Tribunners
Mewujudkan Penyelenggara Pemilu Berintegritas
Asas-asas penyelenggara pemilu menjadi patokan moral dan etik penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tugasnya
Oleh: Pardi - Anggota KPU Kabupaten Bangka Barat
PEMILIHAN umum (pemilu) adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu bukanlah pelaksanaan demokrasi prosedural, yang hanya dilaksanakan sebagai pemenuhan hak politik warga negara dalam memilih pemimpin ataupun wakil-wakilnya dalam pemenuhan keanggotaan legislatif dan eksekutif di pemerintahan, tetapi juga harus mampu menghasilkan pemimpin yang berintegritas yang memiliki komitmen moral yang kuat dan etika bernegara yang tinggi.
Rahman Yasin (2019) mengemukakan bahwa manusia yang memiliki sikap merupakan cerminan dari bentuk tanggung jawab sebagai makhluk yang bermartabat. Maka standar perilaku ideal dalam praktik kepemiluan yang bermartabat tidak lagi hanya menyandarkan diri pada ukuran-ukuran kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum legalistik sesuai prinsip rule of law saja, namun praktik penyelenggaraan pemilu harus dapat ditingkatkan ke tahap rule of ethics. Hukum sangat penting, tetapi tidak lagi mencukupi untuk mengawal dan mengendalikan perilaku ideal masyarakat pasca-modern. Pemilu yang hanya mengandalkan kontrol hukum dan keadilan hukum hanya dapat berjalan secara formalistik.
Dengan mengedepankan pertimbangan etika untuk menyempurnakan logika hukum demi tegaknya keadilan substantif, maka kualitas pemilu dapat ditingkatkan tidak sekadar sebagai ritual demokrasi prosedural, tetapi menjadi lebih substansial dan berintegritas. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum dapat mewujudkan pemilu berintegritas dalam praktik demokrasi yang lebih substansial, di mana menghendaki aktor pemilu baik penyelenggara maupun peserta harus tunduk dan patuh terhadap aturan hukum dan norma etika (rule of law dan rule of ethics).
Etika dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Kode etik sering dipahami sebagai seperangkat aturan yang mengatur tingkah laku seseorang atau sekelompok orang sesuai dengan tugas dan pekerjaan yang dilakukannya. Dalam organisasi pelayanan publik, kode etik merupakan hal penting karena mengatur seluruh perilaku aparatur negara. Dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, kode etik penyelenggara pemilu telah dirumuskan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Menurut Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, bahwa yang dimaksud dengan kode etik penyelenggara pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Kode etik penyelenggara dirumuskan berdasarkan nilai-nilai dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan Ketetapan MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Dalam Peraturan DKPP tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu memuat enam bagian, yaitu ketentuan umum, asas, landasan, prinsip dan sumpah janji penyelenggara pemilu, pedoman perilaku penyelenggara pemilu, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Dari keenam hal itu, yang terpenting adalah asas, landasan, prinsip dan sumpah janji penyelenggara pemilu, dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Kode etik penyelenggara pemilu bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota penyelenggara pada semua tingkatan dengan berpedoman kepada asas-asas yang ditentukan oleh Undang-Undang Pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
Komisi Pemilihan Umum telah menerbitkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. Peraturan ini memuat salah satu bab yang mengatur tentang perilaku, sumpah janji dan pakta integritas anggota KPU, anggota KPU provinsi dan anggota KPU kabupaten/kota. Peraturan KPU ini setidaknya bertujuan untuk mewujudkan tertib kelembagaan dalam penyelenggaraan pemilu, menjadi pedoman bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban, dan mewujudkan penyelenggara pemilu yang sesuai dengan asas-asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu.
DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang bertugas untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. DKPP dalam kedudukan sebagai lembaga penegakan kode etik, berperan sangat strategis dan menentukan kualitas penyelenggaraan, serta dapat berfungsi secara moral memberikan legitimasi proses dan hasil pemilu. Keberadaan DKPP sebagai peradilan etika dengan prinsip tata kerja peradilan yang terbuka, akuntabel, mandiri, dan profesional telah menjadi pengingat bagi penyelenggara untuk selalu berhati-hati dalam bertindak.
Jimly Asshiddiqie (2014) dalam buku Peradilan Etik dan Etika Konstitusi menjelaskan beberapa prinsip penting yang dipraktikkan dalam penyelenggaraan peradilan semu di bidang etik oleh DKPP adalah prinsip-prinsip 'audi et alteram partem', prinsip independensi, imparsialitas, dan transparansi. Dengan diberlakukannya prinsip-prinsip tersebut, maka semua pihak yang terkait dengan perkara wajib didengarkan dalam persidangan yang diselenggarakan secara terbuka, di mana para anggota DKPP bertindak sebagai hakim yang menengahi pertentangan dan perselisihan untuk mengatasi konflik dan memberikan solusi yang adil.
DKPP bertugas untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan tiga jenis sanksi bila terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Ketiga jenis sanksi tersebut, yaitu peringatan tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian permanen yang dikenakan sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Penyelenggara Berintegritas

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.