan mulai dari pendaftaran calon, kampanye, pemungutan suara hingga penghitungan suara diawasi secara terbuka oleh masyarakat dan media serta independen. Hal ini memastikan bahwa setiap langkah pemilu berlangsung sesuai dengan aturan yang berlaku dan mengurangi peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan;

b.      Mengurangi praktek kecurangan dan manipulasi. Transparansi adalah penghalang efektif terhadap berbagai praktek kecurangan dalam pemilu/pemilihan. Indonesia sempat dilanda isu-isu serius mengenai manipulasi suara, penggelembungan daftar pemilih serta praktik money politics yang merusak kualitas demokrasi. Dengan adanya pemilu yang transparan, memungkinkan pengawasan yang lebih ketat dari berbagai pihak. Hal ini membuat kecurangan menjadi lebih sulit dilakukan dan meminimalkan potensi manipulasi hasil pemilu/pemilihan. Dengan adanya teknologi digital kini semakin memberi ruang bagi transparansi yang lebih besar, sistem informasi berbasis elektronik seperti e-voting atau penggunaan aplikasi untuk penghitungan suara secara real-time memberi akses yang lebih luas bagi publik untuk memantau jalannya pemilu, memungkinkan kecurangan bisa ditekan lebih lanjut;

c.       Mendorong partisipasi Masyarakat. Pemilu/Pemilihan yang transparan dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat apabila proses pemilu/pemilihan dijalankan dengan jujur dan terbuka. Masyarakat akan merasa lebih yakin untuk menggunakan hak pilihnya. Selain itu transparansi memberi ruang bagi warga negara untuk terlibat dalam pengawasan, baik melalui organisasi masyarakat sipil, lembaga pemantau pemilu ataupun dengan menggunakan teknologi untuk melaporkan potensi pelanggaran. Partisipasi masyarakat yang tinggi akan menciptakan pemilu yang lebih lebih representatif di mana setiap suara benar-benar dihargai dan dipertimbangkan;

d.      Menguatkan institusi demokrasi. Transparansi dalam pemilu juga berperan penting dalam penguatan lembaga-lembaga demokrasi di Indonesia seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Keberadaan lembaga-lembaga ini sebagai penjaga integritas bahwa pemilu harus didukung dengan sistem yang terbuka dan dapat diawasi oleh publik. Sebagai contoh, setiap laporan atau temuan terkait pelanggaran pemilu harus diakses dan dipertanggungjawabkan secara jelas agar masyarakat tahu apa yang sedang terjadi dan bisa ikut serta dalam proses pengawasan dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pemilu, lembaga-lembaga ini juga menjadi lebih kredibel. Ketika masyarakat merasa bahwa pemilu dilaksanakan dengan penuh transparansi dan integritas, dukungan terhadap lembaga-lembaga tersebut akan semakin kuat yang pada gilirannya menguatkan struktur demokrasi Indonesia.

e.       Dampak positif bagi kestabilan politik, Pemilu yang transparan akan menghasilkan pemimpin yang dipilih secara sah dan didukung oleh mayoritas rakyat. Ini akan menciptakan legitimasi yang kuat bagi pemerintah yang terpilih, yang pada gilirannya dapat mendorong kestabilan politik bahwa pemilu yang penuh keraguan dan ketidakjelasan justru menciptakan polarisasi dan ketidakpastian yang dapat mengganggu proses pembangunan dan menambah kerusakan sosial. Dengan transparansi ini, masyarakat tidak hanya merasa suara mereka dihargai tetapi juga yakin bahwa hasil pemilu mencerminkan pilihan rakyat yang sesungguhnya.

Sedangkan fungsi transparansi sebagi nilai aksiologis dalam pemilihan adalah:

a.       Menjamin akuntabilitas penyelenggara pemilu. KPU dan Bawaslu harus bertanggungjawab atas setiap keputusan dan tindakan dalam semua tahapan penyelenggaran pemilu misalnya verifikasi partai politik, pemutakhiran data pemilih, proses pendaftaran calon sampai rekapitulasi dan penetapan hasil harus dapat diaudit public;

b.      Meningkatkan partisipasi dan kepercayaan publik;

c.       Mencegah manipulasi dan kecurangan;

d.      Menegakkan prinsip keadilan, semua peserta pemilu/pemilihan diperlakukan setara dan adil, tampa diskriminasi dan perlakuan istimewa.

Dalam praktik transparansi pada pemilihan serentak tahun 2024, publikasi data pemilih dan hasil rekapitulasi suara secara daring, penggunaan teknologi digital seperti Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) dan aplikasi pengawasan daring memperlihatkan upaya KPU dan Bawaslu menerapkan prinsip keterbukaan, akses terbuka bagi pemantau dan media, pelaporan dana kampanye secara berkala dan dapat diakses publik serta penanganan pelanggaran pemilu/pemilihan yang terbuka dan dapat diawasi. Transparansi bukan sekadar prosedur teknis melainkan nilai moral yang melekat dalam demokrasi. Sebagai nilai aksiologis, transparansi menuntut agar administrasi pemilu tidak hanya sah secara hukum tetapi juga beretika, adil dan dapat dipercaya oleh rakyat.

5.      Moralitas Penyelenggara: Fondasi Etika Administratif

Moralitas administrasi merupakan refleksi integritas aparatur penyelenggara pemilu. Zaidan Nawawi (2018) menyatakan bahwa administrasi publik tanpa moralitas akan jatuh pada “teknokrasi tanpa jiwa,” di mana efisiensi menjadi tujuan tunggal mengabaikan nilai keadilan. Dalam pemilu, moralitas tercermin melalui netralitas, kejujuran dan tanggung jawab moral terhadap hasil pemungutan suara. Kasus pelanggaran etik ditubuh penyelenggara pemilu selama masa tahapan 2024 memperlihatkan pentingnya dimensi aksiologis ini. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menegaskan bahwa pengelolaan pemilu memerlukan fondasi etika bukan hanya keahlian teknis. 

Moralitas administrasi menjadi benteng terhadap manipulasi data, konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan. Moralitas penyelenggara adalah kualitas etis dan integritas pribadi yang harus dimiliki oleh setiap individu yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu seperti anggota KPU, Bawaslu, dan DKPP. Moralitas ini menjadi kompas batin yang membimbing mereka dalam:

a.       Menghindari konflik kepentingan;

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved