Tribunners
Membangun Ekonomi Hijau yang Tangguh: Strategi ESG untuk Keberlanjutan di Bangka Belitung
ESG menawarkan kerangka komprehensif untuk mentransformasi tantangan lingkungan Bangka Belitung menjadi peluang ekonomi berkelanjutan
Dimensi social (sosial) harus menjawab pertanyaan: bagaimana memastikan transisi ekonomi tidak meninggalkan masyarakat pekerja tambang? Riset FEB UGM dan Bank Indonesia (2025) mengungkap bahwa 87,81 persen UMKM di Indonesia belum mengadopsi praktik bisnis hijau, terutama karena hambatan regulasi, akses pembiayaan, dan kapasitas teknis.
Program pemberdayaan UMKM hijau menjadi kunci untuk menciptakan lapangan kerja alternatif bagi pekerja sektor tambang yang terdampak. Program seperti BNI BUMI (UMKM Ramah Lingkungan) yang telah menyalurkan Rp38,9 miliar kepada 164 pelaku usaha, atau kredit usaha rakyat (KUR) hijau dengan bunga lebih rendah, dapat diadaptasi untuk konteks Bangka Belitung.
Dimensi governance (tata kelola) memerlukan transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang konsisten. Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025) yang diluncurkan OJK memberikan kerangka regulasi yang mendorong penerapan ESG di sektor keuangan Indonesia, termasuk standar pelaporan keberlanjutan dan insentif untuk investasi hijau. Pemerintah daerah Bangka Belitung perlu mengintegrasikan prinsip ESG dalam RPJMD, anggaran daerah, dan kebijakan izin usaha untuk memastikan konsistensi implementasi.
Potensi ekonomi hijau Bangka Belitung
Bangka Belitung memiliki aset-aset strategis yang dapat menjadi fondasi ekonomi hijau. Geopark Belitung yang resmi ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada April 2021 merupakan aset berharga yang menggabungkan geologi, keanekaragaman hayati, dan nilai budaya. Geopark ini menjadi geopark keenam di Indonesia dan telah memberikan dampak signifikan bagi sektor pariwisata berkelanjutan. Pada 2024, Kabupaten Belitung optimistis mempertahankan status UNESCO Global Geopark dengan terus memperkuat program konservasi dan edukasi geologi.
Sektor pariwisata berkelanjutan berbasis geopark, ekowisata bahari, dan wisata budaya memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa tanpa merusak lingkungan. Dengan garis pantai yang lebih panjang dari Hawaii dan 950 pulau kecil, Bangka Belitung dapat mengembangkan pariwisata bahari yang berbasis pada konservasi terumbu karang dan ekosistem laut, sekaligus meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat dan wisatawan.
Ekonomi sirkular berbasis pengolahan limbah tambang juga menawarkan peluang inovatif. Pasir tailing yang selama ini menjadi beban lingkungan dapat diolah menjadi bahan bangunan ramah lingkungan atau produk bernilai tambah lainnya melalui teknologi pengolahan mineral yang tepat. Rehabilitasi lahan bekas tambang dapat dikombinasikan dengan program agroforestri yang menghasilkan produk pertanian bernilai ekonomi tinggi sekaligus memulihkan fungsi ekologis lahan.
Sektor UMKM hijau, khususnya kerajinan berbahan ramah lingkungan, produk organik, dan jasa pariwisata berkelanjutan, dapat menjadi tulang punggung ekonomi baru. Program pendampingan menyeluruh di aspek produksi, keuangan, dan pemasaran sangat diperlukan untuk mendorong transformasi UMKM konvensional menjadi UMKM hijau. Insentif pembiayaan seperti bunga lebih rendah untuk KUR hijau, dana hibah melalui kompetisi inovasi hijau, dan pendampingan CSR perusahaan dapat mempercepat adopsi praktik hijau di kalangan UMKM.
Strategi implementasi bertahap
Implementasi ESG dan ekonomi hijau di Bangka Belitung memerlukan strategi bertahap yang realistis dan terukur. Tahap pertama (1-2 tahun) harus fokus pada penguatan regulasi dan kelembagaan. Pemerintah daerah perlu merevisi RPJMD untuk mengintegrasikan target ESG yang konkret dan terukur, membentuk satuan tugas khusus ekonomi hijau yang melibatkan perguruan tinggi, swasta, dan masyarakat sipil, serta memperkuat penegakan hukum terhadap pertambangan ilegal dan pelanggaran lingkungan.
Tahap kedua (2-3 tahun) fokus pada pembangunan kapasitas dan infrastruktur. Ini termasuk program pelatihan massal untuk pekerja tambang dalam keterampilan ekonomi hijau seperti ekowisata, agroforestri, dan kerajinan ramah lingkungan. Pengembangan pusat inovasi dan inkubator UMKM hijau di setiap kabupaten/kota akan memfasilitasi transformasi bisnis. Pembangunan infrastruktur pendukung seperti solar farm skala prioritas, fasilitas pengolahan limbah tambang, dan jalur pariwisata berkelanjutan juga menjadi kunci.
Tahap ketiga (3-5 tahun) adalah skalasi dan integrasi penuh. Pada tahap ini, model-model ekonomi hijau yang telah terbukti berhasil diduplikasi dan diskalakan ke seluruh wilayah. Kolaborasi investasi hijau antara pemerintah, swasta, dan lembaga keuangan internasional diperkuat untuk membiayai proyek-proyek berskala besar. Sistem monitoring dan evaluasi berbasis data digital diterapkan untuk memastikan akuntabilitas dan perbaikan berkelanjutan.
Keberhasilan strategi ini memerlukan komitmen politik yang kuat dari pemerintah daerah, dukungan regulasi dan insentif dari pemerintah pusat, partisipasi aktif masyarakat dan pelaku usaha, serta kolaborasi dengan perguruan tinggi untuk riset dan pengembangan teknologi hijau. Tanpa kolaborasi multi-pihak yang solid, transisi menuju ekonomi hijau akan menghadapi hambatan struktural yang sulit diatasi.
Membangun masa depan yang berkelanjutan
Bangka Belitung berada pada titik balik sejarah. Pilihan yang diambil hari ini akan menentukan apakah daerah ini akan terus terjebak dalam ketergantungan pada timah yang makin menipis dan meninggalkan warisan kerusakan lingkungan, ataukah mampu bertransformasi menjadi model ekonomi hijau yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan. Data menunjukkan bahwa model ekstraktif telah mencapai batasnya—produksi timah menurun drastis, cadangan makin tipis, dan beban lingkungan makin berat.
ESG menawarkan jalan keluar yang realistis dan berbasis bukti. Dengan mengintegrasikan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam setiap keputusan pembangunan, Bangka Belitung dapat mentransformasi tantangan menjadi peluang. Geopark UNESCO, kekayaan biodiversitas laut, potensi energi terbarukan, dan kreativitas masyarakat lokal adalah aset-aset yang dapat dioptimalkan untuk membangun ekonomi yang tidak hanya menghasilkan nilai ekonomi, tetapi juga melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Transformasi ini bukan proses yang mudah atau instan. Namun, dengan strategi bertahap yang terukur, komitmen kolektif dari seluruh pemangku kepentingan, dan dukungan kebijakan yang konsisten, Bangka Belitung dapat menjadi contoh sukses transisi ekonomi hijau di Indonesia. Masa depan yang berkelanjutan adalah masa depan yang kita bangun bersama, hari ini. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20251023_Rio-Rahmatullah.jpg)